"Dree, bagaimana akhir dari penaklukkan Konstantinopel?" Gale berjalan menyusuri taman belakang rumahnya, memimpin jalan untuk sampai ke gazebo di tengah-tengah.
"Di puncak peperangan, pasang-surut itu sudah pasti ada, Gal. Setelah mendapati pasukan Karaja Pasha yang gagal membuat kemajuan saat menyerang Istana Blachernae yang seharusnya bisa jadi pintu masuk termudah, Mehmet marah besar. Apalagi ditambah dengan kegagalan pasukan Anatolia setelah 4 jam bertempur sengit.
"Mehmet cemas, sebab resimen pasukan istana yang hanya 5.000 prajurit itu sudah termasuk prajurit perusak dan prajurit pengaman pribadinya. Pada akhirnya, Mehmet memutuskan untuk menerjunkan seluruhnya: infantri berat, penombak, pemanah, serta satu brigade Janisari. Jika pasukan itu gagal dalam beberapa jam, dipastikan Utsmani kehilangan momen kemenangan."
Keduanya duduk di gazebo, memberi sedikit jarak.
"Mereka berhasil?"
Dree menoleh dan tersenyum. "Berkat kegigihan Mehmet, juga sedikit keberuntungan. Kurasa hampir sama dengan situasi Gati. Mehmet sendiri yang memimpin pasukan bergerak ke bibir parit, menyemangati dengan iming-iming seperti yang dikatakan Mbak Chiza. Serangan dilakukan tiada henti, lonceng-lonceng dari gereja terus berdentang, memberi peringatan pada mereka yang tidak ikut berperang."
"Keberuntungan seperti apa yang bisa buat mereka berada di atas angin?" Gale tergelitik, kata beruntung sepertinya sedikit tidak masuk akal dalam situasi perang semacam itu.
"Setelah berhasil mengusir Pasukan Karaja Pasha di Istana Blachernae tadi--dengan melakukan serangan dadakan lewat pintu rahasia--Bocchiardi bersaudara yang memimpin pasukan dari pihak Konstantinopel ini kembali lewat jalan yang sama. Sayangnya, saat kembali, salah satu prajurit Italia gagal menutup pintu tersebut, sehingga pasukan Karaja dapat menyerang pintu tersebut dan menerobos masuk. Bukankah itu sedikit keberuntungan namanya?"
Gale lagi-lagi terkekeh. "Bukan sedikit kurasa, tapi keberuntungan besar."
"Dari sana, mereka berusaha menurunkan bendera St. Mark dan panji kekaisaran, serta menggantinya dengan panji Utsmani. Ada satu keberuntungan lagi menurutku yang juga memegang kendali krusial, Gal."
"Apa itu?"
Dree menggoyangkan kakinya yang menggantung, matanya berbinar mengamati pot-pot tanaman di depan sana.
"Gustiniani terluka parah dan berniat kembali ke kapal untuk mendapat perawatan. Mau nggak mau, gerbang pun dibuka meskipun awalnya Konstantin memohon untuk menunda kembalinya Gustiniani ke sana. Melihat komandannya pergi, orang-orang Genoa yang harusnya tetap berada di barisan pertahanan, justru berlari menggerombol menuju gerbang untuk menyusul sang komandan."
"Dan Mehmet menyadari pertahanan mereka melemah?" tebak Gale.
Dree mengangguk. "Sudah pasti! Pasukan Janisari di bawah komando Cafer Bey berlari maju sambil meneriakkan takbir."
Suasana hati Dree berubah seketika, matanya berkaca meski senyum tak pudar dari bibirnya. "Seorang prajurit bertubuh raksasa dari Ulubat bernama Hasan, ditemani 30 pasukan lain, merangsek maju membawa bendera Utsmani. Sebuah gambaran nyata keberanian pasukan Utsmani kala itu. Dia berhasil menancapkan bendera Islam di tembok kota Kristen--dan ditakdirkan menjadi pintu masuk proses lahirnya legenda pembangunan sebuah bangsa, tanda awal berhasilnya penaklukkan Kota Konstantinopel." (Roger Crowley, 1453: Detik-Detik Jatuhnya Konstantinopel ke Tangan Muslim: 280)
"Kamu begitu suka dengan kisah ini, Dree?" tanya Gale, membuat Dree langsung menyusut hidung.
Gadis itu mengangguk. "Sangat, jejak-jejak peradaban Islam nggak pernah gagal buat aku takjub, Gal. Mehmet atau Muhammad al-Fatih menjadi salah satu tokoh idolaku pada akhirnya, meskipun sejarah tercipta juga berkat para pasukannya yang pemberani."
KAMU SEDANG MEMBACA
Re-Define
Fiction généraleDefinismu tentang banyak hal adalah subjektif, lebih sering persuasif, pun tak jarang manipulatif. Inginmu semua orang percaya, cara apa pun kauraba, termasuk lewat amarah juga memutarbalik fakta. Benar yang saling berbentur tak membuatmu kalah dala...