14. Nrimo ing Pandum

100 14 8
                                    

Pemandangan di depan sana membuat Gati membatu dengan sorot kosong. Napas yang semula memburu sebab berlari, mulai stabil, tetapi tidak dengan detak jantungnya yang semakin memacu. Ia tidak salah lihat. 

Seorang perempuan ber-cardigan mustard yang duduk di kursi depan ruang ICU, memeluk erat Langgeng yang berdiri di depannya. Menenggelamkan wajah dalam dekapan lelaki yang kini juga mengusap lembut kepalanya dengan sebelah tangan.

Gati ... ikut kalut. Entah sebab seseorang di dalam ruang ICU atau sebab Langgeng yang bahkan baru ditemuinya semalam. Digigitnya bibir bawah kuat, matanya masih terfokus pada dua orang tersebut.

Hendak berbalik dan kembali ke ruangan Gale, sosoknya lebih dulu tertangkap oleh mata Langgeng yang tampak sempat terkejut. Pandangan keduanya bersibobok untuk beberapa saat. Gati bisa menangkap jelas kesenduan yang terpancar dari mata Langgeng. Laki-laki itu hanya pura-pura kuat, itu kesimpulan yang dapat diambil Gati dengan pasti.

Akhirnya, gadis itu memutuskan untuk tersenyum, lantas mengangguk ke arah Langgeng. Kiranya dapat sedikit mengurai kekhawatiran lelaki itu dengan tatap mata.

Tak lama, lelaki itu balas tersenyum.

-o0o-

"Kamu kenal sama cowok tadi?" Dree menanggalkan sling bag miliknya di atas meja kos, sedang Gati langsung membanting tubuh di kasur si empu kamar tanpa permisi. Memang, akhirnya gadis itu diizinkan Dree ikut pulang ke kosnya.

Tanpa membuka pejaman mata, Gati mengangguk. "Ketemu di tongkrongan semalem."

Satu alis Dree langsung terangkat tinggi. Meski begitu, ia berusaha biasa saja dengan mulai melepas jilbab dan menggantung di tempat yang semestinya. 

"Jujur, awalnya dia agak kurang ajar sih, Mbak." Gati membuka mata, melihat langit-langit kamar kos Dree tak peduli bahwa si empu kamar sedikit berjengit mendengar penuturannya. "Semalem dia asal rangkul gitu aja, tapi emang buat menghindarkan aku dari cowok-cowok tongkrongan yang rese', sih. Kayaknya dia pentolannya gitu, jadi begitu dia nempel, yang lain jadi nggak berani catcalling lagi."

"Gimana kamu bisa tahu kalau niat dia baik? Bisa aja dia ngehindarin kamu dari yang lain, tapi isi kepalanya nggak kayak gitu. Kita nggak akan pernah tahu isi pikiran cowok, Gat." Tak apalah terdengar aneh, Dree khawatir pada adik temannya itu.

"I know percaya sama orang lain itu kayak main judi, tapi ... nggak tahu juga sih, Mbak. Feeling aku bagus mengenai dia." Gati langsung bangkit dari rebah, menghadap Dree yang sudah duduk di kursi belajarnya. "Begitu aku sampai di tongkrongan semalem, dia langsung nyusul dan nawarin rokok. Dari ekspresinya, dia tahu kalau aku lagi kacau, meskipun caranya agak menyebalkan."

Dree menunggu dengan sabar. 

"Waktu aku digodain sama anak-anak lain karena ... ya, aku akuin agak nekat dengan keluar cuma pakai celana super pendek, kayak yang aku bilang, dia pasang badan. And you know what happened next, Mbak?"

Dree menggeleng.

"Setelah aku marahin, dia balik ngomel, 'Terus, lo mau gue biarin lo digodain anak-anak gitu aja? Stress lo! Dunia tongkrongan nggak sebersih itu. Lo mau balik ke sana? Balik sana kalau mau ditelanjangin sama mereka'!"

Ringisan tak bisa ditahan Dree.

"Aku marah, banget. Tapi setelah aku pikir-pikir, tindakan dia ada benernya juga. Lagian dengan kondisi mood aku yang kayak semalem, nggak akan mempan juga kalau aku dinasehati pake cara alus. Kayak ... cara dia lumayan menyentil ego aku dan justru buat aku ngerasa kalau omongan dia bener."

Senyum Dree terbit lebih lebar, kali ini seraya bergumam, "She found that person, Gale."

"Dan tadi pagi, Mbak. Aku ketemu lagi sama dia di taman rumah sakit, lagi ngobrol sama anak pasien kanker. Ternyata Arek'e alus banget." Gati tersenyum mengingat bagaimana Langgeng berbicara dengan Aza. "Dia juga yang bantu anak itu bisa berobat. Kalau dari ceritanya, dia kayak punya relasi gitu sama komunitas kanker which is ... isn't it heartwarming, Mbak? Nah, yang kolaps tadi anak itu, makanya dia kelihatan ikut panik."

Re-DefineTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang