Kilatan cahaya dari jendela. Pada malam badai berikutnya. Kursi goyang dan buku tua. Asap manusia dan meja duka.
Sejak kapan sendiri adalah kebebasan? Sejak kapan sendiri bukan kesepian? Langit marah dan alam dewasa. Kamu tidak lagi terlihat tenang.
Guntur kembali gemetar di atas. Air turun kian deras. Malam memulai dingin. Saat angin berseru khawatir.
Sekali lagi asap keluar dari hidung. Kian gamang berpikir terlalu dalam. Tulisan yang memudar. Tetap kamu baca.
Pada pertanyaan kasar yang teringat. Kamu enggan berterus terang. Lalu kembali bersandar. Menghisap tembakau merah menyala.
Waktu membantu mengobati semua. Tapi tetap enggan melupakannya. Seperti menghapus debu dengan hujan. Menyapu daun dengan banjir bandang.
Tidak akan ada artinya. Jika kamu berkorban terlalu banyak. Selain sakit dan sesal. Mungkin hanya ada duka pada meja bundar.
Lumpur dan genangan air di pagi buta. Embun dan kabut dalam kota. Kamu yang tertidur lelap di atas kursi baja. Menunggu datang matahari dan suara.
Untuk angin, pagi ini biarkan dia sendirian. Biarkan dia menikmati suara sunyi. Kamu terbangun dan terkejut. Mimpi malam badai itu, pasti penyebab takut.
Takut pada kesepian. Takut akan sendirian. Semua terasa sama, terasa nyata. Kamu masih diam, melamun dan gamang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dan Kini.
PoezjaDan Kini, tidak lebih dari sebuah karangan tidak masuk akal. Berupa puisi yang ditulis hati-hati. Keluh kesah dan keresahan yang tidak pernah berhenti, ialah ide utama dari tulisan ini. Kumpulan tulisan ini tidak banyak yang bersuasana riang, cender...