Aku tidak kuasa ingin berteriak sekencang mungkin dan meledakkan ratusan kupu-kupu dari dalam perutku. Aku ingin sekali mengatakan padanya bahwa sekarang sedang ada school shooting dan detik ini juga, aku mendengarkan ada suara langkah kaki mendekat dari luar ruang sapu.
Tok! Tok! Tok!
Kami berdua saling menjauh dan langsung tersadar bahwa atap di atas kepala kami masih atap sekolah. Ketika mendadak ada yang mengetuk pintu ruang sapu, Mr. Taylor memintaku untuk tetap diam.
"Is anyone there? It's police." Suara berat seorang laki-laki dewasa membuat aku dan Mr. Taylor saling pandang.
"Jangan dulu percaya," kataku tanpa suara.
"Exactly," angguk Mr. Taylor. Ia mengeluarkan ponselnya dan menyuruhku mendekat. Kulihat di grup para guru, ada pesan dari Mr. Frederick bahwa—yang diteruskan dari kepolisian—mengatakan bahwa mereka sedang ke sini.
Ms. March
Bagaimana Emma?Ms. Lili
Jaga Emma, Sir 😭Mr. William
Tetap diam di ruang sapu, Mr. TaylorMr. Taylor
Ada seseorang di luar ruang sapu, mengaku sebagai polisi.
Mr. William
TIDAK. BUKAN.Mr. Davis
Penembak itu tepat ada di luar pintumu."Halo? It's anyone there?!" Penjahat itu kembali mengetuk, agak lebih keras.
Aku menggigit bibir bawah, Mr. Taylor memandangku dan mengusap bagian belakang kepalaku. "It's ok, we have gun," bisiknya. Aku meraih sebelah lengannya, seperti berlindung kepada Albert. PERSIS, seperti kepada Albert.
Tangan kanan Mr. Taylor kembali meraih pistol yang ia simpan di atas ember yang menangkup.
DOR!
"AAAAAAKHHH!" Suara teriakan, entah siapa, membuat Mr. Taylor mencengkeram lenganku.
Suara tembakan itu terdengar jauh lebih kencang dan memekakkan telinga jika posisinya persis berada di luar ruang sapu. Suara peluru yang melesat dan menembus tubuh seseorang membuatku bergidik ngeri.
"HELPPP!" Itu suara Sean.
"He's alive!" seruku tertahan. "Kita masih bisa menyelamatkannya!"
Mr. Taylor memandangku dengan ragu. Baru saja kami saling mengungkapkan pengakuan dari masing-masing perasaan, Tuhan langsung menguji kami berdua. "Kau diam di sini. Biar aku yang keluar."
"If you come out, I'll come out too!" balasku.
"You just stay here!" sanggah Mr. Taylor.
"HELPPP!" Sean berteriak lagi, ia terdengar meraung-raung kesakitan.
"Stay. Here. I promise I'll back to pick you." Mr. Taylor menyentuh sebelah pipiku. Aku tidak bisa menyanggah perintahnya lagi, jadi aku memandanginya membuka pintu ruang sapu dan keluar begitu saja. Aku buru-buru mengunci pintu dan mengambil langkah mundur.
Di dalam ruangan ini, tiba-tiba saja terasa pengap. Aku memeluk tubuhku, lalu mengerjap-ngerjapkan mata khawatir. Aku tidak mendengar ada suara apa-apa lagi di luar, ada kemungkinan penembak itu sudah kabur setelah menyakiti Sean. Namun, tiba-tiba saja...
"HEY!" Suara Mr. Taylor, dari kejauhan, menggema dan membuatku terhentak selagi berdoa pada Tuhan.
Kejadiannya begitu cepat.
Pintu ruang sapu tiba-tiba saja didobrak dengan kaki. Lelaki yang memakai penutup wajah hitam, topeng khas perampok, menarikku dengan kasar sebelum aku mengambil garpu rumput dari belakang lemari.
KAMU SEDANG MEMBACA
THE ETHEREAL LEARN OF EMMA [COMPLETED]
RomanceWAKE ME UP WHEN I SLEEP 4. The Anderson family-more specifically their children-are known as siblings who are busy with their respective works. Even though they lived in the same large semi-palace house for many years, their warmth was indeed very s...