28. ANGKAZLAS

10 7 0
                                    

。⁠:゚Happy Reading゚⁠:⁠。

"Abang udah izin sama Nyokap dia?"Tanya Alan pada Alvin.

"Hm."

"Jadi, tujuan kita ngumpul buat apa kalo cuma diam kek gini."Ujar Alan.

"Duduk."Jawab Gibran.

"Napas."Jawab Alvin.

"Melihat."Jawab Alfa.

"Mendengar."Jawab Keenan.

"Tebar pesona."Jawab Satria seraya menyugar rambutnya ke belakang dengan menggunakan jemari tangan kanannya.

Mereka hanya bisa geleng-geleng kepala, mereka heran dengan sifat Satria yang sekarang.

Satria berdiri dari duduknya."Mau kemana?"Tanya Gibran saat melihat Satria berdiri dari duduknya.

"Toilet."Jawab Satria, mereka hanya menganggukkan kepalanya sebagai tanggapan. Satria pun melangkahkan kakinya pergi dari sana menuju toilet.

☆☆☆☆☆

Satria keluar dari toilet khusus lelaki, tiba-tiba seorang perempuan tidak sengaja menabrak bahu kanannya.

"Maaf."Ucap perempuan tersebut sambil membalikkan tubuhnya.

"Rora."Ucap Satria dalam hati.

"Tria."Gumam perempuan tersebut. Yakni Aurora

Satria membalikkan tubuhnya dan melangkah kakinya pergi dari sana. Namun, langkahnya terhenti kala Aurora mencela pergelangan tangan kanannya.

"Sweety ayolah."Ucap seorang lelaki seraya merangkul pundak Aurora dengan menggunakan tangan kanannya.

"Mereka telah menunggu."Lanjutnya lalu membawa Aurora pergi dari sana.

Aurora menghentikan aksi lelaki tersebut lantas menatap Satria.

"Lo Tria?"Tanya Aurora sembari menatap manik mata milik Satria.

"Hm"Satria melepaskan cekalan Aurora lalu melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti.

"Kenapa begitu sangat berbeda."Ucap Aurora dalam hati.

"Dia orangnya?"Tanya lelaki tersebut.

"Hm."

"Sepertinya dia begitu terpuruk, sehingga menjadi seperti itu."Ujar lelaki tersebut seraya menatap Satria yang berjalan pergi dari sana.

"Hm, gue juga ngerasa kayak gitu."Ujar Aurora.

Mereka berdua membalikkan tubuhnya dan melangkah kakinya pergi dari sana sambil saling merangkul pundak satu sama lain.

Terlihat dari arah sana, Satria yang kini menatap mereka dengan tatapan yang sulit diartikan dengan kedua telapak tangan yang mengepal erat dan kuat.

Satria melangkahkan kakinya menuju meja yang di tempati Alfa dkk.

Mereka yang tadinya asik berbincang-bincang kini teralihkan menjadi hening saat kedatangan Satria dengan wajah yang datar.

Satria langsung mengambil handphonenya yang ada di atas meja lalu melangkahkan kakinya menuju parkiran Cafe.

Alfa dkk terheran-heran melihat kedatangan Satria dengan raut wajah datar.

"Tria kenapa?"Tanya Liona pada mereka.

Alan mengedikkan kedua bahunya. Sedangkan yang lain menggelengkan kepalanya sebagai tanggapan.

Alvin mengusap lembut surai rambut milik Liona dengan menggunakan tangan kanannya."Mungkin Tria lagi ada masalah."Ucapnya dengan lembut.

Mansion Alvagantra

Gibran memasuki Mansion dengan gaya coolnya. Saat ia ingin memasuki lift, tiba-tiba matanya tidak sengaja menangkap suatu objek yang kini membuat dirinya tidak jadi memasuki lift.

Gibran melangkahkan kakinya menuju ruang makan yang tidak jauh dari sana. Dapat ia lihat, seorang perempuan setengah baya yang kini tengah tertidur di meja makan dengan kedua tangan yang dijadikan sebagai bantal.

Gibran menyingkirkan anak rambut yang menghalangi penglihatannya. Ditatapnya perempuan setengah baya tersebut yang kini tengah tertidur dengan pulas dengan dengkuran halus yang setia menjadi pelengkap tidurnya.

"Ma, Mama."Panggil Gibran dengan lembut sambil mengusap lembut surai rambut milik Tasya dengan lembut.

"Mama, hey."

Tasya terbangun dari tidurnya dan menguap dengan kedua tangan yang dibuka dengan lebar.

"Gibran, udah pulang."Ucap Tasya saat melihat Gibran yang kini berdiri di samping kiri kursi yang ia duduki seraya menatapnya dengan intens.

Gibran meraih tangan kanan Tasya dan mencium punggung tangannya."Dari mana aja?"Tanya Tasya.

Gibran mendudukkan dirinya di kursi, tepat di samping kiri kursi yang Tasya duduki."Tadi Gibran mampir di Cafe sama teman-teman."Ucapnya.

Tasya menatap makanan yang ada di atas meja. Ya kali di bawah meja.

"Tadi Gibran cuma mesan minum. Soalnya Gibran cuma mau makan masakan Mama."Ujar Gibran. Tasya yang mendengarnya tersenyum.

"Ya udah, kamu bersih-bersih dulu, terus makan."Ucap Tasya lantas mengusap lembut rambut milik Gibran.

Gibran yang merasakan sebuah usapan pun menoleh kearah Tasya dan langsung memeluknya dengan erat, ditambah dengan air mata yang kini mengalir membasahi pipinya.

Tasya membalas pelukan tersebut sambil mengusap pelan rambut dan juga punggung Gibran dengan menggunakan tangan kanannya.

"Eh, kok nangis?"Tanya Tasya kala merasakan sesuatu yang basah pada bahu kirinya.

Tasya berusaha melepaskan pelukan tersebut. Namun Gibran tetap memeluknya dengan erat sambil menangis.

"Hiks hiks."

"Sstt, kenapa hm?"Tanya Tasya dengan lembut sembari mengusap rambut bagian belakang Gibran dengan menggunakan tangan kanannya.

"Kangen pelukan Mama."Ucap Gibran dengan lirih.

Tasya membiarkan Gibran memeluk sampai puas, ia juga merindukan pelukan Gibran. Anak yang selama ini ia hiraukan.

Tidak lama kemudian, Gibran mengurai pelukan tersebut lalu menatap Tasya."Boleh ngga, kalau Gibran minta peluk setiap hari?"Tanya Gibran dengan suara serak, ditambah dengan bola mata putih yang memerah dan hidung yang ikut memerah akibat menangis.

"Boleh dong, masa ngga boleh."Jawab Tasya seraya tersenyum simpul. Gibran yang mendapatkan jawaban yang ia inginkan langsung saja memeluk Tasya dengan erat.

"EKHEM."

。⁠:゚To Be Continue゚⁠:⁠。

Written
Jum'at 29 Desember 2023

Publish
Rabu 27 Maret 2024

ANGKAZLAS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang