The Burial

31 6 4
                                    

Sesuatu yang paling ditakutkan oleh Taylor Carpenter adalah dikhianati. Ia sudah terlalu banyak menyaksikan kebohongan besar yang dilakukan teman-teman satu tongkrongannya dulu—yang bila dijabarkan, itu akan membuat bara api di dalam dadanya menyala-nyala lagi. Dan ia tidak mau membuang-buang energi dan waktunya untuk mengulang-ulang luka lama dalam benak. Itu tidak akan menyelesaikan masalah, juga akan memperburuk suasana. Seharusnya, satu minggu setelah kejadian di rumah Carpenter tentang rencana pernikahan yang sekarang resmi gagal itu, Taylor tidak memikirkan kehidupan percintaannya lagi. Orang-orang yang tahu soal masalah ini—dan sebenarnya memang tidak ada yang tahu selain keluarga Gonzalez dan Carpenter—barangkali akan mengira bahwa Taylor akan dilanda rasa traumatis yang cukup besar untuk mempercayai wanita lagi. Ia akan menghindari kenalan cewek manapun, tidak mau menikah dengan siapa-siapa sampai usia 30-an, atau mungkin mengubah orientasi seksualnya.

"Tidak, tidak. Menjijikkan." Taylor bergumam sendiri.

Tidak banyak kenalan wanita seusianya—yang jelas-jelas tipe idamannya—yang ia tahu. Tidak ada, itulah kenapa ketika melihat Zoe untuk pertama kali ia langsung kepincut dan buru-buru bertunangan. Taylor ingin mengatakan dirinya bodoh karena terlalu tergesa-gesa akan semua rencana pernikahan itu, akan tetapi masalahnya adalah dia sudah menganggap diri cukup dewasa untuk menikah. Apalagi melihat Ronan yang mengklaim bahwa katanya stress pekerjaan bisa hilang dengan pelukan, dan sakit fisik bisa disembuhkan dengan jalan-jalan bersama pasangan. Taylor tergiur dengan kebahagiaan-kebahagiaan itu. Berkali-kali ia memang tak sabar untuk segera membina keluarga yang harmonis dan mapan, tapi hati kecilnya tetap bertanya-tanya, 'Apakah benar Zoe orang yang tepat untukku?'.

Ia teringat Julia, ibu Zoe, yang baru saja tadi malam menelepon mum, meminta maaf untuk kesekian kalinya. Taylor sudah memaafkan, tapi berjanji tidak akan melupakan. Itu artinya, masalah itu tetaplah menjadi kenangan buruk. Tidak akan mengubah apapun dan rencana pernikahan itu tetap pada keputusan dibatalkan.

Secara tidak langsung, Julia seakan masih belum menyerah untuk meminta Taylor tetap menjadi menantunya. Taylor tidak tahu mengapa Julia begitu agresif. Namun, kalau kata Paulina, Julia hanya takut kehilangan kesempatan. "Wanita itu berpikir—well jika aku jadi dia—aku pasti berpendapat bahwa Taylor tidak boleh dilepas. Tidak bisa menjadi milik cewek lain. Mengapa? Simple jawabannya. Ibu mana sih yang tidak mau anak semata wayangnya menikah dengan laki-laki yang sudah sanggup menyediakan rumah, kendaraan, penghasilan, dan kehidupan layak lainnya? Barangkali Julia merindukan berduaan di rumah bersama Bill tanpa harus mengkhawatirkan anak gadisnya setiap saat."

"Lepas tanggung jawab?" Taylor menanyakan maksud dari ucapan Paulina.

"Aku tidak berani mengatakan itu, tapi kurang lebih sih iya."

Taylor memarkirkan mobilnya di parkiran sekolah. Sekarang ia siap menerima tugas tambahan apapun dari kepala sekolah. Atau menjadi asisten kepala departemen lain. Atau mengisi seminar. Atau mengerjakan pekerjaan milik guru seni lain yang belum sempat ter-handle. Ia siap mengambil kesibukan yang berkali-kali lipat.

Mr. Taylor, sang guru seni, kini kembali ke sekolah bukan seminggu dua kali, tapi seminggu 4 kali. Senin sampai Kamis. Setelah putus dari Zoe, ia kembali bebas untuk mengambil banyak jadwal di sekolah. Zoe memang kurang supportif dalam pekerjaan Taylor sebagai seorang guru. Pernah suatu hari Zoe bercanda dengan berkata, "Kamu gak ada pekerjaan lain? Maksudku... tidak ada loh guru yang bisa pesan hotel di Hawaii yang satu itu." Taylor tersinggung, tapi tidak marah. Ia hanya menggeleng dan diam dengan hati yang berat.

Jadi, karena Zoe sudah tidak bisa menuntutnya agar lebih fokus ke bisnis dan urusan disertasinya hampir selesai, Mr. Taylor meminta pihak administrasi sekolah agar menambah hari miliknya.

"Senang mendengarnya. Saya lebih tenang jika Mr. Taylor memilih untuk datang ke sini sering-sering dan menyelesaikan tugas sekolah dengan lebih santai. Saya kadang heran loh, Mr. Taylor kok bisa menyelesaikan pekerjaan dari kepala sekolah dengan waktu dua hari saja?" ungkap pihak administrasi waktu itu.

THE ETHEREAL LEARN OF EMMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang