Precious Wink

19 5 0
                                    

POV. Third Person

Tidak ada lagi pesanan lukisan yang Taylor kerjakan dengan hati yang gembira. Ia sudah kehilangan hampir setengah dari jiwanya. Sekarang ia sedang mencoba melukis guci antik, karena tidak ada lagi ide seni yang menarik untuk dilakukan. Hatinya kacau dan gelisah. Tidak ada yang lebih menyakitkan dibandingkan dilarang untuk menjenguk seseorang yang dicintai, setelah mengetahui bahwa ia sedang sekarat dengan kondisi yang didzalimi oleh tangan kakaknya sendiri.

Semenjak berita itu, seakan-akan kehidupan Taylor yang baru saja berwarna sebab dibubuhi cat berwarna cerah ceria, kini dilunturkan dengan seember air mata dan tetesan darah yang keluar dari tubuh Emma. Gadis itu kini terbaring di rumah sakit, entah bagaimana rupa dan kabarnya. Selama melukis, Taylor berkali-kali terdistraksi dengan ponselnya yang tidak ada notifikasi apa-apa. Ia membuka WhatsApp, lalu keluar. Membukanya lagi, lalu keluar lagi. Ia berharap Alex akan memberikan progres dari kondisi terkini gadis itu. Ternyata, perasaan yang ditimbulkan akibat kasih sayang yang tercampur kekhawatiran jauh lebih pedih dibandingkan kehilangan beberapa murid pada peristiwa penembakan kemarin.

Taylor berdiri dan melepaskan celemek penuh cat kering, menggenggam ponsel dengan erat, dan berjalan keluar studio seni. Rumahnya kosong. Orang tua dan Paulina sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Inilah yang membuat Taylor semakin dilanda kesepian yang nyata. Ia membuka ponsel dan menatap laman pesan dengan kakaknya, Paulina. Terakhir mereka berkabar baru dua hari yang lalu, ketika Paulina mengirimkan kontak Albert padanya. Namun sampai detik ini, Taylor belum kuasa meminta izin lagi untuk menjenguk Emma. Sebab selama ini, Alexlah yang menjadi perantara akan situasi di keluarga mereka. Yang sayangnya, belum bercerita banyak. Mungkin Alex masih sangat terpukul dengan kejadian yang menimpa saudari kembarnya.

Aku tidak bisa membayangkan sesakit hati apa kakak-kakak Emma yang lain... dan Robert.. dan Anna dan Abraham yang menatap dari atas sana...

Taylor mengusap wajah. Ia bersandar di kursi meja makan dengan kepala yang pening. Jadi, karena hatinya terus menerus gelisah, akhirnya ia kembali naik ke atas—ke kamarnya sendiri—dan menarik laci di sisi kasur. Ia membuka alkitab dan membaca firman Tuhan tentang kekuatan dan kesabaran.

Yesaya 40:31 :
"Tetapi orang-orang yang menanti-nantikan Tuhan mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.”

Taylor mengusap matanya yang berkaca-kaca. Ia terus membuka-buka lembaran lain tentang ayat yang mampu menenangkan hatinya. Ia marah sekali pada Miller. Ketika ada seseorang di luar sana—Taylor sendiri—yang amat sangat ingin menjaga Emma dengan sepenuh hati, jiwa sedarah dagingnya sendiri yang tega menghancurkannya.

Jadi, setelah Taylor mencoba untuk menonton film di Netflix di kamarnya, lalu kembali melukis untuk meminimalisir pikiran, dan memesan pizza kesukaan, hormon dopaminnya seakan tetap tertahan di dalam. Jadi, dengan kekuatan akan harapan, ia memberanikan diri mengirim pesan pada Albert.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE ETHEREAL LEARN OF EMMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang