❥SEVEN

1.6K 103 0
                                    

***

Hari-H.

Mansion Callisthenes, pagi buta sudah sangat ramai karena di sibukkan dalam penataan di halaman samping gedung megah nan luas itu. Semua bagian dekor dan sebagainya sudah di atur sedemikian rupa.

"Caca, bangunkan kakakmu. Dia pasti begadang lagi mengerjakan urusan kantornya," ucap Kalista selaku nyonya besar di Mansion, hanya saja kekuasaan dan tanggungjawabnya sudah lepas.

"Mam, Caca nggak mau.."

"Ca, dia kakakmu." ucap tegas Kalista, terlepas dengan dia yang begitu marah dengan perilaku putranya. Yang namanya darah daging tentu tak bisa di putus.

Dengan segala keenganan, Caca terpaksa pergi ke ruang kerja kebesaran kakaknya.

Kalista pergi ke ruangan khusus dari Callisthenes. Wanita paruh baya yang awet muda itu tersenyum mana kala melihat kedua cucunya yang sudah dengan pakaian rapi dengan menggunakan simbol tanda dari keluarga Callisthenes. Yang sudah menjadi aturan warisan turun temurun, jika anak pertama di berikan simbol tanda keturunan Callisthenes dengan berupa benda kalung, di bagian bandulnya ada lambang simbol bunga " ✾ " yang memiliki arti keseimbangan. Dan untuk anak kedua di wajibkan melakukan satu tindikan di telinga, anting dengan bentuk lambang yang sama.

Kalista mengambil kotak dari lemari lalu memasangkannya pada Candra dan Cano.

"Nak, ini adalah hari bahagia.. Hari pengenalan keturunan Callisthenes dan sekaligus peresmian kalian semua. Tentu kalian akan menanggung tanggungjawab yang besar jika sudah melangkah keluar dari ruangan ini, mengingat kalian sudah mengenakan benda ini" ucap terang Kalista mengusap kepala cucunya.

Candra dan Cano sama-sama menganggukkan kepalanya sebagai jawaban untuk perkataan sang nenek agung.

Kalista menatap Cano, dengan wajah sedihnya.
"Nak Ano pasti kesakitan saat telinganya di tindik.. Maafkan Grandmam ya nak?"

Cano menggeleng, ia langsung memeluk leher wanita cantik di depannya yang tak lain neneknya.

Semalam Cano yang tertidur di bangunkan untuk melakukan penindikan, balita 4 tahun itu menangis saat melihat banyaknya orang di salah satu ruangan yang sudah di atur sedemikian rupa. Proses penindikan cukup berlangsung lama karena Cano yang berontak, hingga terpaksa Kalista melakukan cara yang sedikit keras (kasar), ia menggunakan banyak orang untuk menahan pergerakan Cano, kaki tangan dan kepalanya di tahan lalu dokter yang sudah di tugaskan pun melakukan tindikan dengan proses cepat karena alatnya yang berbentuk seperti tembak.

Cano baru di lepaskan dan langsung menangis keras, Cita langsung menggendong tubuh putranya menenangkan tangisnya. Cano menatap neneknya lama, Kalista tau cucunya tentu akan menyimpan perhitungan padanya.

Namun nyatanya, pagi buta Cano sudah mengetahui alasannya dan dia pun menerimanya, itu sebabnya Cano mengangguk dan langsung memeluk neneknya.

Kepala pelayan masuk, seraya membawakan satu kotak lagi dengan warna yang berbeda namun ada simbol Callisthenes di sana "✾"

"Itu pasti simbol tanda punya dede-dede kan Grandmam?" ucap Candra menatap benda yang di pegang kepala pelayan. Kalista tersenyum, mengangguk.

"Benar sayang, ini punya dede-dedenya Kak Andra dan Kak Ano, mau lihat?" anggukan dari keduanya dengan cepat.

Kalista mengambil kotak bludru berwarna merah tersebut, dan memperlihatkan pada cucunya.

POSESIF ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang