Sorry for typo...
Bugh!
Kerah baju Alvin ditarik kasar dari arah depan oleh kakak kelas yang lebih tinggi darinya beberapa centi. Seragam yang Alvin kenakan sudah kotor terkena tanah, akibat terjatuh karena tidak siap mendapat tinjuan terlampau keras dari lawan. Belum puas dengan hasil tinjuannya, sekali lagi lelaki bernama Galand itu melayangkan tinju pada pelipis kiri Alvin.
Alvin sampai jatuh tersungkur karena pandangannya sempat memburam akibat tinjuan keras yang Galand layangkan.
"Kenapa lo ngga ngelawan goblok! Mau ngadu kan lo? Dasar bocah ingusan!"
Seru Galand dengan napas terengah-engah menahan emosi. Galand harus bisa mengendalikan emosinya, bisa-bisa ia membunuh bocah dihadapannya ini. Sudah cukup Galand dicap jelek, ia tidak mau dicap sebagai pembunuh karena Galand bukanlah orang yang seperti itu. Ia masih punya hati untuk tidak mengantar nyawa orang ke akhirat.
"Alasan lo mukulin gue kenapa kak? ngagetin gue aja. Lain kali kalo mau bikin gue bonyok ngomong dulu, biar gue siap ngelawan."
Alvin berujar lirih sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah menggunakan telapak tangan. Alvin malas melawan karena pagi ini ia tidak sempat sarapan, daripada melawan balik dan berujung dihajar lebih dari ini, maka Alvin lebih memilih untuk tidak membalas dan membiarkan Galand berhenti dengan sendirinya.
Alvin sepertinya salah sangka karena nyatanya Galand tetap memukulinya dengan napas terengah-engah kesal. "Sialan lo!! Dasar lemah!!
Pengecut kayak lo apa menariknya hah?!"Galand berseru kesal, menatap tajam mata Alvin. Bocah ini sepertinya sengaja membuat emosi Galand tidak terkendali. Sejak tadi terus diam dan tidak memukul balik.
Galand termakan cemburu karena kedekatan Yuna dengan Alvin.
Sebelumnya Galand memang sudah menaruh cemburu setiap mendengarkan Yuna menceritakan tukang paket imut yang katanya sekarang satu sekolah dengan mereka. Galand sadar jika Yuna jatuh cinta pada orang itu.
Sebagai pecinta Yuna diam-diam, Galand jelas mengalami problematika dalam percintaan. Awalnya saja ia sudah ingin mencelakai Alvin dengan menjadi panitia pramuka yang tanpa belas kasih memberi intruksi berbeda dan lebih berat dari anak lain pada Alvin.Galand sedikit puas akan itu. Tapi melihat akhir-akhir ini Yuna malah semakin dekat dengan Alvin. Bersama setiap hari, berbagi bekal dan bahkan tidak ragu mereka berdua sering tertangkap tengah bergelanyut, berpelukan dan yang paling parah tadi pagi Galand melihatnya dengan mata kepala sendiri bahwa Yuna mengecup pipi Alvin sebelum berlari menuju kelasnya sendiri. Padahal Alvin tidak salah apa-apa disini, entah kenapa Galand malah melampiaskan kecemburuannya pada bocah polos seperti Alvin yang sama sekali tidak berpengalaman dengan percintaan remaja.
"Oyy cha, icha.."
Panggil Fahri pada Icha yang duduk dibangku depan. Icha yang dipanggil langsung menoleh malas.
"Apa?"
"Lo liat Alvin ngga? Tadi katanya mau duluan ke kelas tapi kok pas gue susul ngga ada siapa-siapa dikelas."
"Ke kamar mandi kali."
Fahri berniat mencari Alvin ditoilet tapi guru sudah datang ke kelasnya. Alhasil Fahri tidak jadi keluar dan menunggu Alvin kembali ke kelas.
15 menit
20 menit
30 menit
1 jam
Dan bahkan kelas sudah hampir bubar tapi Alvin tidak kembali ke dalam kelas.
Kemana Alvin? batin Fahri dan Icha khawatir. Sejak tadi mereka berdua tidak fokus pada penjelasan guru didepan sana dan malah menggerakan sepatu dengan gusar dibawah meja.
🄰🄻🅅🄸🄽
"Eh Ven, lo deket sama tukang burger yang diperempatan jalan? kok bisa foto bareng gitu?"
Thony, rekan kerja Steven berceletuk saat melihat wallpaper laptop Steven terpampang. Wajah Steven dan satu pemuda manis dalam rangkulannya yang Thony kenal sebagai pekerja ditoko burger.
"Hah?! lo ngatain adek gue tukang burger Thon?!"
Steven bertanya dengan nada tidak santai. Hampir saja memukul meja jika tidak ingat kini mereka berada di hotel jamuan klien.
"Hah?! Seriusan adek lo? Bisa-bisanya adek lo kerja? Katanya masih sekolah?"
Thony bertanya dengan heran. "Beda banget sama kakaknya." Batinnya menjerit karena Steven benar-benar beda jauh dengan adiknya yang tampak manis itu. Beberapa kali Thony memang sempat berbicara dengan Alvin saat bocah itu tengah melayani kasir, kadangkala juga menonton Alvin memanggang burger, benar-benar objek yang bagus untuk dijadikan tontonan. Thony saja tidak bosen memandang rupa imut yang ternyata malah adalah adik seayah Steven.
"Heh, mau kemana lo?"
"Gue cabut dulu. Lo yang handle ya Thon."
Tanpa menunggu persetujuan, Steven segera berlari keluar dari lingkungan pelataran hotel, meninggalkan Thony sahabatnya mengurus pekerjaannya.
"Sialan! mentang-mentang jadi bos suka seenaknya aja."
Hampir saja Thony mau ikutan kabur, tapi niatnya segera ia urungkan saat notif transferan uang masuk ke rekeningnya.
"Haha, tau aja si bos."
Ujarnya bangga sambil menikmati minumannya. Seorang Thony tidak bisa marah jika sudah mendapat jatah.
Ditempat yang tidak dijangkau, seorang Alvin tertidur pulas diatas ranjang klinik. Rupanya terlalu dalam bermimpi sampai tidak sadar jika hari sudah mulai gelap. Bocah itu baru bangun saat seorang perawat menepuk-nepuk lengannya yang tidak tertempel plester.
"Bangun dek. Udah mau malem, takutnya adeknya dicariin orang rumah."
Alvin yang baru bangun dari tidur sorenya mengedipkan mata beberapa kali sebelum turun dari ranjang dan berpamitan.
"Makasii kak."
"Iya, hati-hati pulangnya."
Alvin pulang. Baru terpikirkan dengan HP dan tasnya yang ia tinggalkan di kelas. Entah Fahri membawakannya atau tetap ditinggal, Alvin sama sekali tidak tau. Untung saja uang jajannya ada di kantong saku celana. Bisa gawat kalo sampai uangnya tertinggal, Alvin tidak akan bisa berobat di klinik dan membeli foundation untuk menyamarkan lebam bekas tonjokan Galand.
Sebelum pulang Alvin memang memperbaiki penampilannya ditoilet umum. Berbekal foundation yang baru saja ia beli ditoserba untuk ia usap-usapkan kebeberapa bagian wajahnya yang tampak menyedihkan. Bahkan seharian ini ia baru makan tadi, hanya mengganjal perut dengan roti tawar berselai coklat yang sempat ia ambil ditoserba. Uang saku yang ia bawa hanya cukup untuk membeli itu. Hanya tersisa 4000 rupiah untuk kembaliannya.
Dan tidak ada jalan lain selain jalan kaki untuk pulang ke rumah. Karena petang begini kendaraan umum sudah tidak ada, HP pun tidak bawa.
Baru saja Alvin akan kembali berjalan, tiba-tiba suara klakson mobil mengagetkannya. Alvin pun menoleh penasaran ke arah mobil yang berhenti di belakangnya.
Itu kakaknya.. Steven dengan wajah menahan emosi mendekat ke arah Alvin yang sudah ketakutan di tempatnya berdiri.
▀▄▀▄To Be Continued▄▀▄▀
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVIN PARKER (END)
FanfictionFamily Brothership Alvin dan kesehariannya dengan keluarga Parker yang menganggapnya seperti bayi. "Cup cup cup. Udah ah nangisnya. Besok ayah beliin motor matic kalo adek nurut hm?" "Janji?" Tanya Alvin sembari mengelap air matanya menggunakan len...