Asha berdiri di depan cermin kamar mandi. Ia melihat perubahan bentuk pada tubuhnya.
Tangannya mengusap perutnya yang mulai terlihat membesar.
Senyum tipisnya mengembang.
Sejauh ini semuanya baik-baik saja dan ia hanya bisa berharap, agar seterusnya demikian.
Namun, masa depan memang tidak pernah bisa di tebak. Seperti hal nya saat ini ketika Mavi akhirnya mengetahui bahwa Amara sakit.
Selepas pulang dari kantor, ayah Amara menghubunginya meminta untuk bertemu malam ini.
Mavi datang ke rumah orangtua Amara sendirian, sang ayah tak memberitahunya kalau Mavi berkunjung kesana.
"Mavi, saya mau tanya sama kamu."
"Iya, pa?"
"Apa kamu masih mencintai anak saya?"
Mavi mengerutkan keningnya mendengar pertanyaan tiba-tiba itu.
Ada jeda keheningan sebelum Mavi menjawabnya.
"Saya-"
"Mavi, Amara sakit. Dia mengidap kanker rahim stadium akhir."
Mavi menatap ayah mertuanya dengan sangat terkejut.
"A-apa maksud papa?!"
"Amara sakit, diagnosa itu baru keluar ketika Amara berkunjung kesini kemarin."
Mavi tak percaya mendengarnya. Ribuan pertanyaan muncul di dalam kepalanya. Kenapa Amara tidak memberitahunya? Kenapa ia menyembunyikan hal sebesar ini darinya?
Dirinya diliputi rasa sedih, marah, dan kecewa sekaligus.
"Amara meminta saya untuk tidak memberitahukan soal ini ke kamu, tetapi itu tidak benar. Kamu adalah suaminya, kamu berhak tahu."
Mavi mengeraskan rahangnya.
"Dan satu hal lagi, saya minta kamu untuk memilih. Anak saya atau perempuan asing yang sedang hamil itu."
Dua kali strike dalam satu waktu yang bersamaan. Mavi merasa seperti sedang ditelanjangi saat ini di depan ayah mertuanya sendiri.
Mavi tak menunjukan ekspresi wajah yang dapat memperburuk citranya.
"Saya tahu itu adalah keputusan Amara, saya paham kamu hanya melakukan permintaannya. Tetapi, saya minta satu hal itu dari kamu sebagai seorang kepala keluarga Mavi."
"Pa, gadis asing itu memiliki nama. Namanya adalah Asha. Benar, dia memang sedang mengandung anak saya. Namun, itu semua adalah permintaan Amara."
Mavi menjeda kalimatnya untuk menarik nafas.
"Amara meminta bayi itu sebagai syarat untuk memiliki perusahaan papa."
"Perusahaan itu saat ini sudah resmi dimiliki oleh Amara, papa sudah menyerahkannya kemarin."
Mavi merasa seperti dimainkan oleh mereka.
"Saya tidak bisa memilih, sampai bayi itu lahir sepenuhnya saya akan tetap bertanggung jawab karena kami sudah menikah. Jadi, saya juga adalah seorang kepala keluarga. Saat ini saya sedang berusaha untuk bisa menjalankan tanggung jawab saya, pa."
"Mavi, ceraikan Amara."
Mavi terbelalak mendengar putusan dari ayah mertuanya.
"Pa!"
"Kalau kamu tidak bisa memilih, ceraikan anak saya! Atau.."
Mavi menatap pria itu dengan was-was.
"Saya akan ambil paksa Amara dan tidak akan saya izinkan kamu untuk bertemu dengannya, selamanya."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Three Rings With Broken Vows { COMPLETE }
FanfictionAda banyak cara untuk mencari uang. Termasuk dengan meminjamkan rahim sendiri. Orang gila mana yang mau melakukannya demi uang? Asha, adalah satu-satunya. Merasakan beratnya menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian sang ayah. Belum la...