❥SIX

1.7K 123 6
                                    



***

Cakra sudah merebahkan tubuhnya di king sizenya, rasa ingin melihat bungsunya semakin besar. Namun ia masih mempertahankan egonya, lama memikirkan ponselnya tiba-tiba berdering.

"Hem?"

"Sayang~ sedang apa? Kamu sibuk apa? Akhir-akhir ini kamu sudah jarang menghubungi ku" ucap Manja di seberang.

"Ya. Pekerjaan di kantor begitu banyak. Aku tak sempat memegang ponselku" ucap Cakra sedikit berbohong. Aslinya ia selalu memegang ponselnya namun ia berperan batin, akan menghubungi istrinya atau tidak.

"Kapan kamu akan kemari lagi?"  ucapnya kembali

"Aku baru beberapa hari mengunjungi mu, kenapa meminta ku kembali," ucap Cakra sedikit kesal, masalahnya dengan keluarganya saja belum selesai lalu kekasihnya justru mulai menambah pikirannya.

"Aku kangen.."

"Ya, aku juga"

Sambungan langsung berakhir sebab Cakra lebih dulu memutus, lalu mematikan ponselnya. Ia menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya, baru kali ini ia mengalami hal yang menyiksa dirinya. Namun ia benar-benar melawannya, tak ingin menuruti sisi lain dari dirinya.

"Melelahkan," ucap Cakra sangat kesal. Mengacak rambutnya dengan kasar.

Tiba-tiba ponselnya kembali berbunyi, namun kali ini dengan setu deringan kecil namun beruntun dan hanya sebentar. Pertanda itu hanya pesan masuk.

Jonathan.

Melihat nama tersebut tertampil di layarnya, Cakra segera menyambar ponsel tersebut, dan membuka pesan yang masuk dari Jonathan.

Jonathan
[Kamu masih belum melihat bungsumu?]
[Segeralah melihatnya, tentunya mereka ingin melihat Ayahnya]
[Turunkan sedikit egomu, bahkan pada darah daging mu sendiri kamu tak bersikap toleran Caka?]
[Tidakkah kamu nantinya akan menyesali perbuatanmu ini..]
[Mau ku perlihatkan wajah si kembar? Aku punya beberapa, Tenias telah mengirimnya padaku. Rasanya aku juga ingin menemui mereka secara langsung]
[NAMUN KAMU MEMBERIKAN KU BANYAK PEKERJAAN KANTOR! BRENGSEKNYA ATASANKU INI /jari tengah/]

Cakra membalas pesan beruntun dari Sahabat sekaligus sekertaris dan orang kepercayaannya.

[Pengganggu.]

Setelah membalas pesan Jonathan dengan singkat, ia melemparkan ponselnya di atas meja. Lalu mengambil macbook yang ada di mejanya yang lain. Sebenarnya saat memasuki Mansion, Cakra mendengar suara gedebuk, ia yakin putranya sempat terjatuh saat bersembunyi. Lalu Ia ingin melihat siapa saja yang berkunjung di Mansionnya melalui CCTV yang sudah ia pasang tersembunyi di berbagai sudut.

Lama Cakra menonton, tiba-tiba ia memutar ulang video yang membuatnya berdesis kesal.

Pria yang ia kenal sebagai sahabat istrinya, bermain dengan salah satu anaknya. Bahkan dengan berani mendekatkan wajahnya? Alis Cakra mengerut, tampilan gambar terlalu jauh. Ia tak bisa tahu anaknya yang mana yang berdekatan langsung dengan sahabat istrinya.

Ia juga masih meragu, apa ia mencium anaknya atau sekedar menatap lebih jelas.

Namun hati Cakra sangat geram dan tak tenang saat benar-benar tak menemukan titik terang dan rasa penasarannya semakin besar dan menyiksa. Meraih kembali ponsel yang beberapa saat di lemparkannya. Menghubungi orangnya yang memiliki keahlian dalam IT orang kepercayaannya.

"Ambil dari sisi lain video yang ku kirimkan padamu, perjelas apapun itu. Kirimkan 5 menit. Telat dari itu, gajimu ku potong." setelah mengatakan apa yang ingin di katakannya, Cakra mematikan sambungan tampa mendengar persetujuan atapun penolakan dari lawan bicaranya tadi.

Jari panjangnya mengetuk ngetuk meja, sembari menunggu lanjutan pekerjaan yang di berikan. Ia melanjutkan menonton video yang lain, tampa sadar ujung bibirnya bergerak naik saat melihat anak-anaknya yang begitu bersemangat pada si kembar, terlebih soal kejadian di halaman.

Tak lama, ponselnya berbunyi. Segera ia menggapainya, tiba-tiba rahangnya mengeras di sertakan tangan kanannya mengepal kuat sampai urat tangannya yang sudah menonjol terlihat semakin mengencang.

"Sinting! Si brengsek itu mencium putriku? Tepat di bibir? Pedofil kah?" gumam Cakra mengretakkan giginya menahan amarahnya untuk meledak. Walaupun wajah dari si kembar tak benar-benar terlihat, namun Cakra tahu perbedaan itu karena terlihat jelas dari selimut yang di kenakan si kembar, sangat sangat menjadi pembeda.

"Tambahkan audio pada setiap sudut ruangan." perintah Cakra menghubungi pihak IT di Mansionnya, ia juga harus menambahkan audio agar dapat mendengar semua percakapan yang ada di Mansionnya terlepas dari ia yang jarang pulang bahkan berinteraksi langsung dengan istri dan anaknya.

Kembali Cakra menekan nomor yang sudah di hafalnya di luar kepala.

"Selidiki lebih mendalam teman pria Cita"

"Maksudmu Ester? Sahabatnya Tenias?" ucap di sebrang

"Ya, siapa lagi teman pria istriku!" ucap kesal Cakra tampa sadar juga ia menyebutkan kata 'istriku' untuk menggambarkan kepemilikannya pada Cita.

Bahkan Jonathan dari sebrangnya di buat terkejut, namun itu hanya beberapa saat.

"Oke," ucap Jonathan langsung melaksanakan tugasnya.

"Takkan ku lepaskan kau Ester sialan" ucap Cakra menekan setiap perkataannya.

**

Di kamar yang lain, namun ruangan yang sama-sama luas dengan milik pemimpin Callisthenes. Cita tengah menidurkan keempat anaknya, ya semenjak kelahiran si kembar Candra dan Cano bersikeras ingin tidur di kamar ibu mereka karena mereka ingin menjaga ibunya dari gangguan Ayahnya juga ingin bersama si kembar terus.

Cite tersenyum bersyukur anak-anaknya sehat dan hidup bersamanya, kini Cita sudah mengesampingkan urusan hati, ia ingin fokus pada buah hatinya saja. Ia sudah lama mengharapkan kesia-siaan.

Candra terbangun, kala ia merasakan usapan di wajahnya.
"Mommy?" ucap Candra dengan khas bangun tidur.

Cita mengangguk seraya tersenyum,"maafkan Mommy karena membangunkan Kak Andra"

Menggeleng,"Apa mommy mau Andra temani?"

Cita semakin tersenyum, menatap bangga pada sosok putra sulungnya.
"Nak, jangan cepat berpikir dewasa.. Mommy sakit hati melihatnya," ucap Cita yang meneteskan air mata kala mengingat putra yang selalu bersikap sebagai pelindungnya.

Candra terdiam, lalu bangun memeluk tubuh ibunya dengan menenangkan tangis yang terdengar pilu di telinga. Cita semakin mengeratkan pelukannya pada Candra, ia merasa ibu yang gagal membahagiakan anak-anaknya terlebih pada si sulung. Seharusnya anak seusianya masih dengan pikiran polosnya, namun Candra malah sebaliknya.

Mengendurkan pelukannya menatap lamat wajah tampan dan imut putranya. "Andra, mau berjanji pada Mommy?"

Candra mengangguk ia akan selalu menuruti keinginan wanita yang sudah melahirkannya apapun itu. Baginya perkataannya adalah hal mutlak.

Cita mengatakan keinginannya pada Candra, empunya sempat tertegun namun ia menjadi mengangguk patuh.

Di luar kamar yang pintunya tak terlalu rapat, Cakra mendengar semua percakapan istri dan anaknya. Ada perasaan rumit yang ia rasakan di hatinya kala mendengarkan semua keinginan istrinya. Tampa sadar ia mengepalkan kedua tangannya kuat.


















T. B. C

POSESIF ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang