Part 41

343 18 8
                                    

Suara monitor terdengar sangat sibuk malam itu beradu dengan suara langkah kaki para petugas medis yang berlarian menuju ruang rawat inap Hinata. Alat bantu nafas ventilator telah dipasang di wajah mungil itu.

Kushina dengan sigap menggendong bayi itu keluar dari ruangan tersebut dengan perasaan kacau dan tidak bisa dijelaskan bagaimana paniknya orang-orang di ruangan tersebut.

Hinata tiba-tiba mengalami henti nafas malam itu membuat semua orang panik. Tim medis berdatangan ke ruangan Hinata untuk melakukan pertolongan pertama. Beberapa kali dilakukannya tindakan pompa jantung tapi tidak menemukan hasil yang baik.

Beberapa kali namanya di panggil, namun masih tidak mendapatkan jawaban. Sudah dilakukan semua upaya untuk menyelamatkan Hinata, namun tidak membuahkan hasil apapun. Tim medis sudah kewalahan melakukan pompa jantung.

Kushina dan yang lainnya dengan cepat datang menghampiri dokter saat keluar dari ruangan Hinata.

"Mohon maaf, kami sudah berusaha sebaik mungkin untuk nonya Hinata" ucap dokter tersebut dengan nada sangat menyesal menyampaikan berita duka.

Kushina dan yang lainnya membeku tidak percaya dengan apa yang mereka dengar. Kakinya terasa lemas tidak bertenaga, tapi berusaha untuk tetap sadar karna bayi yang ada digendongannya.

"Nonya Hinata menghembuskan nafas terakhirnya pukul 23.45 dengan henti jantung. Kami mohon maaf" lanjut dokter itu lagi.

Mendengar itu, Naruto dapat merasakan dunianya runtuh seketika itu juga. Ia terjatuh dan tersungkur di lantai. Hatinya benar-benar sakit sekarang, dia tidak menyangka akan mengalami hal seperti ini.

Dengan sisa tenaga yang ada, Naruto menuju kamar Hinata. Naruto memeluk tubuh istrinya yanh sudah terasa dingin, wajah Hinata masih sama cantiknya walau kini sudah terlihat pucat. Naruto tidak berhenti menangis sambik terus memeluk istrinya yang sudah tidak bergerak lagi.

"Hinataa..." Naruto terisak, merasakan pilu di hatinya. "Anak kita masih butuh kamu, aku masih butuh kamu" tangis Naruto semakin menjadi-jadi.

Naruto tidak bisa dan tidak akan pernah bisa menerima kenyataan yang terjadi saat ini. Hinata kini sudah tidak ada, rasa sesak di dada Naruto terasa sangat sakit.

Kushina kini hanya terduduk menangis dan Boruto di gendongannya. Ino dan Temari tidak kalah histerisnya saat tau bahwa sahabatnya kini sudah meninggalkan mereka.

Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain menyabarkan satu sama lain. Rasa sedih mereka bertambah saat melihat bayi Hinata yang saat ini belum tau apa-apa. Belum melihat ibunya dan belum sempat merasakan kasih sayang dari ibunya.

Naruto menyalahkan dirinya karna belum bisa menjadi suami dan ayah yang baik bahi Hinata dan anak mereka. Naruto terus menerus menangis memeluk tubuj istrinya yang kini sudah tidak bisa merespon apapun.

Orangtua Hinata yang saat itu baru saja sampai rumah sakit, kini berlari memeluk tubuh Hinata, menangis sejadi-jadinya atas apa yang menimpa anak mereka.

"Hinata..." ucap Ibu Hinata terisak saat melihat putri sulungnya itu membeku tidak berdaya lagi.

"Hinata..kau tau apa yang lebih sakit untuk seorang ibu tua seperti ku. Aku lebih baik mati daripada harus melihat anakku meninggalkan aku untuk selamanya" tangis ibu Hinata semakin menjadi-jadi. Begitupun dengan Hanabi yang tidak berhenti manangis atas kepergian kakak kandungnya itu.

Naruto merasakan sesak di dadanya karna tidak berhenti menangis, hingga pandangannya mulai gelap dan tiba-tiba tubuh Naruto terhuyung dan terjatuh di lantai, Naruto tidak sadarkan diri.

Dengan cepat, tim medis yang berada disitu menghampiri Naruto dan mengangkat Naruto ke atas bed tempat tidur dan dengan segera memberikan Naruto oksigen.
.
.
Suara burung berkicau sangat indah, hembusan angin kini menerpa wajah Naruto yang kini sedang berbaring di bawah pohon besar yang rindang dan sejuk. Ia terlelap disana dengan perasaan damai menyelimuti hatinya.

Sudah lama Naruto tidak merasakan perasaan seperti ini. Tidak ada beban di pikirannya. Tidak ada rasa sedih dan takut yang melanda hatinya.

Tiba-tiba terdengar suara lantunan musik dengan instrumen yang lembut dan menenangkan membuat Naruto enggan untuk membuka matanya.

Tiba-tiba ada yang menyerukan namanya dari kejauhan. Terdengar seperti suara seorang perempuan yang dengan nada sedih memanggilnya.

"Naruto.." suara itu terdengar semakin jelas ditelinganya. Dirinya yang tadinya enggan untuk membuka mata, kini harus bangkit berdiri mencari darimana arah suara tersebut.

Naruto tidak tau itu suara siapa, terdengar lembut dan sedih memanggil namanya, namun setelah sekian lama mencari, Naruto tidak mendapati darimana suara itu berasal, namun suara itu terus memanggilnya semakin keras.

Naruto tersadar, bahwa tempat dimana ia berada sekarang adalah tempat yang asing. Sebuah taman dengan pemandangan yang sangat indah, dipenuhi dengan tanaman hijau dan bunga yang berwarna-warni.

Beberapa kali Naruto menerjapkan matanya, berharap bahwa dia sedang berhalusinasi, tapi semakin nyata juga apa yang dia lihat dan rasakan sekarang. Tidak ada seorangpun disana, hanya dirinya sendiri yang terlihat sangat bingung dengan apa yang terjadi.

Naruto berlari kesana dan kemari mencari jalan keluar ataupun mencari seseorang yang bisa ia temui disitu. Namun tidak ada jalan keluar, tempat itu seperti sebuah lingkaran yang tidak ada ujungnya. Begitupun dia tidak menemukan keberadaan manusia lain di dalamnya.

Suara itu terus dan masih terdengar memanggilnya semakin jelas dan tidak berhenti. Naruto menutup telinganya dengan keras hingga suara itu berhenti dan tidak terdengar lagi olehnya.

Buugghhhhh..

Naruto memegangi kepalanya saat sesuatu terasa menimpa kepalanya dengan keras.

"Narutooo.." panggilnya

Naruto menutup telinganya dan tidak ingin mendengar panggilan itu lagi.

"Narutoo!" panggilnya semakin keras dan terus mengguncang tubuh Naruto.

Naruto terkejut dan membuka matanya dan melihat Hinata dengan ekspresi wajah yang marah menatap ke arahnya.

"Apa yang kau lakukan, kau menindih kaki ku dan sekarang kaki ku kesemutan. Kenapa tidur di atas kaki ku, kenapa tidak tidur di sana" tunjuk Hinata dengan sofa.

Naruto bingung dan seperti orang yang linglung saat menatap Hinata. Pandangannya kini tertuju pada bayi yang ada di keranjang bayi di samping tempat tidur Hinata.

"Aku memanggilmu dari tadi tapi kau tidak bangun-bangun malah menutup telinga. Anakmu lapar dan ingin minum susu tapi aku masih sulit berdiri. Bisakah kau siapkan susu anakmu, Pak Naruto?" ucap Hinata sedikit menyindir.

Naruto maish terdiam, mencoba mencerna apa yang sebenarnya terjadi sekarang.

Tidak lama, Kushina datang dengan membawa parcel buah ditangannya.

"Sayang..bagaimana, apa sudah lebih membaik?" tanya Kushina pada Hinata tanpa memperdulikan Naruto yang terlihat seperti orang aneh.

"Lumayan bu, lebih baik dari kemarin. Hanya masih terasa lemas saja" jawab Hinata.

Hinata sudah sadar sejak kemarin, disaksikan oleh Naruto dan yang lainnya. Tepat 1 minggu Hinata tidak sadarkan diri dirumah sakit. Kondisinya kini makin membaik dengan obat-obatan yang diberikan padanya.

"Coba tampar wajahku" ucap Naruto pada Hinata.

Plakkkkk

Tanpa pikir panjang, Hinata menampar pipi Naruto dengan lumayan keras. Naruto sedikit meringis kesakitan.

"Bu..dia baru bangun dari tidurnya dan tiba-tiba seperti orang aneh. Aku memintanya menyiapkan susu untuk Boruto, tapi dia hanya diam dan terus menatapku seperti orang aneh." protes Hinata pada sikap Naruto pagi itu.

"Ternyata hanya mimpi" ucap Naruto lega kemudian memeluk Hinata dengan erat dan mencium-ciumi istrinya itu tidak peduli dengan pandangan Kushina.

"Apa harus dilakukan di depan ibu?" tanya Kushina

Naruto hanya terkekeh dengan kelakuannya. Dia sudah melewati mimpi yang sangat panjang dan menyakitkan sampai rasanya seperti nyata terjadi. Padahal itu hanya mimpi yang terasa panjang.
.
.
TBC..
Haii...lama gak update
Selamat membaca 🥰✌️

Hate but LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang