Chapter 42

3.1K 208 15
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Jadi benar kamu itu bukan Alden?"
Alden tersentak, ia melebarkan matanya menatap orang yang kini dihadapannya

"B-bibi sejak k-kapan ada disitu?"

"Jadi benar yang dikatakan suami bibi, kalo kamu ini bukan den Alden?"

Bi Wati mengabaikan ucapan Alden, ia pun masih terkejut mendengar percakapan tadi

Awalnya ia akan menghampiri suaminya yang tak lain pak Arman, namun ia bersembunyi saat mendengar ucapan anak majikannya dengan pak Danu, supir majikannya

Ia tak percaya dengan ucapan suaminya yang mengatakan bahwa Alden yang sekarang bukan Alden anak majikannya. Pak Arman sendiri yang mendengar percakapan Alden dan juga pak Danu di villa tempo hari

Alden menggelengkan kepalanya dengan air mata yang kini semakin mengalir

"Aku memang bukan Alden. Aku juga gak mau hidup seperti ini. Ini bukan kemauan aku"

Bi Wati memegang dadanya, ia tambah terkejut mendengar sendiri pengakuan dari orang didepannya

"K-kalo kamu bukan Alden, lalu siapa kamu sebenarnya dan d-dimana den Alden yang asli?"

"Aku gak tau bi. Aku terbangun dengan amnesia lalu disaat ingatanku kembali, aku baru sadar bahwa ini bukan wajah aku yang dulu dan ini bukan kehidupan aku" jelas Alden dengan terisak

"Bu!! Ibu kenapa, ada apa ini!?"

Pak Arman menghampiri istrinya yang tengah memegang dadanya dengan raut terkejutnya. Ia juga melihat Alden, anak majikannya yang menangis terisak didepannya

"Pa, ternyata benar dia bukan den Alden pa. Ibu denger sendiri!" ucap bi Wati seraya memegang erat lengan suaminya

Pak Arman menatap Alden dari atas ke bawah, ia coba menelisik perbedaan orang dihadapannya ini dengan anak majikannya

"Lalu siapa kamu? Dan bagaimana ini bisa terjadi?"

Alden menarik nafas panjang "aku Althan bukan Alden. Ada orang yang sengaja menukar wajah kami saat kecelakaan itu terjadi"

Alden menceritakan panjang lebar tentang yang dialaminya sedari awal ia yang akan menolong Alden yang asli malah ikut terjebak dalam situasi yang tidak ia inginkan

"Aku gak mau pak, bi hidup seperti ini. Menjalani hidup dengan wajah orang lain bukan keinginan aku" Alden tertunduk dengan terisak

Pak Arman memegang bahu Alden "bapak tau kamu ini orang baik. Lalu dimana den Alden yang sebenarnya?"

"Aku gak tau pak, aku dinyatakan meninggal karena perampokan dan kemungkinan orang itu..."

Bi Wati menggelengkan kepalanya "gak gak mungkin den Alden udah meninggal" ia ikut terisak mendengar bahwa anak majikannya meninggal

"Jadi pak Danu kerja disini hanya karena ingin mengancam kamu? Kenapa kamu gak bilang semuanya sama pak Darwis, mungkin beliau bisa membantu kamu dan membalas orang tersebut" ucap pak Arman

"Aku gak punya bukti apapun, aku takut papa Darwis gak akan percaya dengan semua ini. Dan bisa jadi nanti pak Danu memutar balikkan fakta"

"Aku juga takut pak Danu ngapa ngapain bunda sama adik aku. Bunda baru aja menjadi korban tabrak lari. Aku yakin ini pasti perbuatan mereka" jelasnya panjang lebar

"Tapi—"

"Loh ada apa ini? Al kenapa kamu nangis!?"

Alden melebarkan matanya, ia dengan segera menghapus air matanya melihat kedatangan Yasmin

"Ahh.. m-mama, aku gak apa apa"

Yasmin memegang bahu anaknya, ia menatap bi Wati dan pak Arman yang dihadapannya

"Ada apa ini pak, bi kenapa Alden nangis!?"

Yasmin tau ada yang disembunyikan oleh anaknya, ia tahu anak bungsunya itu sekeras batu. Jadi baru kali ini ia melihat Alden menangis

Pak Arman hendak mengucapkan sesuatu, namun melihat mata Alden yang seolah memohon dan menggelengkan kepalanya pelan

"Aku beneran gapapa ma, tadi ada kecelakaan. Aku cuma kasian karena aku juga pernah mengalaminya"

Jelas Alden seraya menenangkan Yasmin yang masih mengkhawatirkannya

Yasmin menangkup pipi Alden "Beneran hanya karena itu?"

Alden mengangguk, ia berusaha menerbitkan senyumnya "iya beneran"

Yasmin menghela nafasnya "yaudah mending sekarang kamu istirahat"

"Iya ma"

Yasmin menarik Alden memasuki rumah, Alden menolehkan kepalanya menatap bi Wati dan pak Arman yang masih menatapnya





***



Sebuah mobil memasuki pekarangan rumah yang terlihat sangat mewah
Sang supir keluar terlebih dahulu untuk membukakan pintu untuk tuannya, Erick Satya Gilbert yang tengah merapikan jasnya sebelum turun dari mobil

Memang kebiasaannya ia selalu pergi ke luar negeri dengan waktu yang cukup lama untuk urusan bisnisnya. Namun hanya saja ia tadi sempat mampir ke suatu tempat

"Maaf tuan ini ada titipan dari seseorang yang mengaku anaknya mbok Darmi. Dia sudah beberapa hari ini menunggu kedatangan tuan untuk menyampaikannya langsung. Tapi sekarang beliau hanya bisa menitipkan ini tuan. Kata beliau surat ini harus diterima langsung oleh tuan" Jelas penjaga kediaman keluarga Gilbert tersebut seraya menyerahkan map coklat

Erick mengernyitkan dahinya, untuk apa anaknya mbok Darmi ingin menemuinya.
Padahal ia sudah memberikan kompensasi atas meninggalnya mbok Darmi yang kecelakaan saat bekerja dikediamannya dua tahun lalu

Mbok Darmi merupakan pembantu yang sudah sangat lama menemaninya, bahkan sebelum menikah ia sudah mempekerjakan mbok Darmi

Namun dua tahun lalu mbok Darmi kecelakaan jatuh dari tangga kediamannya. Jelas ia harus tanggung jawab. Ia memberikan kompensasi yang cukup besar untuk keluarga mbok Darmi. Ia pun ikut mengantarkan ke pemakamannya karena ia sangat menghormatinya

Mbok Darmi sangat begitu berjasa bagi keluarganya. Ia selalu menemani istrinya dan membantu mengasuh anaknya, Theodore.

Erick menganggukkan kepalanya, ia mengambil map coklat tersebut "baik, kamu boleh kembali bekerja"

"Baik tuan"














_____________________________

Not Me (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang