Pukul 09.00 waktu Italia, tiga cangkir teh hangat melengkapi perbincangan tiga manusia yang sedang mengeluarkan kata demi kata, merangkai cerita sedemikian rupa untuk saling berbagi warta. Sudah sekian purnama mereka tak jumpa, menjadikan mulut terasa tak henti bicara satu dan lainnya. Di ruangan megah nan glamour, tepatnya di ruang keluarga mansion, Ronadio, Saviera dan Polixa sedang berbincang ria.
Tiba-tiba saja, Polixa mengalihkan pembicaraan. Ia menatap lekat wajah Saviera yang sedang duduk lumayan jauh darinya, lalu berucap, "Savier, nanti siang gue kembali ke Indonesia."
"Ga mau stay di sini lebih lama lagi, Pol? lo kan tau nanti malam acara pembukaan Quello di Vier Como, kehadiran lo di acara nanti malam sangat berarti untuk Saviera, begitupun gue." sahut Ronadio. Pasalnya, nanti malam merupakan acara pembukaan Quello di Vier Como. Ronadio sangat berharap Polixa hadir di acara penting perempuan tercintanya, Ronadio yakin hal tersebut akan membuat Saviera senang
"Polix, please stay di sini sampai nanti malam. Gue berharap lo hadir di acara nanti malam. Lo jahat kalau tetap kembali ke Indonesia, baru juga sebentar kita jumpa," Saviera memasang raut wajah memohon kepada Polixa
"Jangan berharap gue hadir di acara nanti malam kalau lo aja masih jauhi gue sedari gue menginjakkan kaki di mansion," Polixa menyilangkan kedua tangannya di dada, wajahnya memancarkan ekspresi jengkel.
Kejengkelan Polixa bukan tanpa sebab, ia sudah sangat lelah karena Saviera terus menjauh darinya. Melihat Polixa saja bahkan Saviera seperti melihat bangkai tikus yang telah membusuk beberapa minggu, Saviera menganggap harum tubuh Polixa seakan begitu mematikan. Pagi ini Saviera baru mau berbincang dengan Polixa, itu pun harus dengan bujukkan sang suami tercinta.
"Ya ampun.. jadi lo mau pulang ke Indonesia karena jengkel sama gue?" Saviera menatap Polixa
"Pikir aja sendiri!" Polixa memalingkan wajah.
Saviera menolehkan pandangannya kepada Ronadio yang duduk tepat di sampingnya, ia kemudian mendekatkan bibirnya pada telinga Ronadio, "He was upset with me," bisik Saviera
Ronadio tersenyum, ia pun balas berbisik, "Yes, you have to persuade him." Ronadio mengelus lembut pipi mulus perempuannya. Saviera mengangguk, ia lalu mendekati Polixa.
Ketika tubuh semampainya telah berdiri tepat di hadapan Polixa, Saviera tersenyum manis seraya merentangkan kedua tangannya. Polixa dengan kejengkelan yang masih setia hinggap di raganya itu pun akhirnya bangkit dari sofa yang ia duduki, ia menyambut rentangan tangan sahabatnya. Saviera dan Polixa saling berdekapan.
Beberapa detik Saviera dan Polixa terus berdekapan tanpa suara, sampai akhirnya Polixa menyadari satu hal, "Savier, lo tahan nafas?" tanya Polixa. Ia langsung melepaskan dekapannya pada tubuh Saviera. Saviera dengan wajah polosnya mengangguk, membenarkan apa yang dikatakan Polixa jika ia memang menahan nafas.
Saviera tersenyum menampilkan gigi, "Sorry, Polix." Setelah itu, ia menjauhkan diri dari Polixa. Sebelum membawa tubuhnya menghilang dari ruang keluarga, Saviera menatap intens Polixa, "Gue baru sadar, ternyata parfum lo yang mengganggu indera penciuman gue. Please jangan pakai parfum itu lagi ya, Polix, my best friend forever, kalau perlu buang aja parfumnya." Setelahnya, Saviera meninggalkan Polixa dan Ronadio, ia melangkah menuju kamarnya.
Polixa menoleh pada Ronadio, "Istri lo aneh."
Ronadio tertawa kecil mendengar ucapan Polixa, ia membalas, "Sahabat tersayang lo juga itu,"
"Perempuan hamil memang tingkahnya bisa tiba-tiba berubah gitu ya? Savier biasanya ga pernah terganggu sama harum parfum gue, tapi kenapa sekarang seolah harum parfum gue adalah sebuah bencana besar untuk dia?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Similar Face
RomanceBagai keajaiban yang datang tak terduga, bagai bencana yang datang tak disangka. Begitulah pertemuan mereka, terjadi begitu tiba-tiba. Setiap manusia sudah digariskan takdirnya masing-masing, semuanya sudah ditulis dan dirancang dengan mendetail ole...