33

1K 50 2
                                    

Setelah menghabiskan sarapannya, Salsa kembali terdiam menatap ke arah jendela. Dia tidak memikirkan apapun, hanya ingin melamun saja karena jujur perkataan Wiya tadi cukup mengurangi beban pikirannya.

Wiya yang di sebelahnya ikut menatap ke arah jendela lalu beralih menatap Salsa yang tampak serius. Ia mengelus kepala Salsa dengan sayang.

Salsa yang merasakan elusan di kepalanya pun menoleh ke arah Wiya yang saat ini tersenyum padanya. Salsa balas tersenyum, ia meraih tangan Wiya dan memainkan jari-jarinya. Wiya hanya membiarkannya, dia tidak keberatan sama sekali. Asal Salsa senang dan tidak sedih lagi.

Oh iya Salsa mengingat sesuatu, ia menatap Wiya lalu bertanya.

"Barang-barang di rumah gimana??" Tanya Salsa. Karena mengingat perkataan Heri kemarin bahwa dia akan membawa Salsa bersamanya, sedangkan barang-barangnya masih ada di sana semua.

"Gak usah khawatir, ayah udah nyuruh orang buat beresin barang-barang kita buat di bawa ke rumah," jawab Wiya.

"Tapi Abang, sekolah aku gimana?? Kuliah Abang juga, Abang kan tinggal di rumah supaya lebih Deket ke kampusnya. Kalau balik kerumah nanti gimana??" Tanya Salsa lagi.

Wiya tampak berpikir sejenak. Betul juga ucapan Salsa, diakan tinggal di rumah sepupunya itu supaya jarak ke kampus tidak terlalu jauh, karena kalau dari rumahnya itu akan memakan waktu yang sangat lama karena jaraknya yang jauh.

Dan lagi Salsa juga kalau mau pergi sekolah harus menempuh jarak yang jauh juga. Dari rumah Salsa saja sekolahnya cukup jauh apalagi dari rumah Wiya.

Haruskah Wiya menyewa apartemen untuknya dan Salsa?? Wiya beralih menatap Salsa.

"Betul juga sih. Kamu maunya kayak gimana??" Wiya bertanya balik tentang pendapat Salsa.

"Aku bisa nge-kost, sekalian belajar buat nanti kalau kuliah. Soalnya kalau pindah sekolah udah nanggung banget," jawab Salsa menghasilkan tatapan tidak suka dari Wiya.

"Apa-apaan! Gak ada ngekost. Abang gak setuju kamu nge kost," ucap Wiya tidak suka.

"Loh? Kenapa Abang??" Kan bagus, Salsa bisa belajar mandiri mulai dari sekarang dan tidak bergantung pada orang lain.

"Gak, gak boleh. Masih ada Abang, kita bisa sewa apartemen atau rumah buat di tempatin bareng-bareng, gak harus kepisah," ujar Wiya. Dia akan dengan tegas menolak keinginan Salsa untuk ngekost, apalagi dia hanya sendirian. Tidak, Wiya tidak setuju.

"Ya udah deh. Terserah, aku ikut Abang aja baiknya bagaimana," ucap Salsa menyerah. Tidak ada gunanya juga dia berdebat dengan Wiya karena pasti dia akan kalah apalagi kalau om dan tantenya nanti ikut menimbrung. Jadi lebih baik dia serahkan saja semuanya pada Wiya.

Wiya tersenyum senang, ia menepuk-nepuk kepala Salsa lalu mengusaknya dengan gemas.

"Pinter adek Abang!"

Salsa hanya melirik sebal ke arah Wiya lalu kembali menatap jendela. Kembali ke agenda melamunnya.

Ting!

Ada sebuah pesan masuk di ponsel Wiya, saat ia cek ternyata itu dari Mada.

Mada

Dimana bro?

Dihotel

Hah? Lu ngapain dihotel?

Lagi open BO!
Ngapa? Mau ikutan juga??

Ya kali!

PUTUS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang