Sorry for typo...
Seharusnya Alvin tidak mengabaikan perintah bundanya yang menyuruh Alvin untuk sarapan terlebih dahulu. Ditambah hari ini ia melewatkan jam istirahatnya dengan berlatih basket bersama anak kelas lain sampai bel masuk berbunyi. Kini Alvin sudah mulai merasa tidak enak, perutnya sakit sampai ia tidak bisa menyerap materi yang dijelaskan oleh guru di depan. Bahkan sedari tadi Alvin hanya menggigit bibir menahan sakit, tangannya bergemetar jika Alvin gunakan untuk menulis catatan. Alhasil Alvin hanya memejamkan mata dengan kepala menunduk ke bawah.
Fahri, teman sebangkunya sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Alvin yang tidak seperti biasanya. Ada yang aneh.
"Vin, lo kenapa?"
Fahri berbisik dengan kepala menoleh ke samping.Namun Alvin hanya menggeleng dan tersenyum tipis pada Fahri.
Hal itu sukses membuat Fahri menyadari raut wajah Alvin yang berbeda. Bocah yang beberapa bulan lebih muda darinya itu tengah menahan sakit dengan wajah pucat dan keringat yang turun melewati dahi. Satu tangannya terus memegangi perut."Ekhm, buu."
Mendengar suara Fahri yang memanggil gurunya di depan membuat Alvin menggeleng. Tapi hal itu tidak bisa Fahri biarkan."Iya Fahri, mau menggantikan ibu menulis di depan?"
Bu Lastri bertanya balik sambil menyodorkan kapur pada Fahri."Hehe engga bu. Ini saya mau anter Alvin ke UKS dulu ya bu, sakit perut."
"Oo iya Ri silahkan. Hati-hati anternya."
"Aman buu."
Fahri segera memapah Alvin menuju UKS. Teman-teman kelas menatap kepergian Alvin dengan iba."Pasti habis makan pedes ya vin?"
Bu Lastri sempat bertanya saat kedua muridnya lewat di depan."Tadi belum makan Alvin bu. Biasa, latihan basket."
Fahri menjawab pertanyaan bu Lastri lebih dulu sebelum keluar dari kelas."Mami icha jangan sedih ya."
"Huwee, baby boy sakiit. Mami jadi sedih."
Tidak diragukan lagi jika gadis bernama icha itu memang sangat mahir dalam ber drama. Segala jenis genre film dan drama pun ia kuasai, peminat profesi aktris garis keras."Jangan brisik cha, di lihat bu Lastri noh."
Bisik nina pada icha yang tengah mengelap ingus."Hehe, bu."
🄰🄻🅅🄸🄽
Guru BK bingung, entah harus merasa senang atau sedih karena memiliki satu murid langganan yang tidak pernah absen dari pelanggaran, siapa lagi jika bukan Alex Router. Kedua orangtuanya memang menyumbang dana penuh untuk perpustakaan sekolah. Pak Tohir selaku guru BK merasa heran dengan perubahan tingkah laku Alex beberapa bulan ini, tepatnya semenjak kematian adiknya 9 bulan yang lalu.
Tiada lagi Alex yang ambisius sejak hari itu. Semuanya berubah, Alex mulai membangkang, bandel dan sering berbuat onar. Semua itu adalah sebagai tanda protes dari Alex pada orangtuanya yang tidak pernah peduli pada Avin.
Avin sakit keras dan orangtuanya tidak ada yang peduli dengan pengobatannya, hanya mentransfer uang seolah Avin hanya butuh uang agar sembuh. Sakit yang Avin alami bukanlah penyakit sepele yang bisa sembuh hanya dengan minum obat. Avin juga butuh dukungan dikala umurnya yang menipis di makan rasa sakit.
Avin begitu pendiam semenjak itu, meninggalkan Alex dengan segala penyesalan karena Alex sama sekali tidak mengetahui jika adiknya sakit keras dan berjuang seorang diri untuk sembuh.Mengingat hal itu, membuat Alex segera menepis apa yang barusan ia pikirkan. Matanya terpaku pada koridor, melihat Alvin yang tengah dipapah oleh seseorang yang tidak Alex kenal menuju UKS. Membuat Alex tidak peduli untuk menyelesaikan hukuman dan malah berlari menuju UKS.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVIN PARKER (END)
Fiksi PenggemarFamily Brothership Alvin dan kesehariannya dengan keluarga Parker yang menganggapnya seperti bayi. "Cup cup cup. Udah ah nangisnya. Besok ayah beliin motor matic kalo adek nurut hm?" "Janji?" Tanya Alvin sembari mengelap air matanya menggunakan len...