CM : 40

318 27 1
                                    

Malam itu, hujan tiba tiba turun membasahi bumi. Saat itu, seorang gadis tengah berjuang antara hidup atau mati. Rumah sakit yang suasananya sunyi dan tenang, terdengar isakan tangis dari wanita yang merupakan ibu dari gadis itu. Wanita itu terus terusan berdoa kepada Tuhan agar putrinya bisa selamat dan kembali kepelukannya. Sedangkan seorang pria kini tengah mondar mandir, ia tak bisa duduk tenang sebab rasa khawatirnya lebih besar. Waktu yang terus berlalu terasa begitu lambat bahkan seperti tidak berjalan.

Mereka adalah Leona, Azka, dan bulan. Mereka setia menunggu seorang dokter yang memeriksa keadaan bumi. Mereka berperang dengan pikiran mereka masing masing. Khawatir, takut, marah, kecewa, dan sedih semuanya bercampur aduk.

"Kenapa dokter itu lama sekali?! Aku ingin masuk" ujar Azka, ia begitu tidak sabar menunggu dokter itu keluar untuk mengetahui keadaan putrinya. Namun baru saja ingin beranjak, tangan Azka dicekal oleh Leona membuat Azka menatap istrinya.

"Tunggulah sebentar lagi... " bujuk Leona. Mau tak mau Azka harus menurut dan kembali duduk.

Tak berselang lama, pintu ruangan terbuka dan menampilkan seorang dokter. Leona, Azka, dan bulan langsung berdiri menghampiri dokter itu. Raut wajah mereka tidak bisa dikatakan baik sebab tergambar sebuah kekhawatiran disana. Dokter itu menatap mereka dengan tatapan yang sulit diartikan, menurut Azka tatapan dokter itu seolah tidak akan ada kabar baik.

"Bagaimana keadaan putri kami? " tanya Leona. Matanya sudah kembali berkaca kaca, jantungnya berdetak dengan kencang.

"Kondisi putri anda tidak bisa dikatakan baik nyonya, peluru itu benar benar mengenai titik yang berbahaya. Untuk mengeluarkan peluru itu kita harus melakukan operasi, tapi operasi itu lumayan berisiko. Kalaupun dibiarkan, maka semakin cepat nyawa putri anda hilang " jelas dokter itu dan berhasil membuat ketiga orang di hadapannya nampak terkejut.

"J-jika mengambil salah satu dari yang anda katakan, hasilnya sama saja yang berarti bumi tidak selamat!? " ujar bulan. Dokter itu dengan berat hati mengangguk.

Dunia terasa berhenti berputar, waktu seolah tak berjalan. Leona tak kuat berdiri dan perlahan mulai jatuh terduduk. Ia tak sanggup menerima fakta itu. Mau mengambil jalan apapun hasilnya tetap sama, bumi juga tidak akan selamat. Azka juga sama seperti Leona, namun ia masih bisa bertumpu pada dinding rumah sakit. Bumi mereka tidak akan bisa kembali lagi, apapun caranya. Hal yang bisa mereka lakukan adalah menunggu keajaiban dari Tuhan.

"Dokter, saya mohon selamatkan adik saya! Saya mohon dokter, kami semua tidak mau kehilangan bumi" ujar bulan sembari menggoyangkan tangan dokter itu. Dokter itu hanya diam tak menjawab, ia sudah sering mengalami hal ini namun baru kali ini dokter itu ikut menangis sebab biasanya ia hanya ikut bersedih.

"Maaf nona, yang bisa kita lakukan sekarang hanya menunggu keajaiban Tuhan. S-saya permisi" ujar dokter itu dan pergi meninggalkan mereka. Bulan menatap kepergian dokter itu, bisa bulan lihat dokter itu menghapus air matanya. Dan saat itu juga, air mata bulan ikut menetes. Dokter itu bahkan baru ini bertemu dengan bumi, namun dokter itu juga ikut menangis.

"Ayah, buna ayo k-kita lihat bumi" ajak bulan. Leona dan Azka mengangguk dan beranjak masuk bersama bulan.

Aroma obat semakin tercium dengan jelas di indra penciuman mereka. Dan saat itulah mereka melihat tubuh seorang gadis yang sangat mereka sayangi terbaring tak sadarkan diri di atas brangkar rumah sakit. Berbagai alat yang tak mereka ketahui namanya menempel pada tubuh bumi. Azka menghampiri bumi, ia sedikit membungkuk dan meraih tangan bumi. Azka mengenggam tangan bumi dan mengelusnya, air matanya menetes.

"Ketika ayah ingin menghabiskan waktu yang pernah ayah sia-siakan tapi tuhan malah memberi ujian seperti ini, apa ini hukuman untuk ayah, bumi? Tapi kenapa kau yang menjadi imbas nya? Kenapa tidak ayah saja. Ayah mohon buka matamu itu, kau harus bertahan.. Putriku" ujar Azka dan memelankan kata diakhir. Azka merubah posisinya untuk mengecup kening bumi.

"Ambil operasi untuk mengambil peluru itu dari dalam tubuh bumi agar dia bisa pulang dengan tenang ayah.. Mungkin sekarang bumi sedang tersiksa" ujar bulan. Azka dan Leona menatap bulan

"Resikonya juga tetap sama, bumi tidak akan selamat. Bulan juga tidak mau kehilangan bumi tapi inilah takdir yang harus kita lewati. Bumi pernah bilang ke bulan, apapun keadaannya jika suatu hari nanti ia sedang diambang antara hidup dan mati ayah dan buna harus merelakan bumi. Dan hari itu telah tiba" sambung bulan lagi. Azka dan Leona saling tatap satu sama lain dan kembali menatap bumi.

TBC

Ayo tebak tebakan, berapa chapter lagi mau end? (Nanya mulu tapi ceritanya nggak selesai selesai)

Jangan lupa vote and share

See you

Consider me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang