❥TWENTY ONE

1.3K 96 7
                                    

***

Langkah Cakra semakin cepat, rasanya waktu menjadi lambat juga dengan langkahnya saat membayangkan dirinya akhirnya bertemu dengan istri dan anaknya, dan ia memeluk wanita yang pernah di sia-siakannya.

Namun saat dirinya sampai dengan keramian yang samar, langkahnya menjadi pelan. Pandangan pertama yang ia lihat adalah wajah cantik putrinya yang mungkin merasakan kehadirannya jauh sebelum ia sampai.

Pandangan Ayah dan anak itu masih terpaku, putri kecilnya yang awalnya ia lihat tersenyum dengan tangan yang tak bisa diam seketika membeku, senyum di wajah Cakra tampil karena putrinya bergeming.

Cakra melanjutkan langkahnya, dan langsung memeluk tubuh kecil anaknya, membuat empunya menegang.

".. Andra.. Maafkan Daddy.." ucap lirih Cakra memeluk tubuh kecil putra sulungnya lebih dulu. Ia memeluk dan menyandarkan keningnya di pundak Candra.

"Tolong maafkan Daddy.." ucap kembali Cakra, pilihan pertama yang ingin ia peluk adalah si sulung, mengingat putra pertamanya itulah yang menentangnya, sangat membenci dirinya terlihat saat pandangan mereka saling bertemu dulu.

Cakra tentu ikut memeluk tubuh Calvin yang ada di pangkuan Candra, Cita yang melihat itu berdiri kaku, namun hatinya juga ikut merasa sedih dan menghangat secara bersamaan melihat suami yang di dambanya memeluk si sulung seraya memohon untuk pertama kalinya, jika mengingat Cakra, setelah kelahiran si sulung tak pernah sekalipun menyentuhnya, bahkan menggendongnya saat penyambutan kelahiran pun tak. Berbeda dengan Kelahiran Cano saat itu si tengah sempat merasakan rengkuhan hangat Ayahnya hanya saja itu juga sekali, begitu juga dengan si kembar. Bahkan ini menjadi pertama untuk Calvin.

"Heeung.." gumam Calvin tangannya tak sengaja menyentuh lengan Cakra.

Cakra masih memeluk tubuh Candra, namun Cano langsung turun dan memukul lengan kekar Ayahnya.

"Ano!" tegur Cita pada si tengah.

"Jauh dari kakak! Daddy jahat sama Mommy dan kakak! Lepas.. Lepas!" ucap marah Cano yang menarik kain lengan rajutan Cakra.

Cakra justru semakin mengeratkan pelukannya sampai Candra luluh, mengabaikan amukan si tengah. Jauh di dalam hatinya ia ingin memeluk semua keluarga kecilnya, namun yang paling utama ada di sulung karena putranya itu menyimpan banyak kebencian padanya, tak memilih Cita karena ia tahu hati wanitanya itu sangat lembut dan pemaaf.

"Lepas! Lepas! Lepas!" ucap marah Cano terus memberikan pukulan bertubi. Cita yang melihat Cano tak menghentikan gerakannya berjalan pelan dan menyamakan tingginya dengan Cano, menarik tangan kecil Cano dan ia peluk.

Cano langsung menangis di pelukan ibunya, melihat kesedihan putra kedua dan si sulung yang masih bersikap dingin, mengendurkan pelukannya tangan besarnya mengusap sebentar lengan Calvin.

Cakra menatap orang yang telah ia sia-siakan, menatap dengan hati yang sudah lapang, siap dengan dirinya yang tak menerima maaf dari sulung, anak tengah dan istrinya. Namun ia tak akan menyerah, ia harus lebih berusaha lagi untuk membuktikan ketulusan dan keseriusannya.

Cakra berdiri, selangkah mundur.
"Baik, untuk hari ini cukup disini. Daddy akan datang lagi besok, Son terimakasih selalu menjaga Mommy dan adek-adek..Daddy bangga."

"...."

"Daddy pergi dulu," ucap Cakra menyentuh pucuk kepala putra kebanggaannya. Lalu menatap lamat pada putri kecilnya, seraya tersenyum karena ia hanya bisa memandang. Ia tak ingin bersikap emosional dan bertindak gegabah karena sikap keras kepalanya menyentuh ataupun memeluk putrinya. Ia takut kebencian dalam hati keluarga kecilnya semakin bertambah.

POSESIF ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang