Chapter 11

2.7K 189 19
                                    

Agenda tahunan yang selalu dilakukan oleh keluarga Amara, yaitu makan malam keluarga. Salah satu hal yang sangat Amara benci untuk melakukannya. Menurutnya hanya buang-buang waktu karena Amara akan menjadi bahan perbandingan dengan kakaknya, Daniel.

Amara dengan balutan dress berwarna hitam selutut terlihat simple dan elegan, sedangkan Mavi dengan setelah jas casual nya terlihat tampan.

Mobil mereka terparkir di sebuah restaurant mewah di pusat kota. Mavi mematikan mesin mobilnya. Ia melihat Amara yang sepertinya enggan untuk turun.

"Ayo Amara, kalau terlambat nanti mama kamu bisa marah."

Amara masih terdiam. 

"Mas, boleh gak sih kalau kali ini kita absen aja? aku gak mau ketemu mereka."

Mavi tahu, ia sangat paham dengan perasaan Amara. 

"Kalau kita gak hadir, papa kamu bisa berpikir dua kali untuk menyerahkan warisan itu Amara." ucap Mavi lalu melepas seat belt nya. 

Amara menghela nafasnya lalu ia juga turut melepas seat belt nya dan turun dari mobil.

"Ayo," ucap Amara

Merasa tak ada suara langkah kaki disampingnya membuat Amara menoleh. Ia melihat Mavi yang masih terdiam di tempatnya.

"Kenapa? kok diam aja? katanya gak mau terlambat? kamu-"

"Ra, kamu gak mau pegang tanganku?"

Ucapan Amara terhenti ketika mendengar Mavi berbicara. ia baru menyadari, kenapa tubuhnya secara tanpa sadar berjalan sendirian? padahal dulu, tanpa diminta pun Amara akan selalu merangkul lengan Mavi tanpa ragu.

Mereka berdua saling melempar pandang dan berujung Mavi yang akhirnya berjalan lalu menarik tangan Amara. Pria itu menggenggam tangannya. Menautkan jari mereka. 

Entah mengapa tapi Amara justru merasa canggung, apa yang salah dengan dirinya?

Mereka berjalan memasuki restaurant. Bagi orang lain Amara dan Mavi mungkin terlihat seperti pasangan yang sempurna. Seolah tak ada celah yang dapat terlihat hingga orang lain tak menyadari ada badai besar dibalik punggung mereka masing-masing.

Sebuah kontrak gila yang siapapun pasti akan menggelengkan kepala saat mendengarnya.

"Selamat malam pa,ma" sapa Mavi

"Oh? Mavi? Amara? ayo duduk,"

"Mama kira kamu gak mau dateng," 

Benar bukan? Amara bahkan belum mendudukan tubuhnya di kursi tapi ibunya sudah mengibarkan bendera merah.

Tak lama kemudian Daniel dengan istri dan anaknya datang. Tentu saja, sambutan yang dilakukan berbeda dengannya.

"Halo sayang, kamu baru sampai?" 

Amara hanya mendengus melihat ibunya menyapa dan memeluk Daniel.

Mavi melirik Amara, gadis itu menunjukan ekspresi kecewa dan sedih, namun ditutupi dengan smirknya.

"Hallo Amara dan Mavi, apa kabar?"

Daniel menyapa dan berjabatan tangan dengan Mavi, sedangkan Amara hanya diam saja tak menggubris sapaan kakaknya.

"Halo cucu kesayangan kakek," 

Anak Daniel sekaligus cucu pertama dikeluarga mereka tentu saja menjadi fokus yang menarik kedua orangtua Amara. Mereka bahkan tak mengizinkan semut kecil untuk berjalan diatas kulit bocah laki-laki berusia lima tahun itu.

"Karena sudah kumpul, ayo kita makan."

Mereka melakukan fine dining dengan menu terbaik di restaurant mewah itu. Makanan pembuka sudah datang memenuhi meja. Selain suara sentuhan alat makan tak ada yang membuka suara. Mereka makan dengan keheningan. Menjadi hal umum di keluarganya bahwa ayah Amara sangat tidak menyukai mengobrol di sela-sela kegiatan makan berlangsung.

The Three Rings With Broken Vows { COMPLETE }Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang