31. Luluh Dari Gengsi

697 66 9
                                    

Sorry for typo...






Galand berjalan cepat menuju ruang rawat ayahnya. Ibu Galand sedang menyuapi ayah Galand yang sedang duduk bersandar. Galand memamerkan senyumnya yang paling ceria.

"Galand, lihat. Ayah akhirnya mau makan," sambut sang ibu.

"Wah, Ayah hebat sekali, makan yang banyak, yah. Biar cepet sehat." Sang Ayah mengangguk lemah. Senyuman ayah Galand tampak dari gerakan kecil wajahnya. Galand mendekati ibunya. Memijat pelan punggung sang ibu sambil membisikkan sesuatu.

"Bu, Ayah akan dipindahkan ke kamar rawat yang lebih baik."

Mata ibu Galand membulat. Ia menatap sang anak penuh tanya. "Uang dari mana?" bisiknya, berusaha agar ayah Galand tidak mendengar.

"Aku yang mengurusnya. Tenang saja." Galand mengibaskan tangan di hadapan ibunya. Sang ibu berdecak. Ia menatap sinis pada Galand.

"Ibu tidak ingin kau bertindak macam-macam, Galand," ujar ibunya dengan suara tertahan yang tegas.

"Serahkan semuanya padaku, Bu."

Ya, Galand akhirnya mendapatkan uang. Dengan meminjam pada bos tempatnya bekerja paruh waktu. Tidak banyak, tapi cukup untuk melunasi administrasi sebelumnya. Jika beruntung, mungkin bisa untuk penanganan lebih lanjut agar sang ayah dapat ditangani lebih baik. Peminjaman memang bukan dilakukan tanpa syarat. Galand harus membayar bunganya dengan gaji selama empat bulan. Itu artinya, Galand harus bekerja tanpa digaji untuk empat bulan ke depan. Hal itu tidak menjadi masalah besar bagi Galand. Ia akan melakukan apa pun untuk sang ayah. Termasuk membuat dirinya kerja rodi selama beberapa bulan.

Dengan hati yang sedikit was-was dan penuh harapan, Galand membawa berkas-berkas administrasi ke kasir.

"Apa? Suster tidak salah?"

"Tidak, Tuan. Administrasinya sudah selesai. Bahkan sudah ada deposit untuk penanganan beliau selanjutnya."

Penjelasan petugas kasir itu membuat kepala Galand pusing. Ia merasa seperti sedang bermimpi. Bahkan Galand nekat mencubit pipinya dan memukul tangannya sendiri untuk memastikan bahwa ia sepenuhnya sadar. "Siapa yang menyelesaikan tagihannya, Suster?"

Petugas kasir tampak mengetik sesuatu dan mencetak tanda terima.

"Ini, Tuan. Pembayar menitipkan pesan untuk menyerahkan salinan tanda terimanya kepada kerabat pasien. Anda anak dari pasien bukan?" Galand mengangguk, lalu memicing untuk memastikan nama pembayar. Galand memejamkan mata sejenak. Mengingat-ingat nama yang tidak asing menurutnya. Saat membuka mata, ia menyadari ini semua perbuatan siapa. Galand berjalan kembali menuju ruang rawat sang ayah. Kepalanya penuh akan pikiran untuk membuat perhitungan dengan seseorang.























🄰🄻🅅🄸🄽

Alvin menyambut kepulangan bundanya dengan pelukan.

Tanpa sempat melepas jaketnya, Julia membalas pelukan anak bungsunya dengan erat.

"Adek makin imut aja."
Julia menangkup pipi Alvin, lalu mengernyit melihat sesuatu terpasang di kepala Alvin.

"Kenapa pakai beanie? Adek mau pergi?"

Alvin menggeleng. "Lihat ini, Bunda."

Alvin membuka beanie-nya. Lalu, menunjukkan satu titik pada bagian kepalanya yang gundul. Julia terperangah.

"Apa yang terjadi? Kenapa rambut anak bunda yang tampan bisa seperti ini?!"

"Kemarin Alvin habis di biopsi. Ayah bilang prosedurnya untuk memastikan bahwa aku baik-baik saja."

ALVIN PARKER (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang