Bahuwirya mulai mendudukkan diri ke posisi semula, Gandes tengah merapikan kayu bakar ditatapnya dalam diam. Pikiran berkecamuk pada banyak rencana kini bercabang, entah jalan mana yang akan dipilih semua tergantung situasi. Meski pun begitu diri sendiri juga tidak tahan dari apa yang dimiliki gadis itu, namun disisi lain tak ingin Ia menyakiti dan mengambil keuntungan secara sepihak.
Ah, sial.
Sudah berhari-hari lamanya Bahuwirya mengetahui fakta itu, tetap saja masih ada keraguan dalam benak. Tidak tahu bagaimana keputusan ini akan berlabuh, rasa-rasanya sekedar balas budi selama 100 tahun ada sedikit niat tuk mengkhianati. Amarah serta dendamnya masih saja belum lingsir, menyebabkan keinginan terus merancak agar dituntaskan dengan cepat. Tetapi kalau dirinya melakukan hal ini... Apakah Gandes akan membencinya?
Gadis itu sudah menaruh harapan lebih pada Bahuwirya seorang, tidak tega jika dihempaskan jatuh dan semakin membuatnya bak terperosok ke dalam lubang tanpa dasar. Belum lagi, Ia sendiri sudah meminta restu dari Ayahnya. Bukankah ini agak keterlaluan?
"Apa hal membuat wajahmu dongkol? Apa ada seseorang berkunjung kemari?"
Disibukkan kedua tangan meletakkan gelas bambu, tiada ragu perempuan itu melempar pandang.
"Mengapa kau menyimpulkan seperti itu? Kedatangan seseorang, ditandai dengan wajahku selalu dongkol?"
Prada menjeda sejenak, lalu dilanjuti dengan lontaran pertanyaan.
"Apa kau mendengar ucapan Ki Uyut waktu itu?"
Segera sang lawan bicara berbalik badan, yang digelengnya kepala sembari kedua tangan sibuk membersihkan tungku di sudut ruang. Demikian wajah kembali cantik berseri dari keadaan sakitnya cukup membuat Prada memiliki hobi baru dengan menatap lamat, apa benar Gandes memiliki wajah serupawan ini?
"Maksudmu di malam itu? Kau sudah menanyakan ini lebih dari sekali, Prada. Aku hanya mendengar suara tawamu, kau tidak memercayaiku? Jadi sebelum Aku bertemu dengannya—kau sudah lebih dahulu berbicara padanya?"
Ya, itulah kenyataannya.
Ketika tahu kekuatan besar itu ada pada tubuh Gandes, sangat kemungkinan Ia sendiri tak ingin rahasia ini diketahui oleh sang pemilik. Karena faktanya setilik ego mulai muncul berupaya memperalat Gandes sepenuhnya, membuat gadis itu jatuh dan menguasai kekuatannya lebih dalam. Jika berhasil dilakukan persetan jiwa Gandes melayang tanpa raga, akan sangat berarti sebagai salah satu rencana yang tepat.
Seakan rasa simpati dan empatinya kalah dengan ego.
"Tidak, hanya memastikan. Kalau begitu, bisakah kau gambarkan bagaimana suasana hatiku saat ini?"
Keadaan tubuh bersandar pada dinding, bersamaan kepala ditopang menggunakan tangan kiri. Dilihatnya Gandes berjalan menuju kemari, melangkah pelan dengan anggunnya meski pun penampilan sebagian basah oleh keringat.
Gadis itu berjalan ke arahnya, setelah menyalakan sepantek api dan dibakarnya ranting kering bergegas Ia duduk di hadapan. Kedua mata yang saling pandang, sebagai bentuk respon gadis itu memiringkan kepala.
"Kau... Apa semua baik-baik saja? Wajahmu pucat, apa kau terluka sehabis berburu tadi?"
Apa katanya?
"Maksudmu?"
"Emm..., entahlah. Antara kau memang merasa lelah atau wajahmu penuh gelisah. Jika ada masalah, aku siap menjadi pendengar yang baik. Mungkin satu-dua solusi bisa aku dapatkan dari kau bercerita."
Ujarnya, diselingi seutas senyum.
Oh.
Ah, gadis itu sudah pandai membaca isi pikiran seseorang hanya dari raut muka ternyata.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cinta Terjalin Senja
FantasyBahuwirya tak pernah berharap ia jatuh cinta pada gadis lugu yang terus menatapnya dengan rasa penasaran. Bagaimana ketika gadis itu mendekatinya, bertanya padanya, serta mengajaknya berbicara pada suatu hal yang selama ini belum ia rasakan di dunia...