38. Pertemuan Takdir

227 10 1
                                        

Hai guys, Aku kembali setelah seminggu lalu update cerita ini. Well, di dunia nyata sekarang aku nggak sesibuk kemarin-marin. So, Aku usahain untuk menyelesaikan cerita yang telah aku mulai.

Di sini, Aku mulai memberanikan diri untuk mengembangkan karakter Gandes. Hal-hal yang dialami tokoh ini harusnya diserap sebagai pembelajaran, tetapi akan ku buat sebagaimana manusia pada normal/umumnya. Melepas dendam bukanlah perkara mudah, apalagi berbagai kebohongan membuat tokoh satu ini tertekan. Dari cerita ini sekiranya jika ada hal baik hikmahnya bisa diambil, diserap, dijdikan pembelajaran. Sedangkan hal buruk ya dibuang, ahahahaha.

Sekian, terima kasih. Selamat membaca!

-

Hari seakan berjalan lambat, purnama masih menyinggahi luasnya dirgantara. Kelam suasana menghendaki Gandes segera melek mata. Ia merasa masih dibayangi oleh sesosok pria yang menggaet kakinya. Sejemang Gandes bangkit dari posisi telengkup, bola matanya bergerak mencari-cari seseorang yang dicari. Rerumputan liar menghalangi pandangannya, gelap penglihatan turut menjadi kelemahannya untuk lebih lanjut melakukan pencarian.

Tatkala kaki ingin bangkit tak kuasa Gandes terduduk kembali. Ia terjatuh, pergelangan kaki kirinya terkilir. Jika seperti ini, bagaimana Gandes dapat membalikkan keadaan upaya menyelamatkan dirinya sendiri?

Kotornya tanah telah menempel hampir sebagian jarik yang Gandes gunakan. Persetan hari-hari pakaian menjadi kotor.

Gandes berusaha mengamati situasi, hanya mampu Ia memandang sinar bulan bersinar terang dari biasanya. Tampak bulat sempurna bentuknya dengan awan-awan gelap menutupi sebagian. Tak lama aroma tanah basah tercium, Gandes menebak sebentar lagi akan turun hujan.

Di samping itu, dari ujung ke ujung sudut matanya tak satu pun Ia melihat pepohonan atau apa pun itu selain rerumputan liar yang panjangnya bisa mencapai satu depa orang dewasa. Tiada batang tinggi atau pun pendek yang sekiranya dapat dijadikan penopang agar Gandes mampu berdiri. Situasi pelik seperti ini nyaris membuatnya menghela napas kasar.

Sesekali pandangannya terpaku menatap tanah, seolah tengah memikirkan sesuatu namun tak kunjung kelar. Ia berpikir membiarkan diri sendiri beristirahat selama satu atau dua jam tidaklah masalah baginya asal kaki kiri yang sempat terkilir ini dapat digunakan kembali dengan baik. Semua terasa hening selain suara angin berhembus sengit disertai kicauan burung hantu saling bersahutan. Gema jangkrik biasa memenuhi gendang telinga justru tak terdengar. Gandes tak ingin berpikiran macam-macam kendati kenyataannya terdapat keganjilan.

Benar saja, guruh gemuruh langit datang seusai prediksi. Kabut dengan sengaja memagari cahaya rembulan membuat Gandes melihat dalam keadaan kian remang. Tiba-tiba angin berhembus lebih kencang, menerbangkan anak-anak rambutnya tak tentu arah, keringat sempat mengucur di seluruh tubuhnya dalam hitungan menit perlahan mengering. Hanya menit yang bergulir mampu mendinginkan kulit menjadi sebab Gandes menggertak gigi.

Gandes kedinginan tanpa sehelai benang guna menutupi leher serta kedua bahunya. Tak Ia sadari sesuatu secepat kilat binar terjatuh dari gegana mendung, menembus kegelapan dan mendarat tidak jauh Gandes terduduk. Tanpa suara sesuatu benda itu jatuh ke tanah yang rupanya benda tersebut berubah bentuk.

Tubuh kecil nan molek disergap hawa dingin mengharuskan Gandes mencari-cara. Tiada tempat berlindung baik itu pohon, daun, bahkan ranting yang bisa Ia dapatkan. Tidak ketika kondisi tubuhnya tak dapat berdiri lagi untuk sementara waktu. Di saat seperti ini adalah kesialan mau tak mau harus Ia nikmati, kehidupan kali kedua tetap saja terkena hari apes yang tak pernah tercatat dalam tanggalan. Keadaan termangu, Gandes memejam mata.

"Akh!"

Seorang pria. Itu suara seorang pria. Apa itu imajinasinya?

"Ugh!"

Cinta Terjalin SenjaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang