13. Galand

970 91 17
                                    

Sorry for typo...




"Eh, kenalan dong."

Ajak siswi cantik yang duduk di samping kursi bus Alvin membuat Alvin mau tidak mau memang harus memperkenalkan diri. Tangan kanannya sudah tersodor ke samping siswi tadi dan langsung dibalas jabat tangan penuh semangat.

"Alvin, kelas IPS D."

"Yuna, kelas IPA B hehe."

Alvin mengangguk dan berniat melepas jabatan tangan Yuna yang belum terlepas.

"Eh, tapi gue kaya pernah liat elo deh. Mohon maaf ya, tapi serius muka lo kaya ngga asing. Lo mirip sama tukang paket yang biasanya anterin paket gue."

Ujar Yuna tidak enak. Bisa saja kan ada orang yang mirip sama persis, tapi Yuna yakin jika ia tidak salah menebak. Ia tahu persis dengan melihat adanya tahi lalat kecil dibawah mata kanan Alvin.

"Lah, Yuna yang rumahnya samping warung seblak??"

Tanya Alvin tidak percaya.

"Iyaa, ya ampun, jadi bener ini mas paket yang biasanya itu ya?"

Tanya Yuna begitu riang. Setelah sekian lama menanti rupanya orang yang ia cari tengah sekolah dan bahkan satu sekolah dengan Yuna, satu angkatan.

"Iya hehe. Ternyata kita seumuran ya?"

Tanya Alvin kikuk, ia jadi merasa malu karena selama ia menjadi tukang paket, Yuna memanggilnya dengan embel-embel kakak.

"Hehe ngga nyangka asli. Lo udah ngga kerja lagi ya vin? pas itu gue beli paket tapi yang nganterin bukan lo lagi. Gue kira pindah kerja eh ternyata lo nya masih sekolah ya?"

Alvin mengangguk. 

"Vibes lo beda pas jadi tukang paket sama jadi anak SMA."

"Pas jadi tukang paket lo keliatan laki banget, tapi pas liat lo kayak gini malah serasa ngeliat bocah, imut."

Lanjut Yuna, satu tangannya mengambil ponsel untuk mengaktifkan kamera. Ia putuskan untuk mengabadikan momentnya duduk disamping Alvin. 

"Foto dulu yuk."

Ajak Yuna sambil menarik Alvin agar mendekat, bahkan jarak mereka kini sangat dekat.

"Deketan lagi dong vin, muka lo ngga masuk frame nih."

Alvin dengan terpaksa mengikuti permintaan gadis di sebelahnya yang memaksa Alvin menempelkan wajah, meskipun sebenarnya ponselnya bisa diputar menjadi tampilan lanskap untuk ruang pandang yang lebih luas. Tapi rupanya Yuna akan terus mendesak hingga keinginannya dituruti. Jadi Alvin sebagai anak laki-laki memilih mengalah dan menurut daripada berakhir ribut.





Entah sejak kapan Alvin tertidur, yang pasti kini leher dan pundaknya terasa pegal. Pasti karena salah posisi ditambah Yuna juga bersandar pada bahunya selama perjalanan.

Kini semuanya sudah berkumpul dilokasi. Alvin berbeda kelompok dengan Fahri namun satu kelompok dengan Devran. Mungkin suatu kebetulan yang baik karena bisa satu kelompok dengan saudara tirinya, meski Devran tampak semakin menjauh dari Alvin. Setidaknya ia tidak akan terlalu canggung, semoga saja.

"Kita sekelompok vran."

"Iya."

Balas Devran singkat, terlihat tidak ingin membuka obrolan dengan Alvin. Devran malah pergi dan bergabung dengan kelompok yang lain. 

Alvin yang menyadari Devran merasa tidak nyaman dengan kehadirannya dan malah lebih memilih berbaur dengan kelompok lain pun tersenyum miris. Namun hanya sebentar karena setelahnya Alvin disibukkan dengan tugas memasang tenda perkelompok. 

ALVIN PARKER (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang