CM : 41 (END)

690 33 3
                                    

Keputusan telah diambil, Azka menyetujui untuk melakukan operasi pada putrinya, peluru itu harus diambil agar bumi bisa pergi dengan tenang. Dan disinilah mereka, menunggu didepan ruang operasi. Waktu sudah menunjukkan pukul 02.07 malam tapi mereka tidak merasakan kantuk sama sekali. Leona terus berdoa agar Tuhan memberikan keajaiban pada keluarga mereka, ia berharap agar Tuhan tidak mengambil putrinya. Leona adalah orang yang tidak mempercayai adanya keajaiban, jika keajaiban itu ada maka tolong selamatkan putrinya.

"Aku sudah mengabari kak dipta untuk.. menyiapkan acara pemakaman bumi besok pagi.. " lirih Azka. Rasanya masih tak rela untuk membiarkan putrinya pergi. Azka terlalu banyak menyia-nyiakan waktu mereka selama belasan tahun dan kini bumi akan kembali ke pelukan Tuhan.

"Sejujurnya, aku masih belum bisa mengikhlaskan putriku untuk kembali pulang ke pelukan Tuhan. Aku terlalu banyak menyia-nyiakan waktu selama belasan tahun. Aku ayah yang bodoh" ujar Azka lagi. Leona dan bulan menatap ke arah Azka.

"K-kau ayah yang hebat meski hanya sebentar, jangan berbicara seperti itu atau bumi akan marah" sahut Leona sembari tersenyum, ia tersenyum meski air matanya masih menetes. Azka juga ikut meneteskan air matanya, menyia-nyiakan waktu bersama bumi selama belasan tahun adalah hal yang paling bodoh yang pernah ia lakukan.

"Ayah, ibu. Bulan ingin meminta maaf atas nama kak adara sebab mau bagaimana pun bulan ini adik kandung kak adara. Kesalahan kak adara terlalu berat untuk dimaafkan.. " ujar bulan. Azka dan Leona menatap bulan lalu memeluk gadis itu secara bersamaan.

"Kenapa kau yang meminta maaf, hm? Sudahlah, kita lalui hal ini bersama sama.. " jawab Leona, bulan mengangguk.

Tak lama, lampu di ruang operasi itu berubah warna yang artinya operasi telah selesai. Pintu ruang operasi itu terbuka, beberapa suster mendorong brangkar yang dimana ada bumi diatasnya. Tubuh bumi sudah ditutupi sebuah kain putih, kain itu menutupi seluruh tubuhnya. Namun ketika beberapa suster itu mendorong brangkar bumi saat melewati Azka, Leona dan bulan kain itu tertiup angin hingga terbuka di bagian kepala dan menampilkan wajah bumi yang pucat. Leona kembali histeris, rasanya untuk berdiri pun ia tak sanggup namun untungnya Azka membantu menyangga tubuhnya. Bulan juga ikut memeluk kedua orang tua angkatnya itu untuk menenangkan mereka walau ia juga menangis.

"BUMI!!! "

***

"BUMI!!! "

Leona terbangun dari tidur panjangnya, tanpa ia sadari hal ini membuat orang orang yang ada didalam ruangannya menatap dirinya dengan tatapan yang sulit diartikan. Leona memperhatikan segalanya, tempat ini asing sekali. Ketika Leona melirik kearah tangan kanannya, ada jarum infus yang menusuk tangannya. Leona menatap Azka yang menghampirinya dengan tatapan khawatir.

"Akhirnya kau sadar dari koma mu, sayang" ujar Azka. Hal itu semakin membuatnya bingung, Leona rasa ia sedang menangisi bumi.

"Koma? Apa maksudmu? " tanya Leona. Azka menatap manik Leona

"Kau koma selama tiga tahun karna kecelakaan akibat tabrakan, kami sudah menantikan kau sadar" ujar Azka. Leona terkejut, jadi selama ini ia koma? Jadi yang Leona alami selama ini apa?

Ucapan Azka itu ada benarnya, Leona koma selama tiga tahun karna kecelakaan akibat tabrakan yang Leona alami. Artinya, yang Leona alami itu hanya mimpi kecuali sebagian. Adara yang datang ke rumah mereka ketika malam hari, bumi yang tertembak dan dinyatakan tiada itu hanya mimpi Leona semasa koma. Bahkan orang tua Leona yang tiada itu juga bagian dari mimpinya. Mimpi itu terasa nyata.

Cklek

"Buna sudah bangun!? "

Leona menatap kearah seseorang yang baru masuk dan saat itulah air matanya mulai terbendung dan menetes ketika melihat orang itu. Itu bumi, putrinya yang masuk bersama bulan. Bumi masih terlihat sama tanpa ada bekas tembakan.

"B-bumi... Ini bumi k-kan? " ujar Leona pada Azka. Azka mengangguk dan menyuruh bumi untuk mendekati mereka sedangkan bulan tengah mengupas buah mangga. Ketika bumi berada didekatnya, Leona segera menangkup kedua pipi bumi. Setelah itu Leona segera memeluk bumi dengan erat dan menangis dibahu putrinya.

"K-kau masih hidup.. Hiks..syukurlah" ujar Leona. Bumi melepaskan pelukan mereka dan menatap sang ibunda dengan tatapan bingung.

"Bumi masih hidup kok buna" ujar bumi. Bulan yang mengerti pun tersenyum.

"Mungkin ada hal yang buna alami mengenai dirimu ketika ia koma" sahut bulan. Kini bumi mengerti dan tersenyum

"Buna jangan khawatir, sekarang kita udah ngumpul bareng kok"

Bumi merangkul ayah dan buna nya, bulan yang melihat itupun tak ingin ketinggalan. Ia meninggalkan pekerjaannya yaitu mengupas buah mangga. Mereka berpelukan dengan sangat erat menumpahkan rasa rindu mereka. Leona senang jika semua yang ia alami itu hanya mimpi dan artinya Leona tidak akan kehilangan putrinya.

'Terima kasih tuhan'

END

Yeay akhirnya end juga. End nya nyambung nggak sih? Kalau nggak nyambung el minta maaf aja hehe.

Next bikin cerita tentang apa lagi nih? El butuh asupan ide

Jangan lupa vote and share ya

See you!

Consider me [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang