41. Rencana yang Gagal

658 51 4
                                    


Sorry for typo...



Alya duduk termenung di sofa ruang rawat Alvin. Sesekali menoleh pada Alvin yang tidak ingin berbicara pada Steven maupun Alya sejak sadar. Alvin memiringkan tubuh, membelakangi keduanya. Alya menghela napas panjang, lalu memandang Steven yang baru selesai membalas pesan lewat ponsel, "Bagaimana Stev?"

Steven merapatkan bibir. Mengusap pelan pipi Alya untuk menenangkan kesekian kalinya. "Semua akan kembali membaik. Pak Robin kan udah bilang kalo efek operasinya memang macam-macam. Alvin hanya kehilangan ingatan untuk sementara. Pak Robin bilang perlahan ingatan Alvin akan kembali."

"Alvin sama sekali tidak mau bicara denganku. Dia bilang tidak mau bicara dengan orang asing. Aku kan calon kakak iparnya, bukan orang asing." Hidung Alya mulai memerah.

"Wajar saja, Sayang. Kondisinya kan masih belum stabil. Alvin bersikap ketus pada kita karena dia belum ingat. Anggap saja, Alvin sedang berubah sementara. Kita harus memahaminya."

"Bagaimana jika Alvin tidak ingat tentang kita sama sekali?"

Steven menghela napas. Sebenarnya, ia juga ragu pada pernyataan dokter Robin. Dirinya juga cemas dengan keadaan Alvin. Tidak ada yang bisa menjamin apa saja efek yang akan dialami Alvin, bahkan oleh dokter hebat seperti Robin sekalipun. Tidak ada yang benar-benar tahu berapa lama efek pascaoperasi akan dialami oleh Alvin. Steven juga sama khawatirnya dengan Alya. Namun, ia harus tetap menghadapi kondisi ini dengan kepala dingin.

"Kita akan membantunya untuk mengingat kembali. Jika Alvin masih tidak ingat, maka kita akan membuat kenangan baru yang lebih membahagiakan untuknya. Ya kan?"

Alya mengangguk. Steven selalu berhasil menenangkannya. Alya melepas pelukan Steven saat melihat Alvin yang tiba-tiba duduk. Alvin terlihat kesal. Wajahnya tertekuk. Ia menoleh pada keduanya.

"Alvin, apa kau membutuhkan—"

"Bisakah kalian keluar? Aku sedang ingin sendiri."

Alya terenyak. Nada bicara Alvin sangat berbeda dengan Alvin adik iparnya. Ia menoleh pada Steven, seolah meminta pertolongan untuk mencegah air matanya tumpah lagi. Alya memilih untuk segera berbalik dan berjalan cepat keluar ruangan. Sementara Steven malah duduk di hadapan Alvin, bertahan dengan ekspresi tidak suka dari sang adik.

"Alvin, ini Abang. Alvin masih tidak ingat?"

Alvin menggeleng. "Tidak ingat. Kepalaku sakit. Boleh aku sendiri, Paman?"

Steven mengembuskan napas pasrah. "Baiklah, istirahatlah. Kalo perlu sesuatu, Ayah bunda ada di luar."

Steven juga keluar dari kamar dengan hati yang sedikit tergores. Bahagia karena adiknya sadar, tapi terluka karena sang adik tak mengingatnya.

Entahlah, tapi Alvin hanya mengingat orang-orang selain Steven dan Alya. Kata dokter Robin, seluruh memori tentang Steven dan Alya terganggu di kepala sang adik.







🄰🄻🅅🄸🄽

Julia mengatur berbagai perlengkapan untuk mempercantik gaun Alya. Penata rambut sibuk merapikan rambut Alya yang sudah tergelung anggun dan rapi dengan tempelan permata yang bersinar di bawah lampu. Kecantikan dan keanggunan Alya memang tidak bisa terelakkan. Sayangnya, wajahnya tak menggambarkan kegembiraan atas pernikahan ini.

Alya dan Steven sudah resmi menjadi suami istri sebelum operasi Alvin. Mereka menikah siri terlebih dahulu dan perayaan pernikahan mereka memang direncanakan untuk dilaksanakan setelah Alvin sehat pascaoperasi.

Alya sama sekali tidak tersenyum, sejak tadi kedua pasangan muda ini tampak merengut. Seperti tidak bahagia dengan acaranya.

"Tidak ada Alvin, rasanya hampa sekali. Tidak bisa melihat wajah cerahnya saat melihat kita resmi menjadi suami istri."

ALVIN PARKER (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang