35

1K 46 3
                                    

Habis dari pengadilan tadi, Wiya dan keluarga nya langsung kembali pulang ke hotel tempat mereka menginap. Sebenarnya Heri menawarkan Salsa apakah dia ingin pergi ke suatu tempat, kalau ingin mereka bisa pergi bersama-sama.

Tapi Salsa menolak, dia berkata kalau dirinya lelah. Bukan lelah fisk tapi Salsa lelah mental. Lelah mental setelah menyaksikan perceraian orang tuanya di depan mata kepalanya sendiri, lelah saat melihat papa dan mamanya tampak begitu santai dan tidak ada rasa bersalah sama sekali terhadap dirinya. Keduanya seolah-olah tidak melakukan hal apapun, bahkan papanya dengan santainya mengajaknya pulang bersama setelah melihat Salsa yang menangis sedih karena mereka kemarin.

Entahlah, Salsa tidak tahu darimana sifat orang tuanya itu berasal. Apakah mungkin memang sudah dari dulu begitu,hanya saja karena ia yang tidak akrab dengan orang tuanya sendiri makanya dia tidak tahu akan hal itu.

"Dek," panggil Wiya.

Saat ini posisinya keduanya sedang menonton di TV yang tersedia di kamar hotel mereka. Heri dan Dira sedang keluar mengurus sesuatu, entahlah Wiya tidak urus juga.

"Kenapa?" Salsa melirik kearah Wiya sekilas lalu kembali fokus dengan tontonan nya.

"Temen-temen Abang ngajak kumpul besok, mau ikut gak?" Ucap Wiya, mengingat janjinya dengan Mada kemarin.

"Lah? Kan yang mau kumpul Abang sama temen-temen Abang, kenapa ngajak aku?" Tanya Salsa heran.

"Ya gapapa, mereka juga bakalan fine-fine aja kok kalau ada kamu," balas Wiya, ia harus bisa membuat Salsa ikut kepadanya. Karena akan cukup sulit mengajak Salsa kemanapun jika kondisi moodnya jelek, dia akan malas melakukan apapun.

"Nggak ah, males." Tuh kan, apa Wiya katakan. Bahkan Salsa menolaknya tanpa berpikir panjang.

"Ayolah dek. Kalau kamu nggak ikut pasti mereka bakalan nanyain kamu dimana,lagi ngapain gitu. Jadi daripada mereka nanya-nanya mending kamu ikut aja." Wiya mencoba mencari alasan agar Salsa mau ikut.

"Ya Abang tinggal bilang aja kalau aku lagi nggak bisa, lagian kenapa penting banget aku ikut." Heran Salsa.

Wiya tampak terdiam sejenak. Waduh susah ini, Salsa kali ini gak mudah dibujuk. Wiya harus mencari cara untuk membujuk Salsa.

Oh! Wiya ada ide.

"Gimana kalau Abang suruh Mada buat ajak Cia juga," tawar Wiya. Maaf Mada karena sudah mengorbankan nama adiknya, nanti dia akan minta maaf.

Salsa menoleh ke arah Wiya.

"Gimana? Kan lumayan kamu ada temen main," ucap Wiya sekali lagi.

Salsa berpikir. Sebenarnya alasannya tidak ingin ikut juga ya karena pasti disana dia hanya akan tinggal diam mendengar Wiya dan temannya berbicara. Salsa orangnya cepat bosan dan pasti dia akan meminta pulang cepat kepada Wiya dan membuat Wiya tidak bisa lebih lama dengan temannya. Salsa kan jadi tidak enak, meskipun bukan Salsa yang ingin ikut tapi biasanya seperti itu kejadiannya.

Tapi kalau adiknya Mada ikut dia rasa boleh juga, dia jadi ada teman bermain selama Wiya berbincang-bincang dengan temannya. Salsa juga sedikit rindu dengan anak kecil lucu itu yang sangat berbanding terbalik dengan Mada. Ia masih mengingat bagaimana  Cia menanyakan warna favorit nya dan rasa susu yang disukainya, dan tak lama segelas susu dan benda-benda dengan warna kesukaannya ada di hadapannya.

Sungguh perilaku yang sangat menyentuh hati Salsa yang sangat sedih saat itu. Dia cukup terharu dengan usaha Cia yang ingin membuatnya lebih baik.

Akhirnya Salsa mengangguk.
"Oke deh. Aku ikut."

Wiya tersenyum senang mendengarnya. Tampaknya tawaran nya berhasil membuat Salsa ingin ikut dengannya.

"Tapi beneran ada Cia ya, kalau Abang bohong aku gak bakalan segan buat minta pulang," ucap Salsa untuk memastikan kalau Wiya tidak berbohong soal Cia.

PUTUS ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang