Part 34

502 27 8
                                    

Sepulangnya Hinata kerumah sudah pukul 10 malam lewat. Tidak ada tanda-tanda Naruto berada dirumah padahal mobil nya sudah terparkir di depan rumah.

Hinata mengendap-endap masuk ke dalam kamarnya, bukan kamar Naruto. Entah kenapa saat ini rasanya Hinata ingin benar-benar menghindari Naruto.

"Dari mana?" tanya Naruto dengan nada dingin dan wajah datar

"Astagaaa.." Hinata sangat terkejut saat mendengar suara berat Naruto tiba-tiba muncul di belakangnya. Hinata membalas tatapan dingin Naruto. "Baru selesai jalan-jalan" jawabnya.

"Dengan anak itu lagi?" tanya Naruto penasaran

"Iya"

"Kamu sadar sekarang jam berapa? Tidak baik perempuan keluar sampai larut malam apalagi dengan laki-laki dan kamu kan sudah menikah-"

"Tapi sekali-kali tidak masalah kan, aku juga sudah jarang menonton bioskop, jalan-jalan, makan makanan enak di luar." potong Hinata

"Kenapa tidak bilang, kan kita bisa jalan-jalan berdua, kenapa harus dengan orang lain, aku tidak suka"

"Kan bapak jarang ada waktu, kalau untuk Karin mungkin bapak punya banyak waktu" Hinata kemudiam masuk ke kamarnya dan mengunci pintu kamarnya membuat Naruto tidak bisa berbuat apa-apa selain mencoba utnuk membujuk Hinata dari luar pintu.

"Ada apa, Hinata. Kenapa bicara seperti itu. Buka dulu pintunya, kita bicara dulu" ucap Naruto terus membujuk Hinata untuk membuka pintu kamarnya namun tidak ada jawaban dari Hinata.

Didalam kamarnya, Hinata kesal sekaligus malu oada dirinya sendiri karena sudah lancang bicara pada Naruto. Tidak seharusnya Hinata bicara blak-blakan masalah Karin pada Naruto itu hanya akan membuat Hinata terlihat cemburu terlalu jelas.

Hinata menampar bantal yang ada di hadapannya, mengacak rambutnya frustasi. Bukannya menyelesaikan masalah, malah menambah masalah baru membuatnya semakin enggan bertemu dengan Naruto.

Naruto yang sedari tadi tidak mendapatkan jawaban dari Hinata akhirnya masuk ke kamarnya, mencoba untuk menelepon Hinata namun ponsel Hinata tidak aktif.

Naruto kembali ke depan pintu kamar Hinata dan mengetuk pintu kamar milik istrinya itu berharap bisa dibuka namun lagi-lagi tidak a dan jawaban dari dalam sana. Naruto akhirnya pasrah dan menunggu sampai emosi Hinata mereda.
.
.
"Haii..Hinata" sapa Toneri yang sedari tadi sepertinya menunggu kedatangan Hinata pagi itu di kampus.

Hinata mau tidak mau memasang senyumnya walaupun sebenarnya dia sangat muak dengan lelaki yang sedang di hadapannya sekarang.

Sejak kemarin, Toneri selalu menempel pada Hinata kemanapun Hinata pergi entah itu sendirian ataupun sedang bersama Ino dan Temari, bahkan kedua teman Hinata itu pun sangat risih dengan Toneri yang selalu mengikuti Kemana Hinata pergi.

"Kau tidak ada jam mata kuliah?" Tanya Temari pada Toneri.

"Kebetulan hari ini kami tidak jadi masuk karna dosennya sedang ke luar kota" jawab Toneri.

"Lalu kenapa terus ikut dengan kami, kenapa tidak pulang saja" ucap Ino yang ikut protes

"Aku kan ikut bersama Hinata, bukan ikut kalian" jawab Toneri singkat namun cukup membuat ketiga orang itu kesal dengan perkataan Toneri.

"Terserah..Temari, antar aku mengembalikan buku ke perpustakaan ya" ucap Ino menarik tangan Temari untuk pergi meninggalkan Toneri dan Hinata disitu.

Hinata yang kesal ditinggalkan begitu saja berbalik menatap Toneri yang tampak senang karna kini hanya ada mereka berdua.

"Hinata.." panggil lelaki dengan suara berat membuat Hinata menoleh ke arah suara tersebut, suara yang tidak asing baginya.

"Bisa keruangan saya sebentar" ucap Naruto mengisyaratkan Hinata untuk mengikutinya.

Mau tidak mau Hinata harus mengikuti Naruto dan meninggalkan Toneri.

"Duduk!" Ucap Naruto sedikit tegas dengan wajah datar dan dinginnya membuat Hinata merasa gugup.

"Sudah cukup"

"Apanya yang cukup?" Tanya Hinata tidak mengerti.

"Sudah cukup marahnya, rasanya tidak nyaman jika kita begini terus"

"Maaf jika aku membuatmu marah atau tidak nyaman, atau ada perlakuan ku yang membuat mu kecewa dan marah, aku minta maaf. Dan masalah Karin, aku benar-benar tidak ada urusan apapun lagi dengannya, Hinata" jelas Naruto mencoba untuk meyakinkan dan menenangkan perasaan Hinata.

"Aku tidak peduli masalah bapak dan Karin." Ucap Hinata membuang muka dari Naruto.

Naruto mencoba untuk mendekatkan dirinya pada Hinata, menggenggam tangan Hinata lembut, merangkul bahu Hinata dan mengusapnya.

"Aku tau kau marah karna masalah Karin, tapi sekarang aku benar-benar tidak ada hubungan apapun dengannya. Aku hanya kesal jika aku disangkutpautkan dengannya lagi. Itu saja" jelas Naruto lagi.

"Kan aku sudah bilang aku tidak peduli"

Naruto meraih wajah Hinata mendekatkan bibirnya pada bibir milik Hinata lalu mengecupnya.

"Benarkah?" Tanya Naruto kemudian mengecup bibir Hinata kembali. Hinata hanya terpaku diam karna terlalu tiba-tiba.

Naruto membawa Hinata kedalam pangkuannya, satu tangannya merangkul pinggang ramping Hinata. Tidak ada perlawanan dari Hinata. Kedua tangan Hinata ia tumpukan di dada bidang milik Naruto.

Naruto menikmati setiap hembusan nafas Hinata yang sedikit terengah karna ciuman darinya. Jantungnya kini berdebar dengan kencang bahkan mungkin Hinata pun dapat mendengarnya.

Naruto kini mendaratkan ciumannya di lekuk leher Hinata, meninggalkan beberapa tanda bekas merah ciumannya disana. Aroma tubuh Hinata selalu membuatnya rindu.

Keduanya bahkan lupa sekarang sedang berada di kampus, bukan dirumah. Naruto tiba-tiba membuka kancing baju milik Hinata. Memperlihatkan dada milik Hinata yang masih terbungkus disana. Mencium dan meninggalkan lagi tanda merah disana, Naruto benar-benar menikmatinya sekarang.

Entah keberanian dari mana, kini tangan Hinata terangkat meraih kancing baju milik Naruto dan membukanya satu persatu. Melihat itu, Naruto merasa semakin tertantang. Tangan lentik dan dingin milik Hinata kini terasa menari-nari di atas dada bidang Naruto.

Kedua tangan Naruto kini sibuk membelai paha mulus Hinata. Mencoba untuk mengangkat rok hitam yang kini Hinata kenakan. Naruto sudah tidak bisa mengendalikan dirinya, miliknya pun seperti sudah memberontak tidak tahan dengan pemandangan yang saat ini ada di hadapannya.

Tubuh mungil milik Hinata, kulit halus dan putih Hinata membuatnya begitu bergairah. Kali ini tidak ada penolakan dari Hinata, tidak ada ketakutan di mata Hinata. Kalaupun ada, Naruto sudah tidak dapat menahannya lagi.

Naruto mengangkat tubuh Hinata kini dan membaringkannya di atas sofa, kini tubuh Hinata berada di bawah tubuh Naruto.

Naruto melepaskan baju Hinata yang masih menempel pada Hinata, kemudian membuka rok yang Hinata kenakan hingga kini Hinata hanya memakai Bra dan celana dalam.

Tidak lupa dengan cepat Naruto melepaskan kemeja putih yang ia kenakan dan melepaskan celana miliknya.

Melihat itu Hinata benar-benar merasa sangat takut, namun Hinata mencoba untuk mengontrol ekspresinya. Dia tidak ingin Naruto tau bahwa dia masih takut dan membuat Naruto kecewa untuk yang kesekian kalinya.

Kini, Naruto berhasil memiliki Hinata seutuhnya. Meskipun mereka melakukannya di tempat yang tidak tepat.

Naruto memeluk Hinata erat, menyapu keringat di wajah cantik istrinya yang tampak terengah.

Ini adalah pengalaman pertama bagi Hinata bahkan Naruto. Keduanya kini sudah benar-benar menjadi sepasang suami istri seperti yang lainnya.
.
.
TBC
Astgaaa...maaf guyss..anak kecil dibawah umur boleh skip aja..
Emang paling manjur, kalo istri lagi marah atau ngambek ya dibujuk nya itu pakai ciuman dan seterusnya hahaha.
.
.
Oiyaa guyss, kalian umur berapa aja ya yang baca FF ini ?
Hanya memastikan, takutnya ada yang dibawah umur.
Kalo masih ada yang dibawah umur, aku gak bikin part yang ada ninaninuu nya ya guyss 🙏🙏

Hate but LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang