Chapter 39

1.8K 155 69
                                    

"Shoyo---apa?"

Kabar yang baru saja diberikan oleh pengawalnya ini membuat seseorang yang tengah santai duduk di dalam kamarnya sambil membaca majalah dan menyantap cemilan itu menjadi sangat tertarik akan informasi baru ini.

Ia membalas dengan pertanyaan yang menginginkan penjelasan lebih lanjut.

Lalu, sang pemberi informasi dengan tenang kembali menjawab.

"Shoyo mengalami kecelakaan, lalu kehilangan bayinya."

Kourai mendengar hal yang sama untuk kedua kalinya. Namun rasanya masih ingin pengulangan.

Meskipun disatu sisi ia merasakan sebuah keberuntungan menghampirinya. Tapi, ada sesuatu yang janggal dengan perasaannya.

Namun Kourai tak tau itu apa.

Ia diam sekian menit, wajahnya tak menunjukkan ekspresi apapun seolah tengah berpikir.

Sachirou ikut diam, rasanya tak ada yang perlu diucapkan lagi.

Bahkan informasi ini harusnya tak ia beritahu kepada tuannya.

Namun, ia tidak ingin disudutkan karena kesalahannya yang tau mengenai informasi ini dan memilih diam daripada memberikan informasi pada Kourai.

"Sachirou ..."

"Iya tuan."

Kourai memberi jeda sebelum kembali bersuara, "Ini kesempatanku, kan?"

Iya, Sachirou tau Kourai pasti akan menggunakan peluang ini.

Padahal ia tau, dengan begini Kourai akan menyukseskan rencana awalnya.

Seolah diberi jalan pintas oleh takdir.

Padahal informasi ini juga akan membuat Sachirou kehilangan Kourai. Namun entah mengapa ia tetap memberitahu.

"Iya, tuan."

Suaranya sedikit terendam.

"Keluar lah, cari informasi lebih lanjut, aku akan memikirkan ini."

Sachirou mengangguk, mengikuti instruksi tuannya untuk keluar dari kamar itu.

Dan malam dihari yang sama, setelah mendapat beberapa informasi baru dari Sachirou, Kourai memutuskan untuk menemui Shoyo secara langsung.

Seolah ingin menyatakan perang sepihak kepada Shoyo.

Karena bagaimana pun juga, kemenangannya terlihat di depan mata.

Kesempatan cuma-cuma yang diberikan takdir olehnya, seperti menjelaskan bahwa kali ini merupakan kemenangan terbesarnya.

Ia sudah di depan pintu sebuah kediaman.

Rumah yang tampak biasa saja. Bagaimana pun Shoyo hanyalah kalangan menengah kebawah.

Rumah bagaikan istana yang sempat ia tinggali adalah rumah Tobio.

Kourai mengetuk pintu beberapa kali.

Tidak ada jawaban dari orang rumah.

Sekali lagi, ia berencana untuk mengetuknya. Tapi suara ceklekan membuatnya terhenti.

Pintu tersebut dibuka oleh orang yang diharapkan.

Awalnya Kourai cukup ragu.

Pasalnya, sangat berbeda. Benar-benar berbeda dari Shoyo yang ia ketahui.

Rambut dan wajah yang kusut. Matanya terlihat bengkak, namun pandangannya kosong.

Ia tampak seperti orang yang kehilangan arah.

Be Mine, ShoyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang