Salsa berlari sejauh mungkin.
Hatinya begitu sakit mendengar perkataan mamanya Bian, dia tau kalau mamanya Bian itu tidak suka sama dirinya tapi kenapa harus membawa-bawa orang tuanya? Tidak cukupkah dirinya saja yang dihina tidak punya kelebihan apa-apa,haruskah orang tuanya juga ikut dihina?
Meskipun dia sering marah kepada orang tuanya tapi Salsa juga tidak akan pernah menerima seseorang menghina orang tuanya, orang tuanya tidak ada di rumah juga karena kerja bukan karena apa-apa.
Salsa sampai di sebuah taman dan duduk bersembunyi dibelakang salah satu pohon yang cukup rindang disana.
Salsa menekuk lututnya dan menangis tersedu-sedu, hatinya terlampau sakit mendengar perkataan mamahnya Bian. Apakah dirinya begitu buruk di mata beliau?
Salsa sudah cukup menahannya dari lama tapi sekarang dia sudah tidak bisa menahannya lagi, perkataannya sudah terlalu keterlaluan.
"M-mama... P-papa... Ak-aku k-kangen..." Salsa menangis memanggil orang tuanya.
Jujur dalam lubuk hatinya dia begitu merindukan orang tuanya yang sudah sebulan tidak bertemu dengannya,apalagi dirinya ini adalah anak tunggal. Dulu saat masih kecil ketika kedua orangtuanya lembur di rumah sakit dia akan dititipkan di rumah neneknya dari pihak ayah, karena dia akan sendirian dirumah.
Meskipun tujuannya biar ada yang menemani dirinya tapi sebenarnya sama saja, karena di rumah neneknya juga orang-orang semuanya sibuk dengan urusan masing-masing.
Salsa yang masih kecil saat itu tentu saja merasa kesepian, dia mau bermain dengan orang tuanya seperti teman-temannya yang lain, dia juga mau piknik bersama dihari minggu bersama orang tuanya, dia juga mau diajari naik sepeda oleh papanya, dia juga mau diantar jemput ke sekolah oleh mamahnya, dia juga mau dibuatkan bekal oleh mamahnya.
Tapi itu semua tidak terjadi, Salsa lebih sering bermain dengan pekerja di rumah neneknya, dia belajar naik sepeda sendiri sampai terjatuh berkali-kali, dia juga sering melakukan piknik -piknik kecil di halaman belakang rumah neneknya, dia lebih sering diantar jemput oleh supir, dan dia lebih sering makan di kantin daripada memakan bekal dari rumah.
Semua itu terjadi sampai dirinya kelas 3 SMP, saat masuk kelas 1 SMA hidupnya mulai cukup berwarna karena kehadiran Wiya di rumahnya.
Saat Wiya memutuskan untuk tinggal di rumahnya semasa kuliahnya, saat itu jugalah Salsa tidak pernah merasakan apa yang namanya kesepian karena Wiya selalu ada disampingnya.
Dia mau main ada Wiya, mau piknik ada Wiya ,mau sepedaan ada Wiya, diantar jemput juga ada Wiya, dan pertama kali dia bawa bekal kesekolah itu saat SMA dan itu juga karena Wiya yang buatkan.
Pokoknya semua hal yang ia inginkan dulu itu diwujudkan oleh Wiya.
Salsa bahkan tidak tau bagaimana keadaannya sekarang kalau Wiya tidak tinggal dirumahnya.
Sesama anak tunggal Wiya juga merasakan apa yang Salsa rasakan, meskipun orang tuanya sedikit lebih peduli dan masih bisa meluangkan waktu untuk quality time keluarga.
Salsa menangis cukup lama, kepalanya bahkan sudah pusing karena menangis cukup lama, air matanya sudah berhenti keluar hanya tersisa Isakan-isakan kecil yang terdengar dari mulutnya.
Matanya menatap kosong ke pemandangan taman yang luas di hadapannya, dia kembali memikirkan perkataan mamahnya Bian, dan semakin dia pikirkan semakin bertambah juga sakit hatinya.
Sepertinya hubungannya dengan Bian memang tidak akan pernah berjalan mulus, Salsa mungkin memang tidak ditakdirkan untuk bersama Bian.
Bian dan Salsa mungkin hanya ditakdirkan untuk singgah sementara di hati masing-masing sampai keduanya menyadari kalau mereka memang tidak ditakdirkan untuk bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
PUTUS ✔️
RomansaMakasih udah mampir Baca dari awal yah,jangan baca end nya dulu:) *** Salsa lelah dengan hubungannya, hubungannya dengan pacarnya juga dengan keluarganya. Haruskah ia menyerah? *** Rank: #1 boyfriend (020324) #1 boyfriend (180224) #1 boyfriend (260...