Satu bulan berlalu, selama satu bulan ini Saviera ataupun Ronadio menjalani kehidupan seperti biasa. Saviera sibuk dengan Quello di Vier, Ronadio pun sibuk dengan urusan kantornya.
Setelah kejadian satu bulan lalu, kejadian dimana Ronadio menganggap Saviera adalah Roxadia dan membawanya ke peak, Saviera ataupun Ronadio tidak lagi pernah berjumpa
Polixa juga mengatakan jika sekarang kondisi Ronadio sudah benar-benar normal dan tidak mudah down seperti sebelumnya. Bahkan Ronadio sudah tidak lagi menjadi pasien Polixa.
Hari ini weekend, Saviera sedang berada di rumahnya, rumah mewah dengan nuansa art deco. Saviera berada di lantai tiga, duduk ditepi kolam renang menatap ketenangan air dihadapannya
Pikirannya melayang, Saviera memikirkan banyak hal. Memikirkan masa depannya, memikirkan banyak kemungkinan yang akan terjadi didepan mata. Kepalanya saat ini sangat penat
"Jangan melamun" Polixa tiba-tiba sudah berada di samping Saviera. Entah sejak kapan Polixa ada disampingnya, Saviera tidak menyadari
"Hm" Saviera membalas seadanya. Pandangannya tetap lurus menatap air kolam, sesekali ia menyesap secangkir sugarless lemon tea ditangannya
"Coba lihat gue sini, lo ga mau lihat wajah sahabat lo yang tampannya serupa dengan dewa yunani ini?" Polixa berusaha menghibur
"No, thanks. Lihat air kolam lebih tenang dari pada lihat wajah lo" balas Saviera
"Sial! wajah gue kalah sama air kolam." gumam Polixa sambil ikut menatap air kolam renang.
Beberapa saat, hanya ada keheningan di antara mereka berdua. Polixa memberi ruang untuk Saviera, Polixa tahu betul sahabat tersayangnya itu sedang memikirkan banyak hal
"Kalau udah mau bicara sama gue, kasih tau. Gue ke dalam dulu" Polixa hendak bangkit dari duduknya, tetapi ucapan Saviera menahannya
"Stay here." Polixa menghela nafas dan menghadapkan tubuhnya ke arah Saviera
"Let's say whatever you want to say" ujar Polixa
"Nanti malam gue berangkat ke Italy, lo tau kan biasanya gue selalu excited saat mau ke sana? tapi kali ini untuk sekedar packing barang pun rasanya berat" Saviera berbicara dengan tetap menatap ketenangan air kolam renang dihadapannya
"Gue paham sa, tapi sorry gue ga bisa bantu. Gue cuma bisa berdoa, semoga keputusan yang di ambil bokap lo adalah keputusan yang terbaik untuk lo" balas Polixa dengan nada penuh pengertian
"Gue rasa ini bukan yang terbaik, gue masih heran kenapa bokap gue bisa ambil keputusan sepihak padahal ini menyangkut masa depan gue. Apa bokap gue ga sayang sama gue pol?"
"Sa, bokap lo ambil keputusan ini justru karena rasa sayang bokap lo terlalu berlebihan ke lo. Bokap lo bahkan masih memikirkan masa depan lo didetik terakhir hembusan nafasnya"
"Tapi ga gini caranya" lirih Saviera.
Dengan segera, Polixa langsung merengkuh tubuh Saviera. Polixa membawa Saviera masuk ke dalam dekapannya, Polixa berusaha menenangkan Saviera lewat dekapan hangat yang ia miliki
Polixa sangat tidak bisa melihat Saviera si perempuan kuat, perempuan tangguh, perempuan yang selalu tenang dalam situasi apapun ini menjadi perempuan lemah seperti sekarang
"Gue ga mau tunangan sama Jeffrey, bawa gue pol. Tolong bawa gue pergi sejauh mungkin." Saviera mengeratkan dekapannya pada tubuh Polixa
"Gue ga bisa sa, lo tau sendiri Jeffrey dan bokapnya gimana. Bokapnya pasti akan terus cari lo sampai dapat walau lo sembunyi di luar angkasa sekalipun" Polixa mengelus lembut punggung Saviera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Similar Face
RomanceBagai keajaiban yang datang tak terduga, bagai bencana yang datang tak disangka. Begitulah pertemuan mereka, terjadi begitu tiba-tiba. Setiap manusia sudah digariskan takdirnya masing-masing, semuanya sudah ditulis dan dirancang dengan mendetail ole...