38. Pembatalan

1.9K 236 70
                                    

Wiryawan berjalan di padang luas yang tandus dan berpasir. Panas dan haus menerpa kerongkongannya. Namun entah mengapa teriknya matahari tak menyurutkan tekadnya untuk terus berjalan maju. Seolah ada yang menuntutnya untuk mencari sesuatu yang sangat penting, amat sangat penting.

Ia tak tau sudah sejauh mana kaki telanjangnya membawa tubuhnya melangkah maju. Tapi ia menolak untuk berhenti meski telapak kakinya terasa panas dan perih.

Penantian dan semangatnya tak sia-sia saat hidungnya mencium sesuatu yang familiar. Ini bau air tanah yang khas, begitu dekat dan tebakannya benar. Tak peduli teriknya mentarinyang menyengat ia berlari menghampiri oase kecil yang ditemukannya bak harta karun. Air dalam oase itu berwarna hijau seperti emerald yang teramat jernih, lantas ia minum sepuasnya hingga perutnya terasa penuh dan kebas, entah mengapa saat melihat pantulan bayangan dirinya di kolam dia mendapati sosoknya yang jauh lebih muda masih terlihat sehat dan gagah.

Lama ia terpana sampai pantulan bayangan di dalam air tidak hanya menampakkan sosok dirinya tapi juga orang lain. Orang lain yang tidak asing, orang yang selalu ia rindukan, orang yang mampu membuatnya bersumpah setia tidak akan berbagi hidup dengan perempuan lain dan bertekad untuk ditemuinya  cepat atau lambat agar bersama didalam keabadian nanti.

Dengan cepat Wiryawan berbalik.

"Grace.... Grace.. sayangku cintaku... Tuhan.. Jika ini mimpi aku tidak ingin terbangun selamanya."

Wiryawan menangkap sosok cantik cinta pertama dan terakhirnya itu. Cinta sejatinya itu ia ciumi rambutnya, keningnya pipinya yang selalu bersemu merah sejak ia mengenalnya saat remaja. Bibirnya yang berwarna merah muda alami. Dipeluknya erat tubuh yang salu nampak ringkih itu. Tubuh mungilnya yang berhasil melahirkan anak lelaki tampan bernama Raphael, buah cinta mereka satu-satunya. Grace bahkan memilihkan sendiri calon isteri Raphael yang akhirnya memberi mereka cucu tampan dan pintar bernama Joel Romeo.

"Grace.. aku ingat aku sekarat. Apa kau datang kesini untuk menjemputku?" Tanya Wiryawan sambil memandang sekeliling. Tidak ada apapun disana, sejauh mata memandang hanya padang tandus luas seperti tak berujung.

Wanita cantik yang menjelma dalam sosok mudanya itu menggeleng pelan.

"Aku datang kesini untuk memperingatkanmu." Jawab grace.

"Tentang apa? Tentang perusahaan? Tenanglah meski di masa sulit seperti ini Raphael dan Joel pasti akan bisa mengatasinya. Mereka sudah terlatih dengan baik."

Namun lagi-lagi Grace yang biasa dipanggil Nyonya Wiryawan itu menggeleng.

"Ini tentang cucu kita satu-satunya."

"Tentang Joel.. kami semua memastikan mengikuti arahanmu dengan baik. Sebentar lagi dia akan menikahi Wony. Cucu perempuan satu-satunya dari keluarga Pramatya."

"Pernahkah kamu berpikir bahwa kalian semua salah menafsirkan ucapanku."

"Dimana salahnya?"

".............."

"Jadi bukan Wony?? Lalu siapa?? Apakah adik perempuannya? Tapi kamu bilang keturunan pertama adalah yang terbaik??"

Grace tersenyum dan menggeleng dengan pelan.

"Coba ingat-ingat lagi? Coba cari tahu lagi, Apakah tidak ada keturunan yang lain." Bisiknya.

"..............."

"Pikirkan kemungkinan tentang keturunan Pramatya yang hilang atau dianggap tiada. Pernahkan kalian semua berusaha mencari tahu kebenarannya?? Tentang mereka yang terlupakan dan dianggap mati padahal sebenarnya masih hidup."

Wiryawan menutup mulut dan membelalakkan matanya. Ia menggelengkan kepalanya berulang kali dengan keras.

"Tidak mungkin." Ucapnya setengah mendesis.

Lust and LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang