31

1.1K 55 6
                                    

Tak lama setelah Dian mama Salsa datang, Tio papanya Salsa pun ikut menyusul pulang meskipun ia sempat bingung dengan maksud kedatangan kakak dan iparnya tapi dia tetap mengikuti perkataan Dira untuk bersih-bersih lalu berkumpul di ruang keluarga rumahnya.

"Bang Heri mau bicara apa?" Tanya Tio karena sudah 10 menit dia duduk tapi tidak ada satu orangpun yang membuka suara. Salsa bahkan masih betah di pelukan bundanya Wiya.

"Berbicara tentang pemikiran bodoh kalian berdua," balas Heri yang membuat Tio menatap tidak mengerti ke arah saudara nya.

"Maksudnya? " tanya Dian tidak mengerti. Heri berdecih lirih.

"Kalian mau bercerai?" Tanya Heri to the point. Dian dan Tio sempat terkejut karena mereka berpikir darimana Heri tau soal ini tapi mengingat Wiya juga mendengar percakapan tadi pagi maka tak perlu ditanyakan lagi.

"Iya kami ingin bercerai," jawab Tio dengan santai. Toh dia berpikir tidak ada yang salah dengan keinginannya.

"Alasannya?" Heri kembali bertanya.

"Kami merasa tidak cocok, " ucap Dian memberi alasan.

"Cih! Alasan basi! Alasan kalian terlalu kekanak-kanakan untuk keputusan yang terlalu besar seperti ini!" Ujar Heri mulai emosi.

"Kalian bukan lagi anak-anak yang harus diajari mana yang benar mana yang salah, apakah kalian lupa punya Salsa sebagai anak kalian? Dan kalian dengan santainya berkata ingin bercerai kepadanya hanya karena alasan bodoh seperti itu!? Kalau begitu kenapa tidak dari awal saja kalian bilang! " sambung Heri.

"Dulu waktu ingin menikah kalian bersikeras ingin menikah secepat mungkin karena alasan saling mencintai, dan sekarang? Kalian dengan entengnya ingin bercerai hanya karena sudah merasa tidak cocok?!" Lanjutnya.

"Apa salahnya kalau kamu ingin bercerai? Ini juga demi kebahagiaan kami," balas Tio tak terima.

"Kebahagiaan? Kebahagiaan kalian bilang!?" Seru Heri tak percaya.

"Sebelum memikirkan kebahagiaan kalian apakah kalian pernah memikirkan kebahagiaan anak kalian sendiri!? Apakah kalian yakin dia sudah bahagia memiliki orang tua seperti kalian selama ini!?" Bentak Heri.

Salsa yang mendengar bentakan Heri makin mengeratkan pelukannya, dia menangis dalam diam mendengar perdebatan mereka.

"Kami sudah berusaha semaksimal mungkin buat membahagiakan dia dengan cara kami sendiri," ujar Dian.

"Dengan cara apa? Dengan cara apa hah aku tanya!? Dengan cara meninggalkannya terus-menerus tanpa meluangkan waktu hanya untuk sekedar membacakannya sebuah dongeng."

"Begitukah cara kalian?" Dengan nafas memburu Heri berucap, matanya menatap emosi ke arah Tio dan Dian.

"Kami bekerja juga untuk dia! Untuk masa depannya! Kenapa kau berkata seolah-olah kami selama ini tak becus merawat Salsa!" Balas Tio marah.

"KARNA KALIAN TAK PERNAH MENGERTI BAGAIMANA PERASAAN ANAK KALIAN SENDIRI!" Tanpa diduga Wiya langsung membentak om dan tantenya.

"Salsa gak perlu uang yang banyak! Dia hanya ingin ngerasain bagaimana dibuatkan bekal sama mamanya, rasanya diajari naik sepeda sama papanya, rasanya diantar ke sekolah sama orang tuanya, rasanya piknik sederhana sama keluarganya, Salsa cuman mau hal itu dari kalian! Tapi kalian? Kalian sama sekali gak bisa ngasih hal sesederhana itu buat Salsa!" Ucap Wiya dengan emosi.

"Kamu jangan sok tahu apa yang dirasakan sama Salsa," balas Dian meremehkan.

"Aku bukan sok tau tapi kenyataannya memang seperti itu. Kalian gak pernah kan lihat bagaimana senangnya Salsa waktu Wiya buatkan bekal buat dia untuk yang pertama kalinya, kalian gak pernah ngeliat gimana bahagianya dia waktu berhasil aku ajari naik sepeda, dan kalian gak pernah ngeliat bagaimana Salsa nangis hari cuman karena aku ajak piknik kecil-kecilan di belakang rumah. Pernah gak kalian liat itu? Gak pernah kan?" Ucap Wiya panjang lebar.

PUTUS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang