He Saved Me.

21 5 0
                                    

Aku mendapati televisi yang menggantung di dekat meja pustakawan masih menyala dan menampilkan iklan minuman kalengan yang segar. Aku menelan ludah, tenggorokanku terasa kering sekali. Aku merenggangkan tanganku ke atas dan mengucek mataku yang gatal. Mataku melirik sekeliling, perpustakaan begitu sepi, bahkan aku tidak mendapati lagi ada murid-murid yang ikut susulan nilai di sini. Mereka mungkin sudah pulang. Aku tinggal sendiri. Petugas perpus yang biasanya membereskan buku-buku di koridor rak pun tidak ada. Hanya ada suara iklan TV yang saling berganti dan sinar mentari yang tembus melalui jendela besar di sisiku.

Aku menyalakan ponsel untuk memeriksa jam. 15:00 pas! Selama itukah aku tidur?

Namun, belum sempat aku memikirkan senyenyak apa aku terlelap, mataku langsung melebar dan kantukku sepenuhnya hilang saat di bawah angka jam di ponselku, ada notifikasi 7 misscall dari Mr. Taylor. Aku menegakkan tubuh, kepalaku memandang lurus ke arah meja kosong di seberangku-kepalaku mencerna apa yang baru saja kulihat.

Aku mengucek mataku lagi dan membuka kode ponselku dengan agak terburu-buru. Ini bukan perasaanku saja bahwa kita berdua baru saja bertengkar beberapa saat yang lalu, 'kan? Ya, benar. Aku baru saja ilfeel dengan Mr. Taylor dan ia sudah meneloponku saja. Untuk apa? Meminta maaf? Sudah sadarkah pria tua itu?

Sayang seribu sayang, saat aku melihat sekilas WhatsApp-ku yang menerima banyak sekali pesan-grup kelas, grup angkatan, beberapa guru menghubungiku, dan yang paling atas ada Mr. Taylor yang mengirimkan 13 pesan dengan kalimat akhir berbunyi, "DIMANA KAMU?!"-ponselku mati. Habis baterai. Aku bahkan belum membuka satu pesan pun. Aku menoleh ke kanan dan ke kiri, mencari tasku untuk mencas ponsel.

Aku mendengus penuh sesal karena tas milikku ada di loker. Aku hanya membawa kertas soal fisika, pouch alat tulis, dan ponselku. Aku pun bangkit dan entah kenapa, aku merasa kakiku perlu keluar dengan cepat dari perpustakaan ini. Feeling-ku semakin tidak enak, bahkan setelah kejadian dimarahi oleh Mr. Taylor di ruang guru tadi.

Instingku berkata ada sesuatu buruk yang akan terjadi lagi. Selama menuruni tangga, aku mencoba menekan-nekan tombol power, berharap bahwa masih ada 1% yang tersisa untuk meminta Albert menjemputku, atau sekadar bertanya apakah Alex sudah sampai di rumah temannya dan main dengan seru. Aku seakan kehilangan kontak dengan semua orang.

Aku berjalan hampir setengah berlari sambil menoleh ke segala arah. Kemana orang-orang?! Bukannya sebelum ketiduran tadi aku masih bisa mendengar ada marching band yang latihan untuk perpisahan, para gadis cheerleader yang bersorak-sorai dari arah lapangan, dan para guru yang berlalu lalang menyiapkan soal untuk hari esok?!

Bukankah aku juga bermimpi ada ekstrakulikuler menembak dan Robert membangunkanku?

DOR!

Hatiku mencelos. Kakiku langsung lemas. Selagi berjalan, aku langsung terhuyung dan nafasku mendadak naik turun dengan kencang.

Suara tembakan itu terdengar dari arah belakangku, lebih tepatnya ke arah jam 7 dari tempatku berdiri. Aku langsung melotot panik, mencari-cari ruangan yang bisa dijadikan tempat pelindung.

DOR!

Suara tembakan itu semakin terdengar mendekat ke arahku. Tidak, tidak, tidak! Mana mungkin di Effingham High ada murid yang menembaki murid yang lain di dalam sekolah sendiri?

 Tidak, tidak, tidak! Mana mungkin di Effingham High ada murid yang menembaki murid yang lain di dalam sekolah sendiri?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
THE ETHEREAL LEARN OF EMMA [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang