33. Refresing Terakhir?

669 62 15
                                    


Sorry for typo...





Alvin sudah bersiap untuk liburan. Ya, sebenarnya memang meliburkan diri sih. Karena ini masih hari-hari sekolah seperti biasanya. Alvin hanya mengambil cuti beberapa minggu, oh tapi mungkin sudah 1 bulanan ini ia tidak masuk sekolah.

Fahri dan icha, tidak terhitung banyaknya pesan dan panggilan video dari keduanya untuk Alvin. Memastikan sahabat kesayangan mereka kembali sekolah dalam kondisi baik.

"Mau liburan kemana Vin?"

Kali ini icha menelepon di sela-sela jam istirahat sekolah. Kebetulan Alvin juga tengah menunggu kakak-kakaknya bersiap untuk liburan. Alvin hanya disuruh untuk duduk manis di sofa dan menunggu semuanya siap. Semua barang-barang yang perlu dibawa sudah disiapkan lengkap oleh Julia.

Alvin sudah seperti bos kecil, tapi outfit yang ia kenakan cenderung seperti kostum musim dingin versi anak kecil. Syal tebal, sweater hangat dan beanie putih semakin menambah kesan imut pada Alvin.

"Ke Lotte world cha. Kayaknya bakal jadi pengalaman pertama dan terakhir."

Raut yang tadinya ceria mendadak lesu.

"Hey, apa-apaan yang terakhir? Kan bisa ke Lotte world lain waktu lagi sama mami, bareng Yuna juga."

Alvin tersenyum, ya semoga saja ada lain waktu untuknya.

"Alvin, vin, Alvinaa..."

Suara gadis lain membuat keributan membuat Alvin langsung mengenalinya. Siapa lagi jika bukan Yuna, si perusuh sekaligus pacarnya yang selalu menyuruhnya untuk segera kembali bersekolah.

"Anjir Yuun! HP guee!!"

"Pinjem dulu la bentaran, gue ngga bawa HP."

Yuna berusaha menjauh untuk mencari tempat yang tidak terlalu ramai.

Mengganti panggilan teleponnya menjadi panggilan video.

Bibir Yuna mengerucut sedih begitu Alvin menunjukkan diri sambil tersenyum dibalik layar HP. Terlalu manis, Yuna tidak tahan ingin mengecup pipi Alvin secara langsung.

Mereka berdua sudah jadian secara online, dengan Fahri dan Icha sebagai saksi saat seorang Alvin Parker menyatakan cinta monyetnya pada Yuna. Sebut saja cinta monyet karena Alvin sebenarnya belum terlalu mengerti dengan hal berbau cinta lawan jenis selain bunda dan ibunya.

Alvin hanya merasa Yuna seperti sosok yang memenuhi hatinya akhir-akhir ini. Puncaknya saat Alvin diopname karena demam, demam separuh rindu dan seperempatnya memang karena efek sakit yang diderita.

"Alvin cepet sembuh yak. Nurut sama dokter dong biar ngga sakit mulu."

Alvin mendengus. Yuna tidak mengerti, Alvin selama berminggu-minggu ini selalu menuruti semua pesan dokter. Nyatanya tidak ada perubahan yang baik dan malah sekarang menjadi semakin parah sepertinya. Karena Alvin bisa merasakannya, pusing yang biasanya hanya terjadi selama 2-3 jam kini malah bisa sampai setengah hari Alvin tepar karena kepalanya terasa sakit dan berat. Berakhir tidur karena obat bius yang diberikan oleh dokter Robin.
Ya, setidaknya tidur seharian lebih baik daripada harus menahan sakit kepala yang membuat kondisi fisiknya menurun.

"Aku udah nurut tau. Tidur tepat waktu, makan teratur, minum obat rutin, olahraga secukupnya. Tapi ngga sehat-sehat yun."
Ucapnya dengan ekspresi sedih. Pandai sekali membuat hati yuna melembut.

"Aduh, maafin yuna yaa. Yuna yakin, pasti bentar lagi Alvin sembuh. Yuna selalu doa yang baik biar Alvin sehat lagi, biar bisa main bareng, belajar bareng."

"Tidur bareng, uhuuyy!"
Suara teriakan Fahri menjadi backgroud sound tanda bel istirahat berakhir.

Yuna mendelik pada Fahri yang berlari cepat untuk menghindari amukan Yuna.

"Alvin mau yuna kasih apa ntar kalo udah sembuh hm?"

"Yuna udahan dulu ih, udah bel tuh."

"Ih, jahat banget belnya." Ujar yuna mendramatis. Tapi akhirnya tersenyum juga pada Alvin, memberi kata-kata semangat sebelum mematikan panggilan videonya.

Alvin senang karena sudah mendapat amunisi dari Yuna. Semoga saja agenda liburan ke luar negrinya berjalan lancar tanpa halangan.
















🄰🄻🅅🄸🄽

Alvin tersenyum penuh kepuasan, tiga kali ia berputar-putar diwahana ekstrem dan kedua kakaknya malah yang menyerah lebih dulu. Rafiv dan Gerry mengamati Steven, Devran dan Alvin yang masih kuat terombang-ambing di atas sana. Sepertinya mereka bertiga sudah kecanduan dengan permainan. Bahkan tawa Steven terdengar keras dari bawah. Gerry dan Rafiv dengan semangat pun menggunakan ponsel mereka untuk mengabadikan moment mereka bertiga dengan foto.

"Aw, lo ngapain nyubit gue?!"

Rafiv memekik kaget saat Gerry mencubit lengannya tiba-tiba. Gerry tuh suka tantrum kalo lagi gemes, kalo ngga nyubit orang ya pasti gigit orang pake gigi, kan serem.

"Tolong la Fiv, itu Alvin suruh turun aja. Pipinya kayak mo jatuh itu kena angin."

"Ya Tuhaan..ngga kuat gue mau pingsan."

Gerry menempelkan punggung tangannya ke dahinya sendiri, membuat gestur alay yang bikin Rafiv segera menjauhi Gerry. 

"Ih, amit-amit. Orang gila. Malu gue punya sodara kembar kayak gitu."

Rafiv berpindah tempat, membiarkan Gerry bertingkah konyol sendirian. Tapi tiba-tiba malah Gerry lari ke arahnya, berakhirlah mereka kejar-kejaran berdua seperti pemeran film bollywood.























"Kok ngga dimakan dek? Mau pesen yang lain aja?"

Alvin menggeleng sambil meringis.
"Lagi nyiapin perut dulu bang Ger."
Ucap Alvin sambil mengusap perutnya dari balik sweater.

"Makan bubur aja ya? Abang pesenin."

Alvin menggeleng ribut saat Steven memanggil pelayan, berniat mencegah tapi Steven sudah lebih cepat memesan.

"Ih, bang Ger. Liat tuh bang Stev. Situ si, aku ngga mau makan."
Alvin ngambek. Menarik kursinya agar duduk di pinggir Gerry, menjauhi Steven yang berusaha meraih Alvin yang berpindah tempat.

Pandangan Alvin memburam selama beberapa detik, membuat jantungnya berdetak kencang karena takut kambuh.
Jangan kambuh please, Alvin lagi refresing setelah seharian boring dirumah sakit.

"Eh, adek ngga papa dek?"
Gerry beralih pandang ke arah Alvin yang berdiri dibelakangnya sambil berpegangan pada kursi.
Merasakan tangan Alvin berpegangan beberapa saat pada punggungnya membuat Gerry langsung menatap khawatir sang adik yang nampak pucat.

Steven juga reflek berdiri memegang kedua bahu Alvin dan menatapnya dengan menggigit bibirnya sendiri. Cemas, panik dan takut saat Alvin hanya diam saja dengan mata sayunya yang berkedip beberapa kali.

"Dek?"

"Aa.. kenapa bang?"

Alvin tersenyum bingung saat pandangannya kembali jelas, meski perlahan.

"Eh, adek mimisan!"

Alvin nampak seperti orang bingung, bahkan saat Gerry sibuk menyumpal darah yang keluar dari hidungnya menggunakan tisu. Alvin tetap diam, seolah tidak merasakan apapun hingga mendadak terkulai dalam pelukan Steven.

Mereka semua panik. Rafiv pun beberapa kali susah membuka pola sandi HP.

"Buruan panggil supir!"

Steven tanpa sengaja berteriak sambil mengangkat Alvin ke dalam gendongan. Berlari keluar dari tempat makan mendahului adik-adiknya yang lain. Tidak peduli jika pengunjung lain memperhatikannya dengan tatapan aneh.




























▀▄▀▄To Be Continued▄▀▄▀

ALVIN PARKER (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang