Chapter 17

2.3K 223 33
                                    

Seminggu.

Tobio sungguhan tidak pernah menghampiri kediaman Hinata lagi.

Shoyo tidak tau mengapa, namun ini cukup aneh.

Apa Tobio ada urusan di luar kota lagi?

Tapi tetap saja biasanya Tobio pasti akan mengabarinya.

Namun selama seminggu, Tobio juga tidak pernah mengirimkannya pesan sama sekali.

Tidak mungkin Alpha itu sungguhan depresi, kan?

Atau justru menghindar? Itu kemungkinan paling gila.

Hari ini akhirnya Shoyo kembali ke restoran, ia tidak bisa libur lebih lama.

Lagi pula tubuhnya sudah lebih baik dari terakhir kali, berdiam diri di rumah juga hanya akan membuatnya merasa kesepian.

Setidaknya, selagi perutnya belum membesar Shoyo masih bisa mengelabui orang-orang.

"Kau sudah lebih mendingan, Shoyo?"

Kou adalah orang pertama yang menyapanya hari ini.

Tidak ada alasan lain karena Shoyo memang datang lebih cepat dan hanya Kou dan Kei yang ada di restoran saat ini.

Kei bukan lah orang yang suka basa-basi, ia juga tak suka mencampuri urusan orang lain.

Dan bentuk perhatian tentunya akan datang dari sang Omega yang parasnya saja sudah terlihat betapa lembut orang tersebut.

"Kurasa sudah lebih baik."

Kou tersenyum lembut, sangat hangat, "Syukurlah, jika kau merasa tidak enak badan lagi bilang saja, kami tidak akan memaksamu untuk bekerja terlalu keras, Shoyo."

Tenangnya.

Kou sungguhan sangat hangat, Alpha yang mendapatkannya sangat beruntung.

Hanya dengan mendengar suaranya saja bisa membuat perasaanmu lebih baik.

"Terima kasih, Kou."

Kou hendak kembali lagi ke ruangan Daichi dan Shoyo juga akan menuju ruang ganti.

Tapi untuk pengakhiran, Kou kembali berujar, "Ah, Tadashi mengkhawatirkanmu, kau harus menyapanya duluan nanti, ya?"

Shoyo terkekeh, "Iya."

Tidak bohong, jika orang-orang di restoran ini sangat hangat, mereka saling peduli satu sama lain.

Alpha, Beta, Omega. Mereka memperlakukan sama.

Tempat ini, setiap tenaga kerja disini, dibuat seolah adalah keluarga.

Padahal ini adalah restoran elit tapi mereka semua tidak tinggi hati.

Shoyo menaruh baju sebelumnya yang ia pakai dan menggantungnya di dalam loker miliknya.

Ia merapihkan diri sejenak di cermin, lalu pada pantulan cermin menampilkan seorang pria dengan bintik di wajahnya.

Sorot matanya tampak lega.

Shoyo berbalik menghadap pria tersebut, "Pagi, Tadashi."

Shoyo tidak tau bagaimana harus menyapa Tadashi, apakah yang ini sudah benar?

Tadashi berlari, ia mendekat.

Tangannya memegang bahu Shoyo.

"Kau baik-baik saja, kan? Aku pikir kau hanya demam biasa, tapi kau hingga mengambil libur lebih dari seminggu."

Shoyo tersenyum kikuk, Tadashi terlalu berlebihan dalam mengkhawatirkannya.

"Aku baik-baik saja."

"Sungguh?"

Be Mine, ShoyoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang