Sepanjang perjalanan Asha terus mengusap perutnya mencoba untuk menenangkan calon bayinya yang terus bergerak. Apakah karena ia merasa gelisah?
Peka dengan gerak gerik Asha, Tania membantu untuk mengusap perut Asha.
"Lo baik-baik aja? Dia bergerak terus?"
"Iya tan, rasanya ngilu banget. Kenapa ya?"
"Karena lo deg-degan mungkin? Coba lo relax deh sha, atur nafas lo ya. Takutnya dia begitu karena bisa ngerasain lo stress juga."
Asha menurut, ia mencoba untuk menjadi lebih rileks dan mengatur nafasnya. Benar saja, gerakannya mulai mereda. Sepertinya memang benar, bayi itu dapat merasakan kondisi hatinya saat ini.
Tania memarkirkan mobilnya di halaman rumah utama Amara dan Mavi.
Sampai saat itu, Mavi sama sekali tidak diberitahukan oleh Amara kalau Asha akan datang.
Tania membantu Asha untuk turun dari mobil.
Diantar oleh seorang asisten rumah tangga, mereka berdua menaiki lift menuju lantai dua.
Hembusan angin meniup dress selutut berwarna putih tulang yang ia pakai. Sepertinya angin itu berasal dari kamar yang pintunya terbuka.
"Mari, kamar ibu Amara ada disebelah sini."
Asha dan Tania saling melempar pandang sebelum masuk kesana.
Tania mengulurkan tangannya pada Asha.
"Lo rileks aja, sha." Ucapnya.
"Gue coba, tan. Thanks ya." Balasnya.
Asha menelan ludahnya sebelum kakinya benar-benar melangkah masuk ke dalam kamar itu.
Asisten rumah tangga itu mengetuk pintu kamar Amara.
"Permisi pak bu, ada tamu yang berkunjung."
Tania menoleh pada Asha ketika ia merasakan tangannya di remat kencang oleh Asha.
"Pak katanya? Apakah..."
Di dalam hatinya Asha bertanya-tanya, apakah Mavi ada disana?
Jantungnya berdebar sangat kencang.
Ketika kakinya benar-benar melangkah masuk, sebuah pemandangan yang sangat memilukan membuat Asha sampai menutup mulutnya tak percaya.
"Hallo Asha...akhirnya kamu datang."
Dengan wajah pucat Amara tersenyum padanya.
Matanya melirik ke sisi lain Amara, dimana seorang pria berdiri dari kursinya dan sedang menatap ke arahnya dengan wajah sangat terkejut.
Mavi berdiri disana, pria itu terlihat sangat kacau.
Asha bahkan sampai kebingungan, apa yang sebenarnya terjadi?
Asha mendekat perlahan ke arah Amara. Semakin tipis jarak mereka, semakin jelas pula pandangan Asha.
Amara dengan kepala polos tanpa sehelai rambut pun sedang bersandar lemah di atas ranjangnya.
Pipinya tirus dan tubuhnya menjadi lebih kurus.
Lalu, pandangannya beralih pada Mavi.
Pria itu terlihat seperti sedang membendung air matanya. Mata mereka bertemu hanya untuk beberapa detik, namun Asha segera mengalihkannya kembali pada Amara.
"Perut kamu sudah besar ya sha, berapa bulan usianya sekarang?" Tanya Amara.
Asha tak kuasa menahan air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Three Rings With Broken Vows { COMPLETE }
FanfictionAda banyak cara untuk mencari uang. Termasuk dengan meminjamkan rahim sendiri. Orang gila mana yang mau melakukannya demi uang? Asha, adalah satu-satunya. Merasakan beratnya menjadi tulang punggung keluarga semenjak kepergian sang ayah. Belum la...