21. Perceptual Distortion

104 16 23
                                    

"Udah lama?"

"Not really." Membuka buku catatan, Dree tak beralih sedikit pun pada Gale yang baru sampai dan duduk di sampingnya.

"Dree, aku mau nanya, deh."

Kegiatan Dree berhenti seketika, menoleh ke arah Gale dengan dahi berkerut. "Tanya apa?"

"Waktu nginep di kos kamu, Gati ada cerita-cerita something, nggak?"

Tumben, biasanya Gale tak pernah kepo urusan begini. Selama ini, ia dikenal sebagai sosok kakak yang tidak akan mencampuri urusan pribadi adiknya.

"Semacam?"

"Ya, mungkin tentang cowok, tapi bukan Janggan." Gale menatap lekat Dree yang berusaha menggali ingatan.

Alasan saja, padahal Dree ingat betul. Mana mungkin ia menceritakan isi obrolannya dengan Gati pada Gale, ia tidak berhak. "Ada, tapi aku nggak bakal cerita. Itu cerita milik Gati, jadi yang berhak menceritakan pada orang lain, juga Gati."

Gale mengembuskan napas panjang.

"Kenapa memangnya?" lanjut Dree.

"Sebulan ke depan fasilitas dia ditarik sama Romo, dan ini udah 3 hari. Habis nginep di kos kamu itu, dia bawa cowok ke rumah. I don't know how and why, buat hindarin Janggan, Gati ngumpet sama cowok itu dengan posisi yang ... buat salah paham. Romo yang memang sering cek cctv, lihat itu dan begitulah.

"Aku cuma penasaran sama cowok itu. Karena selama ini, cowok yang deket sama Gati ya cuma Janggan, yang lain hanya teman biasa. Melihat bagaimana Gati mati-matian nggak mau ngasih tahu siapa cowok itu, jadi buat orang rumah kelimpungan, takut Gati salah bergaul."

Menanggapi itu, Dree justru tersenyum maklum. Tampaknya ia tahu siapa lelaki itu.

"Harusnya tadi kamu datang lebih awal ke kampus biar tahu siapa cowok itu."

"Hah? Maksudnya?" Saking ingin tahunya, Gale sampai menggeser posisi kursi agar serong, ia jadi bisa leluasa melihat Dree.

"Hari ini jadwal Gati cuma satu mata kuliah, kan? Tadi aku nggak sengaja ketemu dia udah mau pergi, tapi nggak sendiri. Dan kayaknya sih nggak akan langsung balik." Dree menahan tawa melihat tampang panik Gale.

"Gimana, Dree?" tekan Gale.

"Gati dijemput sama cowok dan bukan Janggan. Aku juga sempet dikenalin Gati sama orangnya. Tenang aja, dia cowok baik. Kamu nggak meragukan penilaian aku terhadap karakter seseorang, kan?" Senyum Dree makin lebar. Sebuah kebetulan memang, saat baru sampai di kampus tadi, ia berpapasan dengan Gati yang berboncengan dengan seseorang. Tak menyangka pula Gati akan berhenti dan mengajaknya sedikit berbincang sembari mengenalkan lelaki bernama Langgeng itu.

Sejenak Gale memejamkan mata dan mendesis, "Tapi ... Dree," lirih Gale.

"Percaya sama aku, Gati akan baik-baik aja. Malam itu aku juga udah denger dari cerita dia. Cowok itu orang yang luar biasa, Gal. Adik kamu nggak salah bergaul, aku jamin." Dree berusaha meyakinkan.

"Oke, aku percaya sama kamu. Tapi, kira-kira aku kenal nggak, sama orangnya? Atau paling nggak, dia anak fakultas mana atau kampus mana?"

"Aku nggak tahu masalah pendidikannya. Dan meskipun kamu nggak kenal orangnya, tapi kamu pernah lihat sekilas. Di rumah sakit, yang Gati tiba-tiba keluar ruangan buat ngejar seseorang. Itu orang yang sama."

Gale pasrah. Mana ia tidak bisa menghubungi Gati pula. Penyitaan ponsel rupanya juga berdampak negatif. Ia hanya bisa percaya pada penuturan Dree jika sudah begini.

"Oke, aku cuma bisa percaya sepenuhnya sama kamu saat ini. Deketin Gati udah bukan lagi hal mudah sekarang, Dree."

-o0o-

Re-DefineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang