Chapter 4

2.1K 182 2
                                    

Amara tersenyum melihat satu buah cup kopi kesukaannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Amara tersenyum melihat satu buah cup kopi kesukaannya. Mavi selalu ingat pesanan kopi Amara yang memiliki banyak pengecualian, seperti tanpa gula, hanya menggunakan susu kedelai dan airnya harus matang sempurna.

Ia menyambar kopi itu dan pergi karena Amara hanya mampir untuk mengambil dokumen yang tertinggal untuk dibawa pulang.

Rumah besar dengan nuansa dominan warna putih cream itu terlihat sepi karena hanya di isi olehnya dan Mavi saja. 

Amara duduk di depan cermin meja riasnya untuk melepaskan aksesoris pada telinga dan jari-jarinya, ia melihat foto pernikahannya dengan Mavi yang berada dalam bingkai berukuran mini di depannya. 

Masih ingat betul bagaimana rasa gugup sekaligus bahagianya pada saat itu. Gaun pengantin miliknya juga masih ada di dalam lemari, terbungkus rapih dan wangi. 

Amara menyentuh potret wajah Mavi yang tersenyum lebar.

"Mas, aku bahkan gak ingat kapan terakhir kali melihatmu tersenyum seperti ini."

Air matanya menetes lagi, Amara menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Ia terisak sendirian disana.

Mereka berdua sebenarnya saling menyadari bahwa sejak setahun belakangan ini pernikahan yang mereka jalani terasa sangat hambar. 

Lebih tepatnya hambar untuk Amara sendiri, padahal Mavi sudah berusaha untuk mencoba menjalin keintiman dengannya. Tetapi, sangat disayangkan usaha itu sia-sia. Mavi tak mendapatkan hasil dari usahanya.

Pria itu sudah berusaha untuk mencoba menarik kembali Amara dengan melakukan berbagai cara. Memberikannya bunga yang bukan hari-hari spesial mereka, menyiapkan sarapan untuk Amara sendiri, menjemput dan mengantarnya ke kantor jika Mavi sempat. Mengajak Amara untuk dinner di tempat yang romantis. Terakhir, Mavi mencoba untuk mengajak Amara pergi melakukan honeymoon kedua meskipun berujung penolakan lagi dan lagi dari Amara.

Amara menangis, ia merasakan sesak yang begitu perih di dalam hatinya. Menyadari bahwa Mavi sangat mencintainya membuatnya sedih. Ia takut kehilangannya, sangat takut.

Tak lama ponselnya berdering, panggilan dari ibunya membuatnya harus terpaksa menghentikan isakannya. 

"Halo, mah?"

"Amara kamu dimana?"

"Dirumah, kenapa? Amara baru saja sampai"

"Oh, mama kira kamu masih di kantor. Mama mau titip arsip papa katanya sih buat kamu baca-baca"

"Arsip?"

"Iya, feeling mama sih arsip copy-an untuk pembagian warisan deh"

"Loh? memang sudah deal? kan kita belum meeting sama papa?"

"Entahlah, mama juga pusing. Kakak kamu mau minta perusahaan kamu"

"MA! gak bisa gitu dong! Amara yang bangun susah payah perusahaan ini masa kak Daniel yang di kasih? It's not fair!"

The Three Rings With Broken Vows { COMPLETE }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang