41

683 91 11
                                    

Lembabnya embun membelai dedaunan, dinginnya udara pagi mulai berganti dengan hangatnya sinar mentari. Pukul 08.00, Saviera telah siap dengan penampilan yang sangat memikat, ia rencananya akan memulai aktivitas awalnya di bakery and Italian resto miliknya yang semalam baru diresmikan, Quello di Vier Como.

Saviera melangkah anggun keluar mansion, sebelum berangkat ke Quello di Vier ia ingin mencari suami tercintanya terlebih dahulu. Seusai menyantap sarapan bersama di ruang makan, tubuh kekar Ronadio tidak lagi terlihat oleh Saviera. Pelayan memberi tahu Saviera jika saat ini lelaki tercintanya sedang berada di golf course yang terletak tepat di belakang mansion.

Ketika Saviera telah berada di area golf course, ia melihat Ronadio tengah fokus membidik tongkat golf ke arah bola yang hampir masuk ke dalam hole. Saviera mengamati Ronadio, Saviera hafal betul bermain golf adalah salah satu cara lelakinya itu menenangkan pikiran. Saviera menduga, saat ini pasti sedang ada sesuatu yang mengganggu pikiran Ronadio. Sepulang dari acara semalam, Saviera pun merasa Ronadio banyak diam.

Tentu dugaan Saviera benar, setelah pertemuan Ronadio dengan Lucas semalam, Ronadio memang banyak diam, pikirannya sangat kacau. Bahkan semalam rasanya Ronadio sangat sulit untuk lanjut menikmati acara perempuannya sampai selesai. Tapi sebisa mungkin Ronadio tetap berusaha mengontrol diri, ia tidak ingin menceritakan tentang pertemuannya dengan Lucas, takut jika nantinya membebani pikiran Saviera.

Tak..

Tangan Ronadio yang memegang tongkat golf bergerak mengayun memberi pukulan kencang pada bola kecil berwarna putih, helaan nafas kasar menyertai pergerakannya. Setelahnya, Ronadio memejamkan mata.

Tingkah laku Ronadio tentu saja tak lepas dari pandangan Saviera. Saviera mendekatkan diri pada Ronadio, lalu, dekapan lembut ia persembahkan pada tubuh lelaki separuh nafasnya itu, "Sesuatu yang mengganggu pikiran jangan ditelan sendiri. Ada aku, sayang, bagi sesuatu yang mengganggu pikiran kamu itu ke aku,"

Ronadio membuka pejaman matanya, ia terkejut dengan kehadiran Saviera yang tiba-tiba. Ronadio menarik tangan Saviera untuk mengeratkan dekapan sang puan pada tubuhnya, setelah itu ia membalas, "Ga ada sesuatu yang sedang mengganggu pikiranku,"

"Aku hidup berdampingan dengan kamu bukan baru satu atau dua hari," Saviera melepas dekapannya, ia membalikkan tubuh Ronadio menjadi berhadapan dengannya dan kembali berucap, "Sekeras apapun kamu berusaha menyembunyikan sesuatu dari aku, aku tetap akan bisa meramalnya."

Ronadio diam, ia hanya memandangi Saviera tanpa berkedip. Beberapa saat kemudian, baru lah ia berujar, "Sayang, aku pesan satu hal ya ke kamu, tolong jaga diri dari siapapun, bahkan dari orang yang kamu kenal sekalipun."

Saviera mengerutkan kening, ia tak mengerti dengan pesan yang Ronadio sampaikan, "Kenapa memangnya?" tanya Saviera

"Ga kenapa-kenapa, hanya untuk mencegah sesuatu yang mungkin bisa terjadi hari ini, esok, atau lusa. Kita ga pernah tau kapan hal buruk akan menghampiri," jawab Ronadio

"Kamu berpesan gini karena teror ya?" Ronadio diam, ia bungkam. Saviera menghembuskan nafas seolah mengeluarkan segala rasa yang mengendap di dalam dirinya, ia lalu merekahkan senyum yang terlihat begitu ikhlas, "Jujur aku lelah, mulai sekarang aku menyerahkan apapun yang nantinya akan terjadi kepada Tuhan. Aku yakin, Tuhan pasti akan selalu melindungi aku."

Ronadio tersenyum tanpa arti, entah mengapa ucapan Saviera sangat menyentuh hati. Ronadio bisa membayangkan rasa lelah yang Saviera rasakan karena harus menanggung semua teror tanpa tahu maksud dari teror tersebut.

Sebelah tangan Ronadio terangkat mengelus pipi Saviera, "Manusia mana yang meneror perempuan berhati bersih seperti kamu. Manusia memang makhluk paling jahat di alam semesta, mereka sebegitu relanya meniadakan akal sehat hanya untuk menimbun dosa." ujar Ronadio

Similar FaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang