36. What a Nice Play!

94 9 4
                                    

Baru sampai di tempat acara, Gati langsung dihampiri Danu dengan sling bag yang ditenteng begitu saja. Tak seperti biasa, penampilan lelaki itu lebih rapi kini, setidaknya lebih santai dan manusiawi di mata Gati. Sebuah kaos putih polos ia lapisi dengan kemeja sky blue, dipadukan dengan celana pendek berwarna navy.  

"Udah lama nyampe, Mas?" Janggan bertanya lebih dulu.

Danu menjawab sambil cengengesan, "Nggak juga, lima belas menitan, lah. Calon istriku ikut ternyata."

Seraya memutar bola matanya malas, Gati mencibir, "Calon istri gundulmu!"

Mendengar cibiran tersebut, Danu semakin terkekeh, sama sekali tak merasa tersinggung. Sadar jaket yang dikenakan Gati adalah milik Janggan, lelaki itu mencoba abai. "Ketemu di mana dia, Ja? Waktu itu kamu asal pergi aja, nggak ada ngabarin juga masalah Gati, aku jadi panik sendiri."

"Kepo!" balas Gati sengit. Tangannya sudah terlipat di depan dada, ia sungguh kesal menghadapi basa-basi lelaki itu.

Satu tangan Danu hampir mendarat di atas kepala Gati, tetapi segera dihentikan Janggan. "Chill, Mas. Nanti Gati minta pulang kan bahaya," peringat Janggan setengah bercanda, satu ujung bibirnya tertarik ke atas.

Untung saja, Gati tak jadi mengamuk karena kesigapan Janggan tersebut.

"Intinya dia di tempat yang aman," lanjut Janggan, membuat Danu mengangguk beberapa kali, "everything is fine."

"Ja, kowe ngerti hari iki aku ulang tahun, kan?" Meski tubuhnya menghadap Janggan, tetapi mata lelaki itu melirik Gati penuh arti. "Bolehlah nurutin permintaanku sekali aja. Itung-itung nyenengin orang yang lagi bertambah umur ini. Kan pas ulang tahunmu tak kasih helm baru."

Gati berdecak, matanya sama sekali tak beralih dari kumpulan orang yang bercengkerama tak jauh dari mereka. "Dasar nggak ikhlas!"

Tentu saja Janggan menyadari gelagat Danu yang tak berhenti mencuri pandang pada Gati, berbeda dengan si target yang tak mau repot-repot melihat lelaki itu. "Opo, Mas? Tergantung apa permintaannya."

"Gati."

Si empu nama sontak memutar kepala 90 derajat, melotot pada Danu yang sudah menyunggingkan senyum lebar.

"Maksudnya gimana, Mas?" Tatapan Janggan ikut menajam, tangannya diam-diam menarik ujung belakang hoodie yang dikenakan Gati, memberi kode perempuan itu sedikit bergeser: menyembunyikan diri di belakangnya.

"Seharian ini, selama acara aja, biarin Gati sama aku." Tak ada ekspresi tengil sedikit pun di wajah Danu, tampak lelaki itu begitu serius kali ini.

"Maksudnya, aku harus stay by your side for all day dan jadi bahan gosipan orang lain, gitu?" sengit Gati.

"Jadi, nggak mau?" Danu memiringkan kepala, menatap Gati dalam. "Lagian kamu bakal tetep jadi bahan gosipan dan bahan kepoan meskipun nggak sama aku. Kamu dateng sama Janggan."

Gati mengembuskan napas dalam, diam untuk beberapa saat sebelum mengulas senyum manis dan melempar tatapan menantang. "Kalau aku turutin, aku dapat apa?"

"Gat!" Dua alis Janggan sudah menukik tajam, bibirnya menipis, sedang matanya melempar tatapan peringatan.

"Apa pun! Kamu boleh minta apa pun. Anggep aja simbiosis mutualisme." Senyum miring Danu semaki lebar terulas.

Ingatkan Janggan untuk menegur gadis itu nanti, bukan pilihan bagus untuk menegur Gati secara langsung di depan orang lain. Namun, tentu saja itu akan terlambat, lihat saja ekspresi penuh arti yang ditunjukkan gadis itu.

"Oke, aku turutin, Mas." Ucapan Gati hampir membuat Danu memekik kegirangan, tetapi ditahan. "Tapi permintaannya aku simpan buat nanti, gimana?"

Tanpa diminta, Danu mengulurkan jabat tangan dan langsung disambut oleh Gati. "Setuju," pungkas lelaki itu.

Re-DefineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang