Sepuluh menit penuh Gati melihat pantulan diri sendiri di depan cermin. Menyusuri satu per satu pahatan Tuhan atas wajahnya. Alisnya tercipta presisi di atas kelopak mata beriris cokelat gelapnya. Hidung kecil serta bibir tipis berwarna pink pucat miliknya tampak sempurna dalam bingkai surai panjang bergelombang yang jatuh bebas di sisi-sisi wajah.
Dua kali mengerjap, satu pikiran terlintas, mengapa perempuan sesempurna dirinya dan perempuan lain di luar sana dimarginalkan? Sekali lagi mengerjap, pikiran lain bersarang. Kenapa makhluk beraspek Jamal Tuhan ini justru ditempatkan dalam posisi terbelakang? Gati percaya tidak semua perempuan berada pada posisi ini, banyak pula perempuan yang sudah mendapat kebebasan, leluasa berjalan berdampingan dengan peradaban. Gati tidak pernah menggeneralisasi, tetapi kasus yang dialami, valid terjadi.
Tradisi kolot keluarganya benar-benar mencekik--bukan! Justru ibunya yang masih menerapkan ini. Apa hebatnya menjadi bayang-bayang laki-laki? Apa hebatnya menjadi feminis lite yang bersinar sebab kata "karena diizinkan suaminya, karena suaminya rela dia menjadi perempuan yang berdaya"? Perempuan tetap perempuan meski dia tidak menikah, perempuan tetap perempuan meski dia tidak dikehendaki Tuhan untuk hamil. Izin dan mengizinkan adalah perkara kuasa. Lalu, apa itu artinya perempuan berada di bawah kendali dan kuasa laki-laki? Hah, Gati tak habis pikir.
Lemah lembut kata ibunya? Jadi dia tidak boleh menjadi perempuan tangguh? Dia harus lemah, ditindas, dan serba tunduk, begitu? Gati jadi ingat satu isi surat Chimamanda untuk temannya, "Teruntuk Ijeawele Tersayang ... inilah kebenaran yang menyedihkan: dunia kita penuh dengan pria dan wanita yang tidak menyukai wanita tangguh." (Chimamanda, Feminis Manifesto: 49). Seolah kuasa hanya untuk laki-laki, sedang menjadi wanita tangguh adalah sebuah penyimpangan, yang di sana, penilaian tajam sering bersarang. Miris.
Embus napas panjang dan berat lolos, mengantar buram pada cermin bersamaan dengan ditumpunya kedua tangan pada pinggiran wastafel. Gati sudah memutuskan, akan dihilangkannya ketakutan pagi tadi pada detik ini. Persetan sudah perkara akan mendapat masalah atau amukan, ia memutuskan untuk menjadi wanita tangguh yang tahan gertakan. Tidak lagi ia akan menuruti Janggan untuk berganti pakaian seperti yang diharapkan. Risiko yang menanti akan ia hadapi dengan berani kali ini.
"Let's be what you wanna be, Diajeng Gati Rukma. Ibuk nggak mungkin berubah gitu aja setelah dengar omongan Mbak Dree." Kaki telanjang tanpa alasnya melangkah keluar kamar mandi, menghampiri lemari kayu besar di sudut kamar. Sekali lagi, Gati membuka satu pintu yang jarang dijamahnya, tempat disimpan beberapa potong baju yang jarang ia kenakan.
Tangan kanan Gati meraih dua tumpukan teratas, sebuah kaos oversize dengan roll-up short pants. Ia yakin, ibunya akan meradang hanya dengan melihatnya mengenakan pakaian ini. Gati terkekeh membayangkannya.
Usai ibadah Isya', Gati baru keluar kamar untuk makan malam. Santai ia melenggang dan duduk di kursi seberang Gale, pun tak peduli pada sang kakak yang sudah melotot marah. Wira dan Rukmi yang masing-masing sudah duduk pun dibuat mengetatkan rahang.
"Apa-apaan ini, Gati?" pekik Rukmi.
"Kamu tahu apa yang kamu lakukan saat ini, Gati?" sambung Wira dengan suara lebih rendah.
"Dek," timpal Gale lirih. Ia hampir tidak percaya bahwa cerita Janggan tentang kenekatan Gati pagi tadi adalah nyata. Usai Janggan pergi tadi pun ia masih menolak percaya sesungguhnya.
"Kenapa?" balas Gati santai. Tubuhnya condong ke depan, meraih centong nasi dan memindahkan bulir-bulir putih dari wadah di tengah meja ke piringnya sendiri. "Aku bukan yang lakuin tindakan kriminal, loh."
Tangan Gale mengepal kuat di atas meja, di sisi-sisi piring yang masih kosong.
"Di mana sopan santun kamu, Gati?" Rukmi murka, wanita itu berdiri cepat, membuat kursi yang diduduki terdorong ke belakang dengan keras. "Kamu benar-benar keterlaluan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Re-Define
Fiction généraleDefinismu tentang banyak hal adalah subjektif, lebih sering persuasif, pun tak jarang manipulatif. Inginmu semua orang percaya, cara apa pun kauraba, termasuk lewat amarah juga memutarbalik fakta. Benar yang saling berbentur tak membuatmu kalah dala...