Suraya menunduk patuh pada seseorang kini memejam mata. Meski tubuh kian melemah beserta kekuatan jauh berkurang, dapat dirasakan kebangkitan energi sang tuan yang telah dikungkung ribuan tahun. Pendar cahaya remang membuat Suraya berpikir, bahwa kemunculan energi yang tak biasa ini mustahil keberadaannya tanpa sumber daya begitu besar di sekitar. Praduga dilingkupi berbagai pertanyaan, mungkinkah Bahuwirya menyimpan kekuatannya itu secara selindung? Kalau tidak, mengapa Suraya begitu telat menyadari?
Bahuwirya terduduk sila yang sudah memakan waktu selama tujuh hari. Selama itu juga baik para pengawal serta segenap pasukan Ksatria mulai merasakan kehadiran pangeran kedua Kerajaan Tarungga dengan keagungan dari intensitas kemampuan melampaui batas. Beberapa tokoh pejabat yang setiap hari bolak-balik masuk istana turut mengalami hal serupa, namun tak dibicarakan secara gamblang takut-takut Raja Nawasena akan kembali murka. Mereka hanya saling melempar tatap, kemudian menggeleng pelan bermaksud untuk tidak mengetahui apapun baru saja dirasakan. Aura yang begitu kuat membuat hampir sebagian penghuni istana mengenang masa lampau pada saat perebutan takhta.
Suraya berdiri tegap tatkala suara rantai pintu gerbang bergerak. Ada seseorang akan masuk ke dalam ruang penjara yang pengap. Sambutan yang diberikan adalah suara kekehan, Ia tidak bisa memastikan siapa jika kehadiran sang empu masih di balik bayang-bayang.
"Bukankah ini sebuah kejutan?"
Pria itu mengarahkan pertanyaan kepada Suraya, mungkin dia tahu kalau Bahuwirya belum sepenuhnya sadar selain memfokuskan diri menstabilkan kekuatan.
"Dia tuanmu, kau lebih berpihak kepadanya ketimbang diriku. Itu sebabnya Aku melarang kau dan Gantari untuk bekerja lebih lama di militer."
Suraya terkesiap. Dadanya sedikit bergemuruh mengetahui siapa gerangan sang empunya suara. Beribu-ribu tahun lamanya Ia belum lagi berjumpa, kembali terdengar seseorang yang telah memberhentikan Suraya bekerja untuk negara. Perasaan saat ini Ia rasakan begitu campur aduk. Ada rasa tidak terima, marah, khawatir, takut yang seketika kepalanya mendadak pening.
Masih diiringi tawa rendah, orang itu kembali bicara.
"Saking kau membelanya, tak segan kau tak memberi hormat padaku?"
Kalimat terdengar menggantung, bersamaan seseorang mulai melangkah pelan hingga kedua kaki berhenti tepat di depan ruang penjara yang kini dihuni Suraya.
"Tidak heran."
Nawasena berujar dengan nada rendah. Gelagapan Suraya sekedar menelan saliva. Ujungnya Ia bertekuk lutut memberi hormat meski pun tidak ada sepatah kata terlontar. Nawasena sendiri hanya memandang sang lawan bicara dengan berdecih, sebelum sepasang netra menatap ejek ke arah kanan mendapati Bahuwirya dalam posisi tapa yang terbelenggu jeruji baja serta rantai emas mengikat pergelangan tangan dan kaki.
Nawasena terpekur mengamati, sebelum alisnya mengkerut menyadari ada sesuatu hal aneh dari sang adik. Tangan kanannya diangkat tinggi, mulutnya seakan mengucap beberapa patah kata sebelum mengeluarkan pendar cahaya kemerahan dan menyerang Bahuwirya urung membuka mata.
Suraya mendongak kepala, melihat Nawasena bersiap mengeluarkan kekuatan di tangannya.
"Pangeran!"
Detik itu juga Ia berteriak, berusaha mengembalikan kesadaran Bahuwirya dari proses tirakatnya. Benar saja, lelaki itu membuka mata. Serangan Nawasena meleset tatkala Bahuwirya berpindah tempat dalam sekejap menghancurkan rantai menjadi kepingan. Ruangan yang belum lama hening kini mulai diisi kericuhan, terutama Nawasena mulai angkat bicara.
"Apa yang kau sembunyikan dariku, brengsek. Pusaka milik klan banaspati seharusnya lebih dari cukup membuatmu sekarat tak berdaya."
Tampak Nawasena mengepalkan tangan, kebencian tersirat di wajahnya tidak akan pernah luntur sebelum ajal menjemput Bahuwirya. Kepuasaan hati sempat dirasakan ribuan tahun ini demikian sirna ketika tahu pangeran terbuang itu mampu berdiri tegak dengan kedua kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Terjalin Senja
FantasíaBahuwirya tak pernah berharap ia jatuh cinta pada gadis lugu yang terus menatapnya dengan rasa penasaran. Bagaimana ketika gadis itu mendekatinya, bertanya padanya, serta mengajaknya berbicara pada suatu hal yang selama ini belum ia rasakan di dunia...