5. Mulai Berbaur

1.4K 112 12
                                    

Sorry for typo...





Alvin mencoba tersenyum walau terpaksa. Ia sudah melihat sendiri kakak-kakaknya yang seperti tidak menyukai kehadirannya diruang makan. Steven yang menjemputnya pulang tadi mendadak ijin pergi menginap di rumah teman, beralasan sedang bosan dirumah.

Bukankah ketara sekali jika saudara tiri Alvin belum bisa menerimanya. Bahkan setelah devran menjadi pelaku terjadinya kecelakaan yang dialami Alvin. Saudaranya itu tidak kunjung menampakkan diri untuk sekedar meminta maaf.

"Kakak-kakak kamu itu masih malu, mohon maklum ya vin."

Julia berusaha memberikan alasan pada Alvin agar Alvin tidak berpikir macam-macam.

"Biasanya juga malu-maluin lho. Bentar biar ayah yang panggil ya."

Alvin hanya mengangguki perkataan kedua orangtuanya dan kembali menunduk. Alvin merasa tidak pantas berada ditengah-tengah keluarga orang lain seperti ini. Rasanya tidak nyaman walaupun mungkin kebutuhannya terpenuhi jika berada di keluarga ini.











"Hai, Gue Devran. Sorry, Gue yang waktu itu ngga sengaja nabrak motor lo."
Seseorang yang Alvin pikirkan mendadak datang membuat Alvin mendongak dengan ekspresi sedikit terkejut, namun buru-buru menetralkan ekspresinya sebelum membalas jabatan tangan Devran. Sambil tersenyum dan mengangguk Alvin juga menyebutkan nama panggilannya. "Alvin."

"Alvin ya? Kenalin ini mamas kembar, tapi emang ngga ada mirip-miripnya si. Gue Gerry dia Rafiv. Tuh kan, dari namanya aja ngga ada mirip-miripnya. Ngga kayak upin ipin hehe."

Gerry benar-benar beda, hanya perlu waktu beberapa detik ia sudah dapat menciptakan suasana hangat diantara mendung-mendungnya ketiga saudaranya yang lain. Bahkan Gerry mengambil tempat duduk di samping tempat duduk Alvin tanpa canggung. 

"Lo umur berapa vin? masih SMP pasti ya?"

"16 kak. Udah tua hehe."

Gerry membuat gestur menjatuhkan rahangnya ke bawah mendengar fakta yang tidak disangka-sangka. 

"Tuaan gue lah dek, tapi masih lebih tuaan kak Steven si, udah mau kepala 3 tapi masih lajang."

Untung saja tidak ada Steven, anak itu mungkin akan mengamuk mendengar penuturan Gerry. Steven cukup sensitif jika menyangkut umurnya yang memang terpaut jauh dari adik-adiknya.

"Emang kak Gerry umur berapa?" 

"Berapa ya? coba tebak dek."

"17 ya??" 

"Salah, hehe. Lo kok ngga keliatan kayak umur 16 ya vin. Tau ngga awalnya gue ngira umur lo berapa?"

Alvin menggeleng tidak tau. "Mungkin lebih tua?"

Gerry menggeleng. "Gue ngira lo masih 13 tahun ish, lo punya muka baby face banget vin. sumpah gue sampe salfok kalo liat pipi lo mirip mochi jepang."

Setelahnya, tawa keluarga memenuhi ruang makan yang tadinya hening kini tampak lebih hidup. Julia juga mendapati Vincent tersenyum begitu lebar setelah sekian lama.

Usaha Gerry mengakrabkan diri pada Alvin dengan bertanya-tanya sedikit rupanya membuahkan hasil. Alvin nampak lebih baik sekarang. Dari yang nampaknya murung menjadi cerah kembali.

Tidak ketinggalan Gerry dengan cekatan mengambilkan nasi untuk Alvin dan menawarinya berbagai lauk yang ada. Dari sekian banyaknya lauk rupanya hanya daging rendang yang Alvin pilih, tidak seperti saudaranya yang lain yang mengambil berbagai macam lauk mulai dari daging-dagingan, sayur kangkung, berbagai macam tumisan seafood dan tidak ketinggalan bebagai gorengan memenuhi piring makannya.




🄰🄻🅅🄸🄽

"Tumben lo main ven. Biasanya diajak main ngga mau, lagi kesambet po? Atau lagi butuh duit? Tapi ngga mungkin juga si seorang tuan muda Steven tiba-tiba butuh duit."

Ya, Teman-teman nya tahu betul jika mustahil bagi seorang Steven meminjam duit. Kecuali jika mungkin sedang tidak memegang uang cash saat berbelanja di pasar atau jajan pinggir jalan.

"Ngga suka ya kalo gue kesini cuma pas ada butuhnya doang? Gue lagi males di rumah btw, mau nginep dihotel juga bosen."

"Lagi tengkar ma adek? Tumben."

"Kalo tengkar mah udah biasa di rumah. Gue lagi males aja rumah gue kedatengan curut."

Thony selaku teman sejawatnya mengangguk, memilih untuk ke dapur mengambil minuman kaleng.

"Gue numpang tidur ya thon!! Besok gue transfer uang ke elo."
Tanpa menunggu balasan, Steven sudah berjalan menuju kamar sahabatnya untuk segera tidur.




🄰🄻🅅🄸🄽

"Biar Alvin bantu bun."
Pagi-pagi sekali Alvin sudah sibuk berjalan ke sana kemari di dapur. Membantu julia memasak sarapan dan bekal untuk kakak-kakaknya. Walaupun julia sudah biasa sendirian menyiapkan masakan untuk 6 anggota keluarga nya, namun sekarang dengan adanya bantuan dari si kecil membuat pekerjaannya menjadi lebih ringan dan cepat selesai.
Bersyukur sekali rasanya memiliki anak tiri sepengertian Alvin. Masih kecil namun sangat cekatan dalam hal memasak.

"Udah biasa bantu-bantu ya vin? Jago banget motong-motongnya. Ngga kayak anak bunda yang takut sama bawang merah, apalagi penggorengan. Masak telor ceplok aja pake helm, apalagi kalo bunda suruh masak ikan, pasti lari semua ngga ada yang mau bantu."

Alvin dan bundanya tertawa bersama. Membayangkan sosok kakak-kakaknya yang terlihat sangar namun takut dengan hal-hal terkait masak sukses membuat mereka tertawa geli. 

Dulu sewaktu Alvin tinggal bersama ibunya memang Alvin sering membantu ibunya bekerja. Pulang sekolah menyusul Celline ke rumah majikan untuk bantu-bantu, terkadang juga mengemas sisa makanan untuk dibawa pulang. Majikannya dulu memang sangat eman ketimbang dengan majikan warteg sebelumnya yang akan marah jika jualannya tidak habis.





🄰🄻🅅🄸🄽

Alvin mengintip lewat jendela kamar. Memperhatikan satu persatu keluarganya yang pergi meninggalkan rumah untuk menjalani aktivitas masing-masing.
Alvin sendiri masih dalam masa pemulihan, berdiam diri dirumah dan mungkin ia akan melakukan beberapa hal ringan guna menghilangkan bosan.

Semalam, Vincent sudah menjelaskan semua tentang Alvin dan kaitannya dengan mantan kekasih serta julia, bunda tirinya.
Dulu Vincent menjalani hubungan diam-diam dengan ibu Alvin, Celline. Namun karena orangtua Vincent sudah menjodohkan Vincent dengan Julia, maka mau tak mau Vincent yang sangat mematuhi perintah orangtuanya terpaksa menurut untuk menikahi Julia.

Saat itu hubungannya dengan Celline masih tetap berjalan. Vincent enggan memutuskan sang kekasih karena memang Vincent sudah teramat mencintai Celline. Hingga Vincent dan Celline melakukan hubungan terlarang dan lahirlah Alvin kecil, Celline yang saat itu diancam oleh keluarga Vincent langsung menjauh dan mencoba bersembunyi dari sosok Vincent.

Katakanlah Vincent serakah, mencintai 2 wanita sekaligus. Ingin mendapatkan keduanya tapi orangtuanya tidak merestui hubungannya dengan Celline.
Jadi Celline memilih mengorbankan perasaannya dan membiarkan Vincent bahagia bersama keluarganya.

Celline tentu saja tidak mau menjadi pengganggu rumah tangga orang, memilih pergi dan merawat anaknya seorang diri, melimpahkan kasih sayang terhadap bayi mungil tidak berdosa itu ditengah peliknya kehidupan.
















▀▄▀▄To Be Continued▄▀▄▀

ALVIN PARKER (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang