Tak terhitung berapa waktu lamanya, dendam akan terbalas jika sudah saatnya. Sekian ratusan tahun menunggu, kesempatan tentu tak akan ditundanya larut-larut. Negerinya sedang tidak baik-baik saja, ketidakadilan terjadi di depan mata. Kesalahpahaman dibiarkan mengendap begitu saja, ketika kebenaran terpendam dalam pembenaran haruskah Bahuwirya diam saja?
Dalam keadaan semadi sembari memejam mata, Bahuwirya merasakan satu serangan tepat di dada kiri. Entah siapa pelakunya, mengakibatkan cairan kental nan pekat muncrat mengotori tanah.
Luka kecil ini memang tak seberapa, tapi orang itu telah mengganggu konsentrasinya. Setelah kedatangan Basupati kemarin, adakah lain makhluk yang terus berdatangan menjenguknya?
Kedua bola mata dengan retina sekelam malam itu seketika terbuka, menatap tajam pada sesuatu yang tak bisa di lihat manusia biasa yang sudah hadir tepat di hadapan. Melayang rendah dengan bola mata apinya menatap rancap Bahuwirya.
"Siapa yang mengizinkanmu bertapa di sini? Persetan di dunia manusia kau tetap tidak diterima. Kau tak lebih makhluk buangan yang sudah dianggap layaknya kaum sudra. Kau–adalah kasta paling rendah di seluruh wilayah Kerajaan Tarungga. Sudah berapa kali aku melarangmu, wahai Bahuwirya si sampah Gunung Arjuna?"
Telak, Bahuwirya menatap nyalang. Kedua tangan tepat di atas masing-masing paha perlahan dilipat di depan dada. Salah satu dari banyaknya penjaga wilayah Gunung Arjuna, dialah yang sudah mengganggunya sepuluh tahun terakhir ini. Seandainya Bahuwirya bisa mengubah masa lalu, ia pastikan kejadian naas itu tidak akan pernah terjadi Dan berbagai masalah tidak akan timbul di sini.
Tidak lama setelah itu, satu penjaga lainnya datang mendekati. Dengan sepotong kepalanya terbang kesana-kemari dengan api menyala-nyala mengelilingi tiga batang pohon besar. Prajurit kerajaan dari golongan banaspati itu memang sedikit menjengkelkan. Selain mulutnya yang selalu merendahkan, pula menyombongkan diri bahwa mereka kini memiliki tanggung jawab memegang kendali penuh keamanan Kerajaan Tarungga.
Dirinya tidak menyukai ini. Semua yang dimiliki Kerajaan Tarungga, dipegangnya masing-masing golongan bangsa demit yang semakin semena-mena nan pandai menjilat pandang bulu.
Yang memiliki kedudukan tinggi dipuja-puja, sedang yang sama sekali tidak berhak menggapai kedudukan direndahkan serendah-rendahnya.
"Urus saja tubuhmu yang hanya memiliki sepotong kepala itu. Aku tidak berharap kau akan menggangguku lagi untuk ke-392 kalinya, wahai kepala buntung." Tidak kalah sinis Bahuwirya melempar ejek. Membuat lawan bicara yang baru saja menggertak remeh, kini menggeram tidak terima.
"Kau! Pantas saja ibumu mati oleh ayahmu sendiri! Tahu kalau dia tidak melahirkan putra sepertimu, pastilah raja tidak akan membunuhnya dan mengacaukan tatanan Kerajaan Tarungga!"
Srakk!
Hanya sapuan tangan, Bahuwirya menghempas kekuatannya ganas. Mengakibatkan salah satu banaspati terdorong mundur yang berakhir membakar salah satu pohon rimbun yang menjadi bantalan empuknya.
Sedang banaspati yang lain hanya menatap bingung, namun segera menghampiri temannya yang kini melayang tak berdaya dengan api di kepala nyaris padam.
"Brengsek. Aku sudah bilang kesekian kali! Kau tidak boleh ada di sini, sekalipun dunia fana! Dasar makhluk buangan!" Prajurit banaspati dengan nama tak diketahuinya itu mencecar murka. Api yang semula padam tepat di ubun-ubun, kembali menyala-nyala bak disiram minyak tanah.
"Ku pastikan–pesanku kepada baginda raja tersampaikan! Agar beliau bisa membunuhmu segera! Kekuatanmu mungkinlah dahsyat untuk seribu tahun ini. Tapi itu tidak akan bertahan lama, ku pastikan kau akan kehilangan kekuatanmu untuk kedua kalinya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Terjalin Senja
FantasíaBahuwirya tak pernah berharap ia jatuh cinta pada gadis lugu yang terus menatapnya dengan rasa penasaran. Bagaimana ketika gadis itu mendekatinya, bertanya padanya, serta mengajaknya berbicara pada suatu hal yang selama ini belum ia rasakan di dunia...