Chapter 25

4.8K 305 3
                                    

***

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

"Al kalo ada sesuatu yang menggangu pikiran kamu. Cobalah terbuka dengan papa sama mama. Bicara sama kami kalo kamu ada masalah"

Darwis akhirnya buka suara. Saat ini mereka sedang melaksanakan makan malam. Namun semua tatapan mata tertuju pada Alden. Kali ini ada yang berbeda dengan suasana makan malam yang terasa hening. Tidak seperti biasanya Alden yang selalu bertanya apapun saat makan atau mengomentari makanan yang ia makan. Sekarang Alden makan dengan tatapan yang kosong

Alden menatap Darwis lalu ia menggelengkan kepalanya "aku baik baik aja pa"

Yasmin sudah menceritakan semuanya kepada suaminya saat pulang kerja. Perubahan Alden membuatnya berpikir jika ingatan anaknya itu sudah kembali yang membuat sikapnya seperti itu

"Apa ingatan kamu sudah kembali?"

Semua yang mendengar itupun terdiam menatap Yasmin. Terutama Alden yang sedikit melebarkan matanya

"N-nggak k-kok ma" jawab Alden dengan gugup

Ashton melihat gerak gerik Alden. Kenapa adiknya terkejut dengan pertanyaan mamanya dan kenapa harus gugup? jika benar memang ingatan adiknya kembali tapi kenapa ia masih merasa bahwa adiknya sekarang bukan seperti adiknya yang dulu?

Yasmin mengembuskan napasnya "mungkin kamu butuh waktu, mama akan selalu ada kalo kamu mau cerita Al" ujarnya menatap sendu anak bungsunya

"I-iya ma"



***



"Bunda kenapa?"

"Ehh...bunda juga gak tau tiba tiba nangis gini" Riani mengusap pipinya, ia sendiri tidak sadar kenapa meneteskan air matanya

"Apa filmnya sedih bun? Tapi itu kan acara komedi" tanya Elvan bingung

Elvan tengah mengerjakan tugas sekolahnya dimeja ruang tengah, sedangkan Riani yang tengah menonton televisi diatas sofa dan tak lupa juga kucing putih yang tidur diatas pahanya

Elvan menghela nafasnya menatap sendu wajah bundanya, ia tahu pasti bundanya tengah merindukan kakaknya

"Yaudah bunda tidur aja. Aku juga udah selesai kok tugasnya mau tidur juga" ujarnya seraya membereskan buku yang berserakan

"Iya, kamu jangan lupa gosok gigi dan cuci kaki"

Elvan yang mendengar itupun mengerucutkan bibirnya "aku udah besar bun, bukan anak kecil lagi"

Riani terkekeh, ia memindahkan Michi si kucing putih ke samping lalu ia menekan remote tv untuk mematikan "yaudah bunda duluan ke kamar"

Elvan mengangguk menatap Riani yang memasuki kamarnya



***



Alden memasuki kamarnya, ia melangkahkan kakinya menuju meja belajar yang berada disudut kamarnya. Ia menelungkupkan kepalanya pada lipatan tangannya yang berada diatas meja. Isakan kecil kembali terdengar dibibirnya

"Yaudah aku nganterin pesanan ini dulu ya bun" Althan tersenyum manis menatap wajah Riani

"Kamu sama Elvan aja nganterinnya, bunda takut ada apa apa sama kamu" Riani mengelus rambut Althan

Althan lantas memeluk erat Riani "bunda tenang aja biar aku sendiri, kan udah biasa aku nganterin pesanan sendiri"

"Tapi hari ini perasaan bunda gak enak banget takut ada apa apa sama kamu" Riani membalas erat pelukan Althan, sungguh hari ini ia sangat tidak tenang hatinya.

"Gak apa apa bun, bunda tenang aja ya. Yaudah aku pergi" Althan lantas melepaskan pelukannya

"Kak mending aku temenin" sahut Elvan

"Gak usah kamu disini aja jaga bunda dan toko" jawab Althan

"Tapi aku takut kakak kenapa napa" Elvan menatap khawatir Althan

Althan terkekeh "Aduh bunda sama Elvan ini ada apa sih, kan biasanya juga aku nganterin pesanan gak apa apa kan" ia lantas memeluk Elvan

Alden teringat pembicaraannya dengan Riani saat sebelum peristiwa itu terjadi. Seharusnya ia mendengarkan apa yang bundanya katakan. Apakah jika ia tidak pergi mengantar pesanan, semuanya akan baik baik aja? Apakah ia akan tetap menjadi Althan?

"Bunda disini cuma punya kamu, bunda gak mau kamu ninggalin bunda"

Althan tersenyum menatap Riani, ia mengambil tangan bundanya lalu ia genggam "kita akan terus bersama bun....aku juga cuma punya bunda"

Riani tersenyum lalu ia mencium kening anaknya "bunda gak nyangka kamu udah besar"

Althan terkekeh "bun walaupun Althan udah besar tapi Althan tetap sayang sama bunda"

Alden semakin terisak mengingat kebersamaan dengan bundanya. Ia tidak tau apa salahnya sehingga ia mengalami semua ini

"Bunda..... Althan kangen sama bunda.." gumamnya



***



Ashton kembali menutup pintu kamar adiknya dengan pelan. Kemudian ia pergi melangkahkan kakinya menuju kamarnya sendiri

Ashton berjalan menuju balkon kamarnya, ia menyanggakan tubuhnya pada besi pembatas balkon, ia menyelinapkan rokoknya dikedua jarinya, sebelah tangannya memetikan koreknya untuk membakar ujung rokoknya. Kepulan asap keluar dari bibirnya saat ia menghembuskannya

Benaknya memikirkan kembali saat ia mengintip adiknya yang tengah menangis. Ia awalnya hanya ingin bicara, namun saat membukakan pintu kamar adiknya ia melihat Alden yang sedang terisak dengan menelungkupkan kepalanya diatas meja. Ia lantas kembali lagi, membiarkan adiknya menangis

Ashton tidak mengerti apa yang ia rasakan saat ini. Melihat keadaan adiknya membuat perasaannya tidak tenang. Ia ingin adiknya membicarakan padanya masalah yang dihadapinya, ia ingin menjadi pelindung bagi adiknya. Namun ia tidak ingin perannya sebagai kakak, malah ia ingin melindunginya sebagai halnya kekasih?

Ashton membuang puntung rokok yang kini telah habis. Ia memegang erat pembatas balkon dengan kedua tangan yang membuat uratnya menyembul

"Arrghhh..... Bagaimana mungkin gw suka sama adik gw!! Kembaran gw sendiri!!"

Ashton memukul pembatas balkon tersebut. Ia tahu perasaan ini bukanlah perasaan sebagaimana kakak pada adiknya. Namun ia tidak tau mengapa perasaan ini hadir dihatinya. Perasaan yang harusnya tidak ada atau tidak mungkin akan pernah ada dihatinya













___________________________________

Maaf mungkin nanti kedepannya bakal bingung dengan penulisanku, seperti Alden yang memikirkan dirinya saat menjadi Althan dulu. Semoga kalian tidak bingung ya!

Jangan lupa vote nya!!

Not Me (BXB)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang