39

54 9 0
                                    

"Kenapa ngelamun sendirian di sini?"

Jongho menoleh saat San berdiri di sampingnya. Saat ini yang paling muda itu sedang berdiri di dekat gerbang bangunan yang mereka tinggali sementara. Memandang kedepan dengan tatapan kosong tapi penuh dengan pemikiran-pemikiran di kepalanya.

Jongho menggeleng sembari tersenyum menanggapi pertanyaan San. "Awalnya semua baik-baik aja. Tapi sekarang , kita bahkan gak tau kita masih bernafas atau enggak dalam beberapa jam kedepan. Seandainya........."

Jongho menjeda ucapannya menyebabkan kerutan timbul di dahi San. "Seandainya apa?"

"Seandainya.............. Hala gak pernah muncul di hadapan kita dan bilang kalo kita udah berpindah dimensi, pasti semua baik-baik aja meskipun banyak pertanyaan atas semua keanehan yang kita alami. Tapi ku rasa itu lebih baik daripada keadaan kita sekarang."

San benar-benar di buat terdiam dengan kata-kata Jongho yang terdengar putus asa dan penuh dengan kecemasan.

Sebenarnya, San dan yang lain sadar akan kecemasan yang di rasakan yang termuda. Jongho lebih sering diam sejak mereka sampai di markas Hala untuk pertama kali. Lebih sering terpancing emosi. Tapi mereka juga tidak bisa berbuat apa-apa atas hal itu. Mereka hanya berusaha untuk bisa menyelesaikan ini semua dengan cepat.

San menepuk pucuk kepal Jongho pelan. "Setelah ini semua bakal balik kayak semula. Kita bakal pulang apapun yang terjadi. Jadi, jangan menyerah, ya."

"Tapi kak......... Kalo setelah berhasil mendapatkan jam pasir itu kita pulang dalam formasi yang enggak lengkap gimana?"

San lagi-lagi di buat terdiam atas pertanyaan Jongho. Hal ini memang sudah pernah di singgung oleh Hongjoong sebelumnya. Tapi dia tidak terlalu memikirkan hal itu. Yang terpenting adalah mendapatkan jam pasir itu dan pulang secepatnya. Tapi saat Jongho yang bertanya, kenapa rasanya sangat berat untuk memikirkannya?

"Entahlah. Tapi yang terpenting jam pasir itu bisa kita dapatkan dengan cepat, kan?"

"Ya. Siapapun nanti yang berhasil pulang, yang terpenting adalah jam pasir itu." ada nada kepasrahan di suara Jongho.

"Jangan menyerah begitu. Aku yakin kita bakal pulang dalam formasi lengkap."

Jongho hanya mengangguk. Saat ini dia tidak ingin percaya pada siapapun. Tidak pada sang captain. Tidak pada Yeosang yang paling dekat dengannya. Tidak pada dirinya sendiri.

Apapun bisa terjadi kedepannya. Entah adanya pengkhianat. Atau perpecahan seperti yang lalu. Atau bahkan dirinya yang berubah pikiran untuk tetap bersama yang lain atau memilih jalannya sendiri.

"Di sini kalian rupaanya."

Jongho dan San menoleh saat seseorang menegur mereka.

"Kenapa, Gi?"

Mingi menunjuk ke belakang menggunakan dagunya. "Captain minta semua kumpul dulu sebelum berangkat."

San dan Jongho menoleh ke belakang, dimana yang lain sudah berkumpul di dekat mobil van yang akan mereka gunakan untuk pergi ke markas maksman.

Hahh.

Helaan nafas berat terdengar dari yang termuda.

"Kenapa, Ho?"

"Gak papa kak Gi. Ayo. Yang lain udah nungguin kita." Jongho melangkah lebih dulu dari San dan Mingi.

"Dia kenapa?" tanya Mingi yang berjalan beriringan dengan San.

San menggeleng. "Mungkin moodnya lagi buruk."

Mereka bertujuh sudah berkumpul. Dengan persenjataan dan peralatan pertahanan diri lainnya.

DEJA VU - ATEEZTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang