23

1.7K 76 3
                                    

Disisi Wiya dan Salsa, saat ini keduanya masih dalam perjalanan kerumah Wiya karena jarak tempuhnya memakan waktu 3 jam, karena itulah mengapa Wiya memilih untuk tinggal sementara di rumah Salsa semasa kuliah.

Keadaan mobil saat ini hanya di isi oleh Isakan tangis Salsa yang masih belum berhenti sedari tadi, Wiya juga tak berhenti melirik adik sepupunya itu dengan pandangan khawatir.

Wiya khawatir, Salsa sudah menangis terlalu lama dia takut kalau adiknya akan sakit karena hal itu.

Tangan Wiya terulur mengusap kepala Salsa,
"Dek jangan nangis lagi, Abang sedih liat kamu kayak gini."

Salsa yang mendengar itu bukannya tenang malah kembali mengeraskan tangisannya membuat Wiya seketika panik.

"Aduh kok malah makin nangis," ucap Wiya dengan panik.

Sedankan Salsa masih terus menangis, dia merasa bersalah karena membuat Wiya khawatir kepadanya tapi tangisannya tidak mau berhenti, Salsa sudah mencobanya sedari tadi tapi tak berhasil juga.

Hatinya terlalu sakit saat ini, tubuh dan pikirannya sedang lelah dan butuh istirahat. Dia butuh tempat untuk meluapkan semua kegelisahannya, meluapkan semua tangisannya.

Wiya memilih untuk berhenti disebuah rest area terlebih dahulu , ia menghadapkan tubuhnya ke arah Salsa yang posisinya saat ini tengah menekuk lututnya dan menyembunyikan wajahnya di lipatan lengannya.

"Dek... Liat Abang sini dulu bentar, " panggil Wiya dengan lembut, dia berusaha menghadapkan tubuh Salsa kearahnya walaupun susah.

"Adek... Ayo liat Abang bentar, Abang mau ngomong," bujuk Wiya.

Dengan tubuh bergetar Salsa pun mendongakkan kepalanya menatap ke arah Wiya, dengan wajah sembabnya dia menatap Wiya dengan pandangan sendu, dirinya berusaha menghentikan tangisannya supaya Wiya tak khawatir lagi.

Wiya yang melihat wajah adik sepupunya itu makin sedih, dia mengusap pelan jejak air mata di pipi Salsa.

"Udah yah nangisnya, kamu mau makan gak? Ada bakso tuh, kalau mau Abang belikan, " ucap Wiya, dia tidak akan membicarakan masalah Salsa terlebih dahulu, ia akan menunggu adiknya itu tenang dulu. Yang terpenting sekarang adalah membuat adik sepupunya kembali ceria dan tidak menangis lagi.

"Mau ayah sama bunda... " ucap Salsa lirih.

Wiya mengangguk,"Iya, Abang tau, tapi sekarang makan dulu yah baru kita lanjut ke rumah Abang."

Salsa langsung cemberut mendengarnya, dia sedang tidak nafsu makan sekarang, yang dia mau adalah segera bertemu dengan ayah dan bundanya yang tak lain adalah orang tua Wiya.

Salsa menggeleng,"Gak mau," tolaknya.

Wiya menghela nafas jujur pikirannya juga sedang lelah saat ini, tubuhnya juga kekurangan istirahat karena jadwal kuliahnya sedang padat akhir-akhir ini.

Wiya menatap Salsa dengan pandangan tegas, "Adek dengerin Abang, kita makan dulu baru lanjut ke rumah Abang, kalau gak mau kita gak usah kesana," ucap Wiya dengan tegas.

Salsa memberikan tatapan protes,"Ih! Mana bisa gitu!" Protes Salsa.

"Ya itu terserah kamu, mau nurut sama Abang kita makan dulu atau kita pulang aja," balas Wiya ,dia harus tegas kepada Salsa karena kalau tidak adiknya itu akan sakit, dia tidak mau.

"Ish! Yaudah aku pergi sendiri aja, kalau Abang mau makan ya makan sendiri aja, aku mau cepet-cepet ketemu sama ayah, " ucap Salsa yang hendak membuka pintu mobil kalau saja tangannya tidak ditahan oleh Wiya.

"Hei! Sejak kapan kamu ngelawan Abang kayak gini? Ini bukan Salsa yang Abang kenal loh, " cegah Wiya.

"Salsa yang Abang kenal lagi gak ada, " ujar Salsa mengalihkan tatapannya kearah luar.

PUTUS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang