Bab 14

7 2 0
                                    

Hola, paling seneng nyapa kalian deh serius meski hening aja kaliannya 🤧🫣

Selamat membaca ya, semoga suka, enjoy yall 🥰😘💕

***

Hatiku sibuk berbisik, meski bibirku tak bersuara, tetapi aku adalah perasa yang memiliki logika~

***
MASIH POV ABIMANTARA

Mendadak otak membeku, tak berputar lagi sel di dalamnya kaku. Seperti kanebo mengering begitu saja. Mata senja di depan menatap penuh selidik. Sedang, netra milikku sepertinya sedang berlarian sibuk mencari alasan.

“Abim, siapa cewek mungil yang kamu bonceng tadi?”

Mungil, i-iya sih, Alana memang mini dan im—ah, setan!

“T-temen, Bu,” Kok mendadak gagap sih, Bim, kan emang temen.

Temen yang mendadak kamu jadiin pelarian dari kebosanan di rumah tadi, mana nggak ada angin langsung main jemput aja. Nggak, woi, enggak. Tadi aku kesana, soalnya kasihan dia sendirian. Titik, itu alasannya. Oke karena kasihan ama Alana.

“Oh, jadi tadi pergi sama cewek? Pantesan nggak pamit, langsung ngibrit.” Suara berat dan serak terdengar menyahut dari arah dapur.

“Temen apa temen?” Masih diungkit, Bu?

“Ibu nih, temen, Bu, dibilangin. Katanya suruh maen ama yang lain,” ujarku sambil bersungut-sungut masuk ke dalam kamar.

“Lain kali ajakin mampir rumah ya, Bim.” Masih saja terdengar suara centil ibu dari ruang tengah.

Tak ada yang perlu kujawab. Terdengar samar dua orang di luar tadi ngobrol hangat. Sangat maklum jika mereka saling merindukan satu sama lain. Hanya satu hal yang tak kumengerti, kenapa baru sekarang? Itu saja, bukankah terlalu lama untuk sekedar bersembunyi? Akan tetapi, kuakui saat ini wajah ibu lebih cerah ketimbang sebelumnya. Lalu, ayah juga menyewakan sebuah toko di pasar untuk ibu berjualan kini. Dia juga memiliki pekerjaan yang cukup menjanjikan sebagai seorang satpam di salah satu bank saat ini.

Hal itu mengubah hidup kami beberapa bulan terakhir. Selesai berbenah, aku berbaring menatap gamang atap kamar.

“Em, libur seminggu, biasanya ke pasar. Tapi, ibu sekarang udah ada mbak Mi sama mbak Ratih, aku mau ngapain? Haris liburan ke neneknya. Cuma ada Alana—ah, nggak nggak. Udah cukup.” Aku menggelengkan kepala kuat lalu memejamkan mata.

***

Duh, bodoh, sialan! Nggak, apanya yang enggak! Malah udah nyampe sini aja, gabut. Aku cuma gabut dan kasihan ama Alana sendirian. Jam baru menunjuk angka tujuh malam ini, seharian aku hanya berguling-guling di kasur sambil menonton film random. Tak kuat lagi menyamar menjadi seekor kungkang. Ah, dimana Alana? Apa aku perlu—

“Oh, Kul—eh, Abim? Ngapain?”

Baru juga ngeluarin ponsel, Lan. Udah nongol aja ni cewek satu, lagi buang sampah rupanya.

“Abis makan?” Shit! Fokus napa, Bim, sapaan macam apa!

Kulihat gadis mungil itu mengangguk lalu berjalan mendekat. PLAK!

“Aduh, sakit tau!”

“Mastiin, orang beneran ato bukan.” Astaga, untung anak orang mana cewek pula.

“Heh, napak ini, mana ada jelmaan bawa motor.” Sambil kuusap lengan yang terlihat mulai memerah.

Sepertinya dia sengaja ya, ‘kan? Ada dendam rupanya. Sial! Pedas juga pukulan cewek satu ini, padahal tangannya kecil.

Secret Face (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang