Sorry for typo...
Niat hati, Steven tadinya akan memakan makanannya yang sudah Julia siapkan di samping nakas. Tapi berhubung ada tamu membuat Steven menahan diri menunggu sampai penjenguk adiknya yang katanya kakak kelas Alvin itu pulang.
Aneh, masih jam 10 dan seharusnya masih jam pelajaran kan? Steven sempat berpikir jika mungkin saja guru-guru sekolah tengah rapat sehingga murid-muridnya dipulangkan lebih awal dari jam pulang sekolah.Tapi memperhatikan bagaimana penampilan remaja berbadan tangguh di hadapannya ini membuat Steven berpikir sekali lagi. Bisa saja bolos kelas kan, ada hubungan apa mereka berdua. Melihat bagaimana perilaku tamunya yang begitu berlebihan bahkan sampai menangis tersedu memeluk tubuh Alvin membuat Steven langsung bergidik ngeri.
"Eh, lo bolos sekolah?"
Tanya Steven sambil menyodorkan satu gelas air minum pada tamunya dan langsung diterima dengan baik.Yang ditanya menggeleng tapi tidak lama setelahnya mengangguk. "Aku absen si bang."
Steven sontak menggeleng. "Aneh. Lo gay ya? Daritadi kok cium tangan, peluk Alvin mulu."
"Engga, aku normal kok. Alvin udah kayak adek sendiri bang."
Steven hanya mengangguk sambil mendudukan dirinya di kursi meja belajar yang ada didekat jendela balkon. Menatap gumpalan awan yang menutupi matahari mulai terlihat berubah warna menjadi gelap. Rintik-rintik hujan mulai turun disertai suara guntur yang menggelegar, membuat Steven buru-buru menutup jendela kamar agar tidak kemasukan air."Heh bro. Ujan noh diluar. Ngga niat balik?"
Tanyanya yang lebih terdengar seperti mengusir tamu.Pertanyaan Steven memang menusuk. Kadang tidak sadar jika sudah membuat orang lain yang belum mengenal tabiatnya dalam berucap merasa kesal. Steven memang tidak bisa dihadapi dengan orang yang sama kerasnya dengan dirinya, maka dari itu hanya Julia dan Devran yang mampu menjinakkan Steven. Secara dia lebih mudah di atasi jika lawan bicaranya sabar dan mau mengalah.
Akan beda jika lawan bicaranya adalah Vincent, Gerry dan Rafiv yang sama-sama tidak suka ditentang dan tidak ada yang mau mengalah. Mungkin jika digabungkan dalam acara debat keempatnya akan saling adu bacot tanpa henti sebelum ada salah satu diantaranya yang mau mengalah.
"Nunggu terang deh bang. Gue masih mau disini, boleh kan?"
Tanya Alex memohon, lagipula jika ia pergi sekarang ia sama sekali belum berbincang atau sekedar melihat senyum Alvin. Seperti pulang dengan tangan kosong."Oh, terserah lu si."
Balas Steven malas. Memilih untuk mengambil makanan yang tadi pagi Julia siapkan diatas nakas dan memakannya di ruang tengah sambil menonton siaran televisi."Eh bang."
"Apa?"
Tanya Steven sewot, dirinya sedang repot membawa baki makanan malah tiba-tiba dipanggil oleh Alex yang menurutnya mengganggu. Padahal jika tidak ada Alex maka Steven bisa tidur nyenyak seharian, apalagi tengah hujan yang membuat tidur dikasur sambil menonton anime adalah hal nikmat yang tidak boleh di sia-siakan."Ini Alvin nya udah makan?"
"Tuh, lo suapin ya. Bangunin aja si, gue juga mau makan dulu."
Ujar Steven sambil menunjuk ke meja samping nakas dimana terdapat bubur yang sudah mendingin."Satu lagi ya vin? Hmm...ayola...kak Alex ngga mau badan adek makin kecil gara-gara makannya sedikit."
"Gimana mau tanding ntar kalo badannya kurus gini. Nih ya kalo pengin punya otot tu minimal ada dagingnya dulu vin biar ngebentuknya gampang."
Alex menasehati Alvin karena si kecil ini susah makan, pantas saja badannya kecil."Mau ke kamar mandi."
Cicit Alvin dan menolak suapan besar Alex.
Akhirnya dengan bantuan Alex, Alvin menuntaskan buang hajatnya yang lumayan lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
ALVIN PARKER (END)
FanfictionFamily Brothership Alvin dan kesehariannya dengan keluarga Parker yang menganggapnya seperti bayi. "Cup cup cup. Udah ah nangisnya. Besok ayah beliin motor matic kalo adek nurut hm?" "Janji?" Tanya Alvin sembari mengelap air matanya menggunakan len...