Menceritakan seorang Dosen yang dipaksa menikah dengan Wanita yang ternyata adalah Mahasiswanya sendiri. Semua menjadi rumit ketika satu kesalahan fatal terjadi diantara keduanya.
Hinata menutup matanya, membiarkan angin menyentuh tubuhnya. Menghirup sebanyak-banyaknya oksigen di pagi itu. Suara desir pantai terdengar seperti sebuah lagu yang merdu di telinganya. Itulah alasan Hinata sangat menyukai pantai.
Naruto datang memeluk tubuh mungil Hinata dari belakang, menyandarkan dagunya di atas bahu Hinata. Ikut merasakan sejuknya angin di pantai pagi itu bersama orang yang sangat ia sayangi.
Naruto menikmati waktu liburnya dengan mengajak Hinata pergi berlibur. Beberapa bulan lalu, Hinata lulus dari perkuliahan tapi masih bingung ingin bekerja dimana. Tapi Naruto tidak ingin memaksa Hinata untuk bekerja, karna bagi Naruto, penghasilan Naruto sudah lebih dari cukup untuk menghidupi Hinata.
Saat libur, keduanya lebih sering menghabiskan waktu untuk pergi berlibur berdua, mengunjungi tempat-tempat wisata. Bagi Naruto, menghabiskan waktu berdua dengan Hinata adalah segalanya.
"Setelah ini, kita liburan kemana lagi?" Tanya Naruto
"Nanti aku cari tempat yang lebih bagus" jawab Hinata membalikkan badannya untuk menghadap Naruto, melingkarkan kedua tangannya di leher suaminya dan mengecup bibir Naruto.
"Terimakasih.." ucap Hinata lirih sambil terus menatap mata Naruto dalam "Terimakasih karna sudah selalu mengusahakan segalanya bagiku" Hinata memeluk Naruto erat dan dibalas oleh Naruto tidak kalah erat.
Naruto bersyukur karna memiliki Hinata dalam hidupnya begitupun sebaliknya. Kisah cinta masalalu Naruto yang begitu menyedihkan, kini dibayar dengan sangat menyenangkan.
Naruto melempar tubuh Hinata ke atas tempat tidur penginapan yang mereka tempati selama liburan, mencium bibir Hinata lembut, bahkan Hinata masih berdebat dengan perlakuan suaminya. Padahal sudah sangat sering terjadi.
Naruto melepas bra yang Hinata kenakan, menampilkan kedua milik Hinata yang selalu membuat Naruto tidak bisa lepas dari pesona Hinata yang begitu kuat.
Kedua tangannya kini sibuk meremas milik Hinata hingga membuat Hinata mengerang mengeluarkan suara lembutnya.
Naruto masih terpesona melihat tubuh indah istrinya, orang pertama dan terakhir yang dia sentuh membuatnya candu, aroma tubuh Hinata membuatnya merasa damai.
Keduanya kini polos tanpa sehelai benang apapun. Naruto selalu memperlakukan Hinata dengan lembut, tidak ingin Hinata terluka. Kegiatan yang didasari rasa cinta rasanya memang berbeda bagi Hinata.
Nafas Hinata terengah saat Naruto terus menggerakkan tubuhnya dengan cepat, kedua tangan Hinata ia lingkarkan di leher Naruto yang kini tampak mendebarkan bagi Hinata. . . . Beberapa bulan lamanya..
"Aku tidak suka bau parfum ini, kenapa kamu pakai?" Tanya Hinata menutup hidungnya saat Naruto mendekatinya.
"Bukannya ini parfum yang selalu kau pakai?"
"Sekarang tidak lagi, buang saja" ucap Hinata, Naruto hanya bisa pasrah.
Semenjak hamil, Hinata menjadi sosok yang rewel dan cerewet dan sangat sensitif dengan bau-bau yang tajam. Bahkan bau badan Naruto saja akan menjadi masalah baginya jika tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan.
Naruto sempat kewalahan menghadapi kecerewetan Hinata Namun berusaha bersabar karna Naruto tau bahwa itu adalah bawaan hamil.
Kushina juga sering berkunjung kerumah Naruto dan Hinata hanya untuk melihat Hinata dan merawat Hinata. Kushina adalah salah satu orang yang paling bahagia saat mengetahui menantunya itu sedang mengandung.
"Kau tau, ibu dulu saat mengandung memang sangat banyak maunya, bahkan bau badan Minato saja aku tidak kuat" jelas Kushina pada Hinata.
"Berarti istriku mewarisi keanehan ibu." Celetuk Naruto yang tidak sengaja mendengarkan pembicaraan ibunya dan Hinata.
"Bukan aku dan Hinata, tapi kamu yang menurunkan sifat itu untuk anakmu sendiri" jawab Kushina tidak terima.
"Aku sering mual Bu jika mencium bau yang terlalu tajam, bahkan aroma tubuh Naruto saja aku tidak kuat" jelas Hinata menceritakan tentang gejala aneh yang dia rasakan selama kehamilan.
"Benarkah? Terlalu sama ya, apa jangan-jangan anaknya nanti juga sama seperti dia." Tebak Kushina membuat Naruto tampak kesal menatap ibunya itu.
Selama Hinata hamil pun Kushina selalu sibuk dengan pertanyaan-pertanyaan Naruto tentang kehamilan dan gejala-gejala yang Hinata alami saat masa kehamilan.
Naruto menjadi sangat protektif dan menjadi suami yang siap siaga kapan pun dan dimana pun. Naruto tidak ingin Hinata kelelahan dan merasa terbebani saat masa hamilnya.
Hinata pun sering mengidam hal yang aneh-aneh namun Naruto selalu siap untuk memenuhi keinginan istrinya itu meskipun kadang kewalahan karna permintaan Hinata.
"Kapan dia akan lahir?" Tanya Naruto saat berbaring sambil mengusap perut Hinata. Naruto juga sering mengajak bayi mereka yang masih dalam kandungan untuk berbicara meski tidak ada balasan dari dalam sana
"Usianya masih 7 bulan, masih butuh waktu 2 bulan baginya untuk bertemu dengan kita" jawab Hinata
"Aku sudah punya nama yang bagus untuknya?" Ucap Naruto terlihat semangat saat menyiapkan nama untuk anaknya.
"Siapa?" Tanya Hinata yang juga penasaran dengan nama yang sudah disiapkan Naruto untuk anak mereka.
"Rahasia, tunggu lahir saja. Karna kita tidak tau dia laki-laki atau perempuan kan" jawab Naruto.
Suara bel berbunyi di depan pintu rumah Hinata dan Naruto. Naruto bangkit berdiri untuk melihat siapa yang datang dan membuka pintu.
"Hinataaa...." Teriak Ino dan Temari yang sudah masuk dan melihat Hinata yang sedang duduk dengan perut yang sudah membesar.
"Apa dengan air mata mu?" Tanya Hinata pada Ino
"Aku terharu karna sebentar lagi akan memiliki keponakan" jawab Ino sambil menyeka air mata di pipinya. Ino merasa bahagia saat melihat sahabatnya hidup dengan bahagia dan bahkan sekarang akan memiliki anak.
Ino dan Temari bahkan dulu tidak menyangka bahwa Hinata telah menikah dengan dosennya sendiri, tapi memang benar, jodoh tidak akan kemana.
Ketiganya sudah berteman sejak duduk di kelas menengah lalu masuk dan mengambil jurusan perkuliahan yang sama membuat ketiganya selalu menghabiskan waktu bersama, susah senang selalu bersama.
"Bagaimana persiapan pernikahanmu, Temari?" Tanya Hinata pada Temari yang sebentar lagi akan melaksanakan pernikahannya.
"Lumayan, semuanya sudah di atur. Aku hanya berharap kau akan datang. Aku sudah mengundang beberapa teman kita saat di kampus dulu" jawab Temari
"Entahlah, apa aku bisa hadir dengan perut membesar seperti ini." Ucap Hinata tertawa sambil menunjuk perutnya. . . . TBC.. Masih ada lanjutannya, ditunggu saja. Jangan lupa baca juga cerita baru ku ya guys, jangan lupa vote juga, Thankyou 🥰🙏
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.